visitaaponce.com

Motor Trail untuk Revolusi Mental, DPR RI Pertanyakan Fungsi Perencanaan Bappenas

Motor Trail untuk Revolusi Mental, DPR RI Pertanyakan Fungsi Perencanaan Bappenas
Kepala Bappenas Suharso Monoarfa (kanan) mengikuti rapat panitia kerja dengan Pansus RUU IKN(ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

WAKIL Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR RI Dolfie Othniel Frederic Palit mempertanyakan fungsi perencanaan dan penajaman kegiatan pembangunan yang diagendakan pemerintah. Bappenas, kata dia, semestinya bisa memperbaiki hal tersebut.

"Kalau sejak awal dalam perencanaan kriterianya itu terukur benar, itu kan bisa mengunci ketika K/L menyusun kegiatannya, bapak punya medium trilateral. Begitu kriterianya tidak masuk, hapus, kan bisa begitu," kata dia dalam Rapat Kerja Bersama Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, Kamis (13/6).

Menurut Dolfie, kesalahan dari eksekusi program-program tak sepenuhnya berada di tangan eksekutor atau daerah. Pemerintah pusat turut memiliki andil dalam menyelaraskan eksekusi program yang direncanakan.

Baca juga : Kepala Bappenas Singgung Pembelian Motor Trail untuk Program Revolusi Mental

"Kan kewenangannya sudah ada trilateral. Cek kriterianya, tidak masuk, out, tidak masuk, out. Justru distorsinya kan di kementerian," tutur dia.

Pernyataan Dolfie itu berkaitan dengan apa yang disampaikan Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam rapat tersebut. Dia mengungkapkan masih banyak program yang tak sesuai dengan perencanaan dan meleset jauh dari target. Salah satu yang ia soroti ialah pembelian motor trail untuk program revolusi mental dalam tahapan eksekusi di level daerah.

"Ini yang luar biasa, judulnya mengenai revolusi mental, saya telusuri terus ujungnya adalah membeli motor trail. Saya bilang ada hubungannya memang ya? Motor trail untuk jalan-jalan (katanya)," ujarnya.

Baca juga : PKS: Pemerintah Harus Evaluasi Pembangunan IKN

Hal yang serupa juga terjadi pada program stunting. Suharso mengatakan, ada salah satu daerah yang tampak tak mengerti dan memahami penggunaan anggaran stunting yang dimiliki.

Sebab, alih-alih mengeksekusi dana untuk penanganan stunting secara langsung, dana itu justru digunakan untuk kegiatan yang tak berhubungan dengan urusan stunting. "Misal, stunting, saya lihat di Krisna, stunting lokasinya saya zoom terus-terus sampai akhirnya programnya apa, ternyata memperbaiki pagar puskesmas, itu terjadi," ungkapnya.

Bappenas, kata Suharso, tak memiliki kuasa untuk mengambil tindakan terkait hal-hal seperti itu. Sebab, tak ada kewenangan yang dimiliki untuk mengawasi maupun memberikan sanksi.

Baca juga : Menteri PPN: Revisi UU IKN Wujudkan Pemerataan Pembangunan

"Kami tidak kuasa. Jadi ,kami itu seperti mengalami ketindihan intelektual, ketindihan teknokratik. Jadi kami mengerti, tapi tidak bisa bergerak. Jadi mungkin kewenangannya yang perlu diperbaiki," jelasnya.

Hal-hal serupa, imbuh Suharso, besar kemungkinan juga terjadi di berbagai tempat dan wilayah. Pasalnya, ada ribuan proyek di sejumlah wilayah yang mengatasnamakan proyek prioritas.

"Misalnya bicara pariwisata, maka semua desa ingin menjadi daerah tujuan wisata, bayangkan ribuan desa minta. Mereka cuma untuk memperbaiki toiletnya, waduh luar biasa, banyak," pungkasnya. (Mir/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat