visitaaponce.com

YLBHI Praktek Bernegara Hukum Semakin Ugal-ugalan

YLBHI: Praktek Bernegara Hukum Semakin Ugal-ugalan
Ketua YLBHI Muhammad Isnur dalam diskusi daring(Siti Yona Hukmana / Medcom)

YAYASAN Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) memandang negara hukum Indonesia semakin lama semakin buruk. Hal itu disampaikannya dalam diskusi gelar situasi hukum dan HAM 2023 dari enam region, Papua, Sulawesi-Maluku, Kalimantan, Bali-Nusa Tenggara, Jawa dan Sumatra.

"Semakin ke sini arahnya semakin ugal-ugalan praktek bernegara hukumnya," kata Ketua YLBHI Muhammad Isnur dalam diskusi daring, Jumat (8/12). 

Isnur mengatakan hal itu terealisasi dengan upaya melanggengkan kekuasaan. Dia menilai perbuatan melanggengkan kekuasaan menimbulkan kekacauan luar biasa.

Baca juga : 5 Kedudukan Pancasila sebagai Dasar Negara, Makna dan Penjelasan

"Kita lihat dengan misalnya bagaimana MK (Mahkamah Konstitusi) dalam putusan terkait kategori atau prasyarat cawapres itu bagaimana dibiarkan sedemikian rupa," ujar Isnur.

Baca juga : Pemberantasan Korupsi Mesti jadi Prioritas Capres/Cawapres

Menurutnya, praktik itu merusak sistem secara fondasi. Pasalnya, MK yang produk hasil reformasi sejatinya diharapkan bisa menjaga hak-hak warga.

"Tapi, justru menjadi alat untuk melanggengkan kekuasaan," ungkapnya.

Ketua MK Anwar Usman mengabulkan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait batas usia capres-cawapres yang diajukan mahasiswa UNS bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Almas. MK menyatakan batas usia capres-cawapres tetap 40 tahun, kecuali sudah berpengalaman sebagai kepala daerah di tingkat provinsi, yakni gubernur atau wakil gubernur.

Putusan Anwar memuluskan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) melenggang menjadi cawapres pada Pemilu 2024. Putusan Anwar digugat sejumlah advokat. Anwar dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat dan perilaku hakim konstitusi dalam penanganan perkara 90 soal pengujian syarat usia calon presiden dan wakil presiden. Anwar dicopot dari jabatan Ketua MK.

"Jadi, bagaimana ketua MK berani melanggar etik secara berat dan diputus secara berat, tapi tidak berhenti. Bahkan melakukan serangan-serangan balik kepada orang atau pimpinan yang barunya. Ini jelas konstitusi Jadi semakin irelevan, nggak dipakai oleh pemerintah," ungkapnya. (Z-8)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat