visitaaponce.com

Syukuri Perjalanan Dua Dekade, Maarif Institute Luncurkan Buku tentang Kebhinekaan

Syukuri Perjalanan Dua Dekade, Maarif Institute Luncurkan Buku tentang Kebhinekaan
Acara peluncuran buku Katalisator Perekat Kebinekaan Membangun Generasi Inklusif oleh Maarif Institute.(Maarif Institute)

Tahun ini, Maarif Institute genap berusia 20 tahun. Sepanjang perjalanannya, lembaga tersebut teguh berkomitmen menjadi salah satu pilar bangsa yang bergerak untuk kerja-kerja kemanusiaan seperti merawat kebhinekaan, mendorong penegakan HAM, memperjuangkan kebebasan beragama dan menyosialisasikan watak dan ciri khas Islam Indonesia sebagai agama rahmatan li al-alamin, inklusif, dan toleran.

Dalam rangka mensyukuri dua dekade tersebut, Maarif Institute meluncurkan buku berjudul Katalisator Perekat Kebinekaan Membangun Generasi Inklusif.  Buku yang ditulis Abdul Mu’ti (Pusat Pimpinan Muhammadiyah), Musdah Mulia (Aktivis Perempuan), Alissa Wahid (Jaringan Gusdurian), dan kawan-kawan lainnya itu berkisah tentang perjalanan lembaga dalam mengawal pikiran-pikiran Buya Syafii tentang ke-Indonesia-an, keagamaan dan kemanusiaan. Tujuannya tidak lain untuk menampilkan karakter bangsa yang moderat.  

Pengurus Yayasan Ahmad Syafii Maarif, Suyoto, dalam sambutan saat peluncuran buku, menyampaikan rasa syukur yang mendalam kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena di usia dua dekade ini, Maarif Institute telah berkomitmen untuk menyebarluaskan gagasan-gagasan Buya Syafii. Hal tersebut, menurutnya, tentu tidak mudah di tengah tantangan dan dinamika berbagai ragam persoalan yang berkembang di tanah air.

Baca juga: Jaksa Agung: Hari Lahir Pancasila Jangan Cuma Sekadar Seremoni

“Selamat ulang tahun MAARIF Institute, Semoga Tuhan terus memudahkan perjalanan Maarif untuk tidak berhenti berkarya serta menerangi perjalanan bangsac" ucap Suyoto.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Maarif institute Rohim Ghazali mengatakan seluruh upaya yang oleh institusinya adalah bentuk ikhtiar untuk merealisasikan gagasan besar Buya Syafii yang terangkum dalam konsep keislaman, ke-Indonesia-an, dan kemanusiaan.

Baca juga: Presiden: Pancasila Kunci Stabilitas Negara

“Sebagaimana layaknya sebuah organisasi, tentu masih ada kekurangan dan ketidaksempurnaan yang bisa dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk proyeksi ke depan. Terlebih, selama perjalanan dua dekade terakhir ini dunia telah berkembang sangat cepat. Salah satu pendorong perubahan adalah revolusi teknologi informasi dan telekomunikasi,” terang Rohim.

Denagn kepergian Buya Syafii setahun yang lalu, Rohim menekankan bahwa semua orang yang berkecimpung di Maarif Institute adalah pewaris.

"Kita bukan hanya mewariskan pemikiran-pemikiran Buya Syafii yang sangat brilian dan kritis dalam menyoroti masalah-masalah bangsa, tetapi juga mewariskan keteladanan dan kesederhanaan. Kita bukan sekedar mengenang tapi juga bagaimana bisa melanjutkan pemikiran Buya Syafii," tegasnya.

Penulis Buku Ensiklopedia Muslimah Reformis Musda Mulia menuturkan, sebagai orang yang sering dilibatkan dalam berbagai program Maarif Institute, ada banyak kegiatan yang dilakukan lenbaga tersebut demi memperkuat literasi agama masyarakat.  

Secara hakekat, menurutnya, itu seharusnya menjadi tugas pemerintah sesuai tujuan bernegara.

"Namun, kita semua sadar, pemerintah memiliki banyak keterbatasan sehingga masyarakat sipil diharapkan berpartisipasi aktif membangun bangsa. Di sinilah Maarif Institute menunjukkan kepeduliannya sebagai elemen masyarakat sipil yang berkiprah untuk kecerdasan bangsa dan kemajuan peradaban manusia," jelasnya.

Sementara, Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-gereja Jacky Manuputty melihat bahwa selama dua dekade, Maarif Institute sudah bekerja untuk menggerakan gairah intelektualisme dan mengembangkan Islam berkemajuan yang progresif, toleran dan anti kekerasan melalui Sekolah Kebudayaan dan Kemanusiaan (SKK) Ahmad Syafii Maarif dan berbagai program lainnya.  

“Tantangan ke depan tentu tidak ringan. Kita harus terus menggelorakan gagasan dan keteladanan Buya Syafii melalui manajemen pengetahuan dan pengelolaan tata-laku untuk memperkuat kohesi sosial. Ini terus digerus oleh praktik-praktik intoleransi, persekusi, dan narasi kebencian berbasiskan agama yang masih marak terjadi di Indonesia, terutama ketika kita menghadapi tantangan tahun politik menuju ke Pemilihan Umum 2024 saat ini”, tandasnya. (Z-11)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat