visitaaponce.com

Gagal Menikmati Pensiun Gegara Duit Rp88,3 Miliar

Gagal Menikmati Pensiun Gegara Duit Rp88,3 Miliar
Henri Alfiandi yang seharusnya bulan depan menikmati masa pensiun, kini harus berada di balik jeruji karena terjaring OTT KPK.(Medcom/Candra)

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Henri Alfiandi sebagai tersangka kasus pengadaan barang dan jasa di instansinya. Status hukum itu membuatnya gagal menikmati masa pensiun.

Henri sejatinya sudah menerima surat keputusan pemberhentian dan pengangkatan jabatan di lingkungan TNI karena pensiun. Marsdya TNI Kusworo juga sudah disiapkan untuk mengganti Henri sebagai Kepala Basarnas.

Namun, penggantian itu belum resmi. Sebab, belum ada serah terima jabatan atau sertijab yang dilakukan.

Baca juga: KPK Bakal Bahas Kasus Kepala Basarnas Bareng Panglima TNI

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan status pensiun Henri baru berlaku pada Agustus 2023. Sehingga, dia masih berstatus sebagai Kepala Basarnas yang bisa diproses hukum.

"Kan pensiunnya bulan ini, tapi biasanya itu terhitung mulai bulan depan, tanggal 1 Agustus," kata Alex di Jakarta, Kamis (27/7).

Baca juga: KPK Sebut Penetapan Kabasarnas Sebagai Tersangka Suap Sudah Direstui Puspom TNI

Alex menjelaskan pihaknya telah mempertimbangkan masa pensiun Henri saat menetapkannya sebagai tersangka. Selain itu, penerimaan suap terjadi saat dia masih aktif sebagai anggota TNI dan menjabat sebagai Kepala Basarnas.

"Kan kita ada tempus delicti, kejadiannya itu kan kejadiannya di lihat dari situ, pada saat kejadian yang bersangkutan masih aktif, makanya tunduk pada ketentuan-ketentuan di TNI, makanya tadi kita koordinasi," ucap Alex.

Henri diketahui menerima suap dari tiga proyek yang dilaksanakan pada 2023. KPK juga menemukan adanya bukti penerimaan uang panas dalam periode 2021 sampai 2023.

Terima Rp88,3 miliar

Henri diduga menerima Rp88,3 miliar dalam kasus ini. Aliran dana itu dibantu Koorsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto yang merupakan tangan kanannya.

Alexander Marwata menjelaskan uang itu diterima Henri dalam waktu tiga tahun. Pemberinya masih didalami penyidik. "Dari berbagai vendor pemenang proyek, dan hal ini akan didalami lebih lanjut," ucap Alex, kemarin.

Alex juga menjelaskan pendalaman tidak bisa dilakukan sendiri. KPK wajib bekerja sama dengan penyidik Puspom Mabes TNI karena proses hukum Henri mengacu pada peradilan militer.

Koordinasi dengan Panglima TNI

KPK bakal bertemu dengan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono untuk membahas kasus suap pengadaan barang dan jasa yang menjerat Henri. Pembahasan dijadwalkan pekan depan.

"Minggu depan kami akan agendakan bertemu dengan Panglima TNI untuk membahas persoalan ini," kata Alex.

Alex mengatakan pihaknya akan membahas perihal penanganan hukum untuk petinggi TNI yang ditugaskan di instansi lain. Dia berharap bakal ada kesepakatan bersama yang terjalin nanti.

"Kita ketahui ada beberapa lembaga pemerintahan yang memang ada dari para pejabat atau perwira TNI dikaryakan di lembaga pemerintah yang lain. Tidak tertutup kemungkinan terjadi hal demikian lagi," ucap Alex.

Kronologi kasus

KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus yakni Kepala Basarnas Henri Alfiandi, Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil, dan Koorsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto.

Kasus ini bermula ketika Basarnas melaksanakan beberapa proyek pada 2023. Proyek pertama yakni pengadaan peralatan deteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.

Lalu, proyek pengadaan public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp17,3 miliar. Terakhir, pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha senilai Rp89,9 miliar.

Mulsunadi, Marilya, dan Roni yang ingin mendapatkan proyek itu melakukan pendekatan secara personal dengan Henri melalui Afri. Lalu, timbullah kesepakatan jahat dalam pembahasan yang dibangun.

Ketiga orang itu diminta Henri menyiapkan fee 10% dari nilai kontrak. Duit itu membuat mereka mendapatkan proyek dengan mudah.

KPK juga menemukan penerimaan lain yang dilakukan Henri dalam periode 2021 sampai 2023. Totalnya ditaksir mencapai Rp88,3 miliar.

Dalam kasus ini, Mulsunadi, Marilya, dan Roni disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara itu, Henri dan Afri penanganannya bakal dikoordinasikan dengan Puspom TNI. Kebijakan itu dilakukan berdasarkan aturan yang berlaku. (Z-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat