Kritik PDIP jadi Peringatan agar Keberpihakan Presiden Jangan Vulgar
![Kritik PDIP jadi Peringatan agar Keberpihakan Presiden Jangan Vulgar](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/05/1a1c2eab783e808531369a4a9ce623c3.jpg)
POLITIKUS PDI Perjuangan Adian Napitupulu mengkritik relawan Jokowi yang menarik-narik PRESIDEN Joko Widodo untuk urusan capres. Presiden diharapkan mampu memisahkan kepentingan politik dan perannya sebagai kepala negara dan pemerintahan. Senada, pengamat politik dari Universitas Trunojoyo, Surokim Abdussalam, pun setuju bahwa presiden harus bersikap netral.
“Presiden memang sudah sewajarnya bertindak netral sesuai koridor, tetapi di mana pun presiden berkepentingan terhadap siapa yang akan menjadi suksesornya karena terkait dengan keberlanjutan legacy-legacynya,” kata Surokim.
Bahwa Presiden Jokowi berkepentingan untuk mendorong, mendukung para suksesornya secara ‘tipis-tipis’ adalah strategi dia mempengaruhi opini publik.
Baca juga: Kata Gerindra, Jokowi Masih Setengah Hati Dukung Ganjar
“Presiden Jokowi memang harus bermain cantik dan hati-hati dalam konteks ini agar pesan-pesan tidak menjadi vulgar, yang nanti bisa berbalik menyerang presiden sendiri,” tandas Surokim.
Sebelumnya, Relawan Jokowi mengadakan acara puncak Musra, yang dihadiri Presiden Jokowi. Dalam acara tersebut, dia menerima tiga nama dengan suara tertinggi hasil pilihan relawannya dalam acara tersebut. Mereka yakni Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Airlangga Hartarto. Pada kesempatan itu Jokowi belum mau mengungkap satu nama pilihannya.
Baca juga: Presiden Mesti Junjung Politik Negara
"Jadi saya terus terang ini harus kita berikan waktu kepada partai atau gabungan partai untuk menyelesaikan urusan capres dan cawapres seperti apa," kata Jokowi.
Gelaran Musra tersebut dikecam oleh politikus PDI Perjuangan Adian Napitupulu. Ia mengkritik relawan Jokowi yang menarik-narik Presiden Jokowi untuk urusan capres. Pasalnya para relawan potensial menjerumuskan Presiden Jokowi. Relawan Jokowi, ujar Adian, seharusnya tidak menarik-narik Presiden Jokowi untuk urusan capres. Sebab, menurutnya, itu tak etis. Adian meyakini, Jokowi tak akan memberikan arahan terkait capres kepada para relawannya sampai kapan pun. Adian menyebut Jokowi sadar akan posisinya sebagai presiden.
Perjelas Batasan
Sementara itu, Direktur Eksekutif Paramater Politik Adi Prayitno menilai sampai saat ini belum ada aturan yang menegaskan dalam batas mana seorang presiden itu boleh atau tidak intervensi atau cawe-cawe dalam urusan politik. Menurutnya, presiden mempunyai dua sisi sebagai negarawan sekaligus politikus.
"Satu sisi presiden memang harus menunjukkan wajah yang negarawan, kenegarawanan, yang dibicarakan juga adalah politik kebangsaan, tapi kita juga tidak bisa menutup mata bahwa presiden itu adalah pejabat publik yang berasal dari partai. Yang sangat tidak mungkin kalau tidak bicara soal politik dan tidak mungkin kalau tidak bicara tentang politik partisan," terangnya.
Oleh sebab itu, perdebatan yang mengemuka bukan lagi persoalan hukum, melainkan pada sisi etika politik.
"Cuma problemnya perdebatan etik itu tidak terukur, karena setiap orang dan hampir setiap partai persoalan etik itu sudah dimiliki oleh masing-masing," sambungnya.
Bagi kelompok yang berlawanan, presiden dinilai tidak boleh mengintervensi dan cawe-cawe dalam urusan politik. Bagi kelompok yang pro dan mendukung pemerintahan, etika politik diterapkan sepanjang tidak melanggar hukum.
"Jadi kalaupun toh Jokowi memberikan endorsement dan mendukung calon, selama tidak melanggar hukum, itu juga bagian dari etika politik," tandasnya.
Menurut Adi, hal ini menjadi rumit. Pasalnya, perdebatan etika itu tidak akan ada habisnya, karena semua orang punya aturan dan ukuran masing-masing soal etika. Oleh sebab itu, diperlukan aturan yang jelas mengatur batasan politik praktis yang boleh atau tidak boleh dilakukan presiden.
"Oleh karena itu saya kira ke depan memang perlu aturan sejauh mana presiden boleh dan tidak ikut terlibat dalam urusan politik. Bukan hanya presiden saya kira, menteri, anggota dewan, termasuk kepala daerah. Mereka juga pejabat publik yang rentan akan cawe-cawe, terlibat dalam ukuran politik partisan," tegasnya. (RO/Z-7)
Hal itu patut dilakukan untuk menghindari kegaduhan publik yang hampir selalu muncul dalam perhelatan pemilihan presiden.
"Makanya ini yang saya kira penting untuk dilihat bahwa harus dibikin aturannya ke depan. Supaya publik tidak selalu gaduh kalau jelang pemilu seperti ini," pungkasnya. (RO/Z-7)
Terkini Lainnya
Perjelas Batasan
Indonesia Quality Tourism Fund akan Dibentuk, Dana Awal Rp2 Triliun
Tanggapi Kekhawatiran Pengusaha atas Dampak UU KIA, Presiden: Harus Hargai Perempuan, Ibu Mengandung
Kebijakan HGT untuk 7 Sektor Dilanjutkan, dari Pupuk hingga Karet
Ditanya Restu ke Kaesang Maju Pilkada, Jokowi: Tugas Orangtua Hanya Mendoakan
Presiden PKS Klarifikasi Dukungan ke Bobby Nasution di Pilgub Sumut
Menkes Sebut Aturan Turunan UU Kesehatan Rampung Agustus 2024
Apresiasi dan Keberlanjutan ILUNI SSP Menjadi Katalisator Indonesia Emas 2045
Musyawarah dan Mufakat: Esensi Sila Keempat Pancasila
Musyawarah Adalah: Manfaat, Tujuan, dan Contoh
Ini Solusi Jika Pengambilan Keputusan PHPU Presiden di MK Buntu
Tidak Lantik Pengurus, Pimpinan DPN Peradi Digugat Anggotanya
Lembaga Adat Suku Amungme Nyaman Ausilius You Jadi PJ Bupati Mimika
Setelah Menang Presiden, Pezeshkian Kini Menghadapi Jalan Terjal
Grand Sheikh Al Azhar: Historis dan Misi Perdamaian Dunia
Kiprah Politik Perempuan dalam Pusaran Badai
Program Dokter Asing: Kebutuhan atau Kebingungan?
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap