visitaaponce.com

RKP 2025 Pijakan Awal Capai Visi Indonesia Emas

RKP 2025 Pijakan Awal Capai Visi Indonesia Emas
Menteri PPN / Kepala Bappenas Suharso Monoarfa memberikan sambutan saat seremoni Musrenbangnas 2024(MI/Usman Iskandar)

PEMERINTAH tengah menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025. Rangkaian program dan kegiatan yang sedang digodok itu merupakan pijakan awal bagi pencapaian visi Indonesia Emas 2045.

RKP merupakan titik krusial untuk mewujudkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. Karenanya kegiatan dan program strategis yang dapat mendorong visi pembangunan menjadi keniscayaan untuk diletakan dalam RKP 2025.

Demikian disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa dalam Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2024 di JCC, Senayan, Jakarta, Senin (6/5).

Baca juga : Musrenbangnas 2024, Presiden Tekankan Pentingnya Sinkronisasi Program Pembangunan

"RKP 2025 ini sesuatu yang kritikal, karena window tadi dari RPJMN dimulai dari RKP 2025. Diperlukan pengembangan program baru, penajaman target, dan fokus dari program yang sudah ada, kolaborasi lintas, diarahkan Presiden untuk menyinkronkan, akomodasi, dan membuat jadi basis Asta Cita presiden terpilih. Itu sedang dilakukan Bappenas," ujarnya.

Dalam penyusunan RKP, lanjut Suharso, pemerintah juga mendorong agar ada upaya nyata untuk menemukan atau menemukenali sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru. Hal itu dinilai penting agar Indonesia bisa memiliki mesin pertumbuhan yang solid dan berkelanjutan di kemudian hari.

Setidaknya, sumber atau mesin pertumbuhan ekonomi baru itu diharapkan mampu memompa tingkat pendapatan nasional bruto (PNB/Gross National Income/GNI) mencapai US$22 ribu per kapita di 2045. Akselerasi yang kuat diperlukan lantaran saat ini PNB Indonesia berada di kisaran US$5 ribu per kapita.

Baca juga : Kondisi Utang Indonesia Perlu Diwaspadai

Dalam RKP 2025 pula, pemerintah bakal membidik sejumlah target sasaran pembangunan krusial. Itu terutama pada bidang-bidang yang masih relatif tertinggal, seperti masalah kesehatan. Penurunan angka prevalensi stunting akan menjadi agenda prioritas yang diupayakan pengambil kebijakan.

Pasalnya, itu berkaitan dengan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesis yang penting di masa mendatang. Bappenas, kata Suharso, telah mengusulkan agar penganggaran untuk menurunkan prevalensi stunting tak lagi menggunakan skema multipenandaan (multi tagging).

"Ke depan, soal stunting ini kita akan menerbitkan Inpres (Instruksi Presiden) mengenai stunting, karena belanja-belanja, baik di pusat maupun daerah itu di-multi tagging sedemikian rupa. Kami usulkan, program yang sasarannya tajam dan tegas, tidak perlu multi tagging," jelasnya.

Baca juga : Bappenas Akui tengah Sinkronkan Program Prabowo-Gibran

Dalam RKP 2025 pula, pemerintah memastikan tak hanya berorientasi pada angka pertumbuhan ekonomi yang tinggi semata. Kendati itu diperlukan, imbuh Suharso, inklusivitas dan kualitas dari pertumbuhan ekonomi akan menjadi nilai tambah lebih serta membuat kinerja perekonomian kian terasa positif bagi seluruh masyarakat.

Karenanya, tema RKP 2025 yang diusulkan dan telah disepakati dalam sidang kabinet ialah akselerasi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dari tema itu, sasaran indikator makro ekonomi yang ingin dicapai mencakup pertumbuhan, tingkat kemiskinan, angka pengangguran terbuka, indeks rasio gini, penurunan intensitas gas rumah kaca, dan indeks pembangunan manusia.

"Ini akan diintegrasikan dengan visi misi presiden terpilih, mencakup sinkronisasi target, program, kegiatan yang diusung presiden terpilih," jelas Suharso.

Baca juga : Pemerintah Berupaya Jaga Pertumbuhan Ekonomi di Level Tinggi

"Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak serta merta menjanjikan akan mengatasi tantangan sosial, karena itu dibutuhkan pembangunan yang menyasar pertumbuhan inklusif, mengungkit pertumbuhan di wilayah, sekaligus mendorong pemerataan, serta menurunkan indeks gini," tambahnya.

Guna mencapai agenda pembangunan yang akan disusun. Kesesuaian program dengan kapasitas fiskal di masing-masing daerah harus dilakukan. Pasalnya, pendapatan asli daerah (PAD) masih belum dominan dalam struktur anggaran daerah.

Sejauh ini, imbuh Suharso, secara rerata 80% pendapatan daerah masih bergantung pada APBN. Rasio pajak daerah jug masih amat kecil, yakni di angka 0,51% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Pajak dan retribusi daerah belum mampu untuk mendanai infrastruktur dan pelayanan dasar lainnya. Karena itu, banyak hal yang menurutnya mesti dikerjakan dan direncanakan dengan baik.

Karenanya, sinkronisasi agenda pembangunan nasional antara pemerintah pusat dan daerah harus dilakukan. "Sehingga terjadi sinkronisasi yang baik antara belanja pusat dan daerah yang tentu integrasi itu disesuaikan dengan kapasitas fiskal daerah, kepentingan pembangunan masing-masing daerah yang diukur berdasarkan indikator makro pembangunan," jelas Suharso.

Dorong Sinkronisasi

Di kesempatan yang sama, Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian mendorong pada pelaksana jabatan (Pj) kepala daerah dapat melakukan penyesuaian berbagai rencana kerja yang disusun oleh pemerintah pusat. Itu ditujukan agar muncul sinkronisasi pembangunan yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah.

"Jadi Pj tolong jangan berleha-leha. Harus betul-betul mampu menangkap apa saja pesan dari pemerintah pusat. Misalnya, mengakomodir dan menyesuaikan sambil memberikan masukan untuk daerah masing-masing. Provinsi harus melihat ke atas dan melihat juga ke bawah," kata dia.

Dalam perencanaan, lanjut Tito, prinsip top down dan bottom up menjadi penting. Prinsip tersebut menurutnya merupakan implementasi dari upaya sinkronisasi dokumen perencanaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Pada prinsip top down, penyusunan perencanaan mengacu pada instansi pemerintahan yang berada di tingkat atas, diikuti instansi di bawahnya. Sementara bottom up berfokus pada mendengarkan aspirasi, kebutuhan, dan usulan dari tingkat bawah yang dilanjutkan ke tingkat atas.

Salah satu indikator keberhasilan dalam menyusun perencanaan pembangunan di daerah menurut Tito ialah optimalnya realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), baik dalam pendapatan maupun belanja. Selain merealisasikan belanja tepat sasaran, pemerintah daerah juga perlu meningkatkan PAD.

"Jadi, jangan hanya memikirkan bagaimana caranya menghabiskan APBD, buka , tetapi bagaimana untuk membuat APBD itu postur PAD-nya meningkat," jelas Tito.

Guna meningkatkan PAD, imbuhnya, pemda perlu menggeliatkan sektor sektor swasta. Itu dapat dilakukan dengan mempermudah perizinan, memperjelas Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan mempermudah pembuatan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).

"Kita membuat birokrasi menjadi lebih mudah untuk swasta hidup, uang APBD itu hanya untuk memancing swasta bangkit," tambahnya.

Tito berharap seluruh jajaran pemda dapat menyusun perencanaan pembangunan yang baik, terutama Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) maupun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).

"Mudah-mudahan nanti musrenbangnas ini bisa betul-betul menjadi bekal teman-teman (pemda) untuk menyusun dokumen perencanaan, baik yang jangka menengah lima tahunan, RPJMD maupun RKPD daerah masing-masing," ujarnya.

Sedangkan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyampaikan, pemda harus bisa mendorong optimalisasi belanja APBD dalam perencanaan pembangunan yang akan disusun. Belanja yang berasal dari kas daerah mesti diorientasikan untuk belanja ke UMKM dan produk dalam negeri, utamanya yang berasal dari wilayahnya.

"Kami dari Kemenkeu akan terus mendesain Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Insentif Daerah (DID), dan transfer lainnya kita gunakan bersama-sama mendorong kinerja pembangunan secara berkelanjutan," jelasnya.

Suahasil mengatakan, DID yang diberikan oleh Bendahara Negara didasari pada sejumlah indikator. Salah satunya ialah terkait dengan melihat Penghargaan Pembangunan Daerah (PPD) yang dihelat oleh Bappenas.

"Pengharaggaan itu saya pastikan akan jadi salah satu indikator ketika Kemenkeu mengalokasikan DID. Itu masuk sebagai salah satu indikator, kami bersama Kemendagri dan Bappenas akan melihat keseluruhan, dan kita akan susun bagaimana DID memberikan insentif bagi pembangunan berkelanjutan," jelas Suahasil.

Adapun dalam Musrebangas 2024, Bappenas memberikan PPD 2024 ke tiga provinsi, tiga kabupaten, dan tiga kota terbaik. Di tingkat provinsi yakni, DKI Jakarta sebagai terbaik ketiga; Kalimantan Selatan terbaik kedua; dan Jawa Barat terbaik pertama.

Kemudian di tingkat kabupaten ialah Temanggung sebagai terbaik pertama; Banyuwangi terbaik kedua; dan Gowa terbaik ketiga. Sedangkan di tingkat kota yakni Malang sebagai terbaik pertama; Palu terbaik kedua; dan Metro terbaik ketiga.

Pemenang PPD 2024 dipilih berdasarkan evaluasi komprehensif dan kreatif atas perencanaan pembangunan daerah. PPD dinilai mendorong pemda menyusun perencanaan yang lebih konsisten, komprehensif, terukur, dan dapat diimplementasikan, serta mendorong sinergi dan sinkronisasi antara perencanaan pusat dan daerah.

"Khusus sinkronisasi ini, pada Oktober nanti, akan ada pemerintahan baru yang akan melanjutkan pemerintahan saat ini. Secara timing, dari penyusunan RKP, KEM PPKF untuk RAPBN 2025 diselesaikan oleh pemerintahan saat ini. Telah ada arahan agar RKP ke depan juga memasukan visi misi dan arahan pemerintah yang akan berlanjut," pungkas Suahasil. (Mir/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat