visitaaponce.com

Program tak Sesuai Rencana, bukan Kesalahan Satu Pihak

Program tak Sesuai Rencana, bukan Kesalahan Satu Pihak
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa (kanan)(ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

ANALIS Utama Ekonomi Politik dari Laboratorium Indonesia 2045 (LAB 45) Reyhan Noor menilai pelaksanaan program yang kurang tepat tak semata kesalahan dari satu pihak. Pasalnya terdapat alur yang sistematis dan melibatkan sejumlah struktur pemerintah.

"Melihat dari alurnya, kebijakan sudah harus tepat sasaran mulai dari perencanaan. Kemudian proses penganggaran untuk menjalankan perencanaan tersebut juga perlu menyesuaikan kebutuhan yang ada," kata dia saat dihubungi, Kamis (13/6).

Perencanaan dan penganggaran yang matang, kata Reyhan, akan menentukan bagaimana implementasi program maupun kegiatan yang disusun. Di saat yang sama, pengawasan implementasi dari program menjadi hal krusial untuk memastikan tercapainya tujuan yang direncanakan.

Baca juga : Jokowi: Harus Ada Sinkronisasi Program Pemerintah Pusat hingga Daerah

Pengawasan juga penting agar program maupun kegiatan yang dilakukan tak semata untuk kebutuhan penyerapan anggaran, melainkan menyasar pada agenda utama yang ingin dituju. Karenanya, kata Reyhan, peran pemerintah pusat dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menjadi penting.

"BPKP dapat berperan penting dalam memastikan penyerapan anggaran sesuai dengan implementasi kebijakan yang telah direncanakan sebelumnya," tuturnya.

"Peningkatan peran BPKP dalam andil pembangunan nasional secara umum menjadi salah satu opsi kebijakan pemerintah saat ini tanpa harus membuat badan atau lembaga baru yang justru dapat memperumit birokrasi," lanjut dia.

Baca juga : Indonesia Targetkan Transformasi Ekonomi Inklusif dan Berkelanjutan

Hal itu berkaitan dengan apa yang disampaikan Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam rapat tersebut. Dia mengungkapkan masih banyak program yang tak sesuai dengan perencanaan dan meleset jauh dari target. Salah satu yang ia soroti ialah pembelian motor trail untuk program revolusi mental dalam tahapan eksekusi.

"Ini yang luar biasa, judulnya mengenai revolusi mental, saya telusuri terus ujungnya adalah membeli motor trail. Saya bilang ada hubungannya memang ya? Motor trail untuk jalan-jalan (katanya)," ujarnya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Kamis (13/6).

Hal yang serupa juga terjadi pada program stunting. Suharso mengatakan, ada salah satu daerah yang tampak tak mengerti dan memahami penggunaan anggaran stunting yang dimiliki.

Baca juga : Kebijakan Kependudukan Strategis untuk Indonesia Emas 2045

Sebab, alih-alih mengeksekusi dana untuk penanganan stunting secara langsung, dana itu justru digunakan untuk kegiatan yang tak berhubungan dengan urusan stunting. "Misal, stunting, saya lihat di Krisna, stunting lokasinya saya zoom terus-terus sampai akhirnya programnya apa, ternyata memperbaiki pagar puskesmas, itu terjadi," ungkapnya.

Bappenas, kata Suharso, tak memiliki kuasa untuk mengambil tindakan terkait hal-hal seperti itu. Sebab, tak ada kewenangan yang dimiliki untuk mengawasi maupun memberikan sanksi.

"Kami tidak kuasa. Jadi ,kami itu seperti mengalami ketindihan intelektual, ketindihan teknokratik. Jadi kami mengerti, tapi tidak bisa bergerak. Jadi mungkin kewenangannya yang perlu diperbaiki," jelasnya.

Hal-hal serupa, imbuh Suharso, besar kemungkinan juga terjadi di berbagai tempat dan wilayah. Pasalnya, ada ribuan proyek di sejumlah wilayah yang mengatasnamakan proyek prioritas.

"Misalnya bicara pariwisata, maka semua desa ingin menjadi daerah tujuan wisata, bayangkan ribuan desa minta. Mereka cuma untuk memperbaiki toiletnya, waduh luar biasa, banyak," pungkasnya. (Mir/Z-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat