visitaaponce.com

Kritik PDIP jadi Peringatan agar Keberpihakan Presiden Jangan Vulgar

Kritik PDIP jadi Peringatan agar Keberpihakan Presiden Jangan Vulgar
Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato pada puncak acara Musyawarah Rakyat (Musra) di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (14/5/2023).(ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A )

POLITIKUS PDI Perjuangan Adian Napitupulu mengkritik relawan Jokowi yang menarik-narik PRESIDEN Joko Widodo untuk urusan capres. Presiden diharapkan mampu memisahkan kepentingan politik dan perannya sebagai kepala negara dan pemerintahan. Senada, pengamat politik dari Universitas Trunojoyo, Surokim Abdussalam, pun setuju bahwa presiden harus bersikap netral. 

“Presiden memang sudah sewajarnya bertindak netral sesuai koridor, tetapi di mana pun presiden berkepentingan terhadap siapa yang akan menjadi suksesornya karena terkait dengan keberlanjutan legacy-legacynya,” kata Surokim. 

Bahwa Presiden Jokowi berkepentingan untuk mendorong, mendukung para suksesornya secara ‘tipis-tipis’ adalah strategi dia mempengaruhi opini publik. 

Baca juga: Kata Gerindra, Jokowi Masih Setengah Hati Dukung Ganjar

“Presiden Jokowi memang harus bermain cantik dan hati-hati dalam konteks ini agar pesan-pesan tidak menjadi vulgar, yang nanti bisa berbalik menyerang presiden sendiri,” tandas Surokim.

Sebelumnya, Relawan Jokowi mengadakan acara puncak Musra, yang dihadiri Presiden Jokowi. Dalam acara tersebut, dia menerima tiga nama dengan suara tertinggi hasil pilihan relawannya dalam acara tersebut. Mereka yakni Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Airlangga Hartarto. Pada kesempatan itu Jokowi belum mau mengungkap satu nama pilihannya.

Baca juga: Presiden Mesti Junjung Politik Negara

"Jadi saya terus terang ini harus kita berikan waktu kepada partai atau gabungan partai untuk menyelesaikan urusan capres dan cawapres seperti apa," kata Jokowi.

Gelaran Musra tersebut dikecam oleh politikus PDI Perjuangan Adian Napitupulu. Ia mengkritik relawan Jokowi yang menarik-narik Presiden Jokowi untuk urusan capres. Pasalnya para relawan potensial menjerumuskan Presiden Jokowi. Relawan Jokowi, ujar Adian, seharusnya tidak menarik-narik Presiden Jokowi untuk urusan capres. Sebab, menurutnya, itu tak etis. Adian meyakini, Jokowi tak akan memberikan arahan terkait capres kepada para relawannya sampai kapan pun. Adian menyebut Jokowi sadar akan posisinya sebagai presiden.

 

Perjelas Batasan 

Sementara itu, Direktur Eksekutif Paramater Politik Adi Prayitno menilai sampai saat ini belum ada aturan yang menegaskan dalam batas mana seorang presiden itu boleh atau tidak intervensi atau cawe-cawe dalam urusan politik. Menurutnya, presiden mempunyai dua sisi sebagai negarawan sekaligus politikus.

"Satu sisi presiden memang harus menunjukkan wajah yang negarawan, kenegarawanan, yang dibicarakan juga adalah politik kebangsaan, tapi kita juga tidak bisa menutup mata bahwa presiden itu adalah pejabat publik yang berasal dari partai. Yang sangat tidak mungkin kalau tidak bicara soal politik dan tidak mungkin kalau tidak bicara tentang politik partisan," terangnya.

Oleh sebab itu, perdebatan yang mengemuka bukan lagi persoalan hukum, melainkan pada sisi etika politik. 

"Cuma problemnya perdebatan etik itu tidak terukur, karena setiap orang dan hampir setiap partai persoalan etik itu sudah dimiliki oleh masing-masing," sambungnya.

Bagi kelompok yang berlawanan, presiden dinilai tidak boleh mengintervensi dan cawe-cawe dalam urusan politik. Bagi kelompok yang pro dan mendukung pemerintahan, etika politik diterapkan sepanjang tidak melanggar hukum.

"Jadi kalaupun toh Jokowi memberikan endorsement dan mendukung calon, selama tidak melanggar hukum, itu juga bagian dari etika politik," tandasnya.

Menurut Adi, hal ini menjadi rumit. Pasalnya, perdebatan etika itu tidak akan ada habisnya, karena semua orang punya aturan dan ukuran masing-masing soal etika. Oleh sebab itu, diperlukan aturan yang jelas mengatur batasan politik praktis yang boleh atau tidak boleh dilakukan presiden.

"Oleh karena itu saya kira ke depan memang perlu aturan sejauh mana presiden boleh dan tidak ikut terlibat dalam urusan politik. Bukan hanya presiden saya kira, menteri, anggota dewan, termasuk kepala daerah. Mereka juga pejabat publik yang rentan akan cawe-cawe, terlibat dalam ukuran politik partisan," tegasnya. (RO/Z-7)

Hal itu patut dilakukan untuk menghindari kegaduhan publik yang hampir selalu muncul dalam perhelatan pemilihan presiden.

"Makanya ini yang saya kira penting untuk dilihat bahwa harus dibikin aturannya ke depan. Supaya publik tidak selalu gaduh kalau jelang pemilu seperti ini," pungkasnya. (RO/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat