Kepala Bappenas Suharso Tapera Ada dalam UU dan Bersifat Sukarela
MENTERI PPN atau Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menegaskan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) telah ada dalam UU dan bersifat sukarela.
Meski begitu, Suharso mengatakan pemerintah tidak menutup kemungkinan untuk membahas kembali terkait kebijakan Tapera.
"Karena asal muasalnya begitu ya, ini untuk yang namanya menabung dipaksa nggak? Kata menabung itu bukan kata yang punya definisi memaksa," ungkap Suharso, di gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (4/6).
Baca juga : Jokowi: Harus Ada Sinkronisasi Program Pemerintah Pusat hingga Daerah
"Jadi misal saya pernah ditanya begini saya bilang contoh tabungan haji orang yang mau naik haji, dia nabung, satu ketika dia bisa naik haji, kalau ini ya untuk bisa beli rumah sesuai kapasitas dia menabung," tanbahnya.
Selain itu, menurut Suharso, ide tapera merupakan kepercayaan publik kepada pemerintah. Suharso menilai pemerintah harus memproduktifkan sehingga masyarakat menabung memiliki arti.
Tapera, kata Suharso, merupakan akumulasi modal oleh masyarakat yang bersifat sukarela. Suharso menyampaikan hal tersebut juga dipelajari olehnya dari Singapura.
Baca juga : RKP 2025 Pijakan Awal Capai Visi Indonesia Emas
"Saya belajar dari Singapura yang punya CPF itu, tapi untuk penduduk yang sudah establish dari hal penghasilan pendapatan dan pekerjaannya, dan kita jauh lebih besar dari Singapura backlog kekurangan bisa 2-2,5 kali jumlah penduduk Singapura tiap tahun," tandanya.
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda mengungkapkan bahwa Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dinilai akan lebih menguntungkan pihak pemerintah dibanding para pelaku usaha dan pekerja.
Menurutnya, permasalahan Tapera ini mencuat setelah Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.
Pasalnya, kebijakan tersebut dianggap memberatkan pekerja yang harus diwajibkan ikut dalam kepesertaan Tapera. Iuran kepesertaannya pun cukup besar dengan penghitungan persentase dari gaji atau upah.
“Jika pekerja berpendapatan di atas UMR, maka setiap bulan gajinya dipotong 2,5 persen. Di tengah pelemahan ekonomi dan daya beli masyarakat, tentu potongan tersebut sangat memberatkan. Wajar terdapat penolakan dari dunia usaha hingga asosiasi driver ojek online," ujarnya. (Z-8)
Terkini Lainnya
Mensos Tri Rismaharini Harus Bertanggung Jawab atas 46% Bantuan Sosial yang Tidak Tepat Sasaran
Pengamat: Bansos Salah Sasaran Rugikan Masyarakat
Satu Data Ketenagakerjaan Siap Berkolaborasi dengan Regsosek
Program tak Sesuai Rencana, bukan Kesalahan Satu Pihak
Pemerintah Khawatir Indonesia Tak Lolos dari Middle Income Trap
Kepala Bappenas Singgung Pembelian Motor Trail untuk Program Revolusi Mental
Ombudsman Angkat Bicara Soal Iuran Tapera, Apa Bunyinya?
Ombudsman: DPR Bisa Revisi Aturan Tapera untuk Pekerja Swasta
Buruh Kembali Demo Tolak Tapera Secara Nasional Pada 27 Juni
PKS Minta UU Tapera Segera Dievaluasi
Tapera ala Astina
Dokter tanpa Etika dan Pembiaran oleh Otoritas Negara
Kemitraan dan Kualitas Pendidikan
Ketahanan Kesehatan Global
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Huluisasi untuk Menyeimbangkan Riset Keanekaragaman Hayati di Indonesia
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap