visitaaponce.com

Mayoritas Publik Nilai Politik Dinasti Bahayakan Demokrasi

Mayoritas Publik Nilai Politik Dinasti Bahayakan Demokrasi
Keluarga inti Presiden Joko Widodo di gedung DPR tahun 2019.(MI)

LEMBAGA Arus Survei Indonesia (ASI) menggelar survei di Pulau Jawa (Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur). Survei yang digelar pada 28 November-5 Desember 2023 itu menyebut mayoritas publik di Pulau Jawa menilai politik dinasti membahayakan masa depan demokrasi.

“Sebanyak 60,0% publik di Pulau Jawa mengatakan bahwa politik dinasti membahayakan masa depan demokrasi, sementara yang mengatakan tidak membahayakan masa depan demokrasi 29,7%, adapun yang mengaku tidak tahu/tidak jawab 10,3%,” kata Direktur Eksekutif Arus Survei Indonesia, Ali Rif’an, Selasa (12/12).

Sementara itu, pengajar Departemen Politik Fisip Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi Kusman, menyebut prediksi Pilpres 2024 akan berjalan satu putaran hampir tidak mungkin terjadi mengingat jarak antar pasangan yang masih dalam margin of error.

Baca juga: Pengamat: Pembegalan Hukum oleh Kekuasaan Bertentangan dengan Nafas Pancasila

Temuan yang menarik lain, faktor yang paling mempengaruhi pilihan capres yakni: Program kerja (30,7%), berkarakter jujur dan dapat dipercaya (19,5%) dan pengalaman di pemerintahan (10,6%).

“Hal itu memperlihatkan bahwa tampilnya politik gagasan, integritas dan kualitas rekam jejak menjadi sangat penting, sementara kampanye pilpres banyak didominasi oleh politik gimmick seperti joget gemoy yang tidak menampilkan substansi politik sama sekali,” ungkap Airlangga.

Baca juga: Buntut Dinasti Politik DIY, Kaesang Minta Ade Armando Cabut dari PSI

Airlangga menerangkan fakta tersebut memperlihatkan mengapa pemilih banyak yang masih mudah berubah atau swing voter sebesar (44%) dan undecided voter sebesar (8,7%). Menurutnya, publik masih tidak puas dengan kampanye pilpres yang disuguhkan.

Terkait bahaya politik dinasti di masa kepemimpinan Jokowi membuktikan telah terjadi persoalan etis dan pencederaan demokrasi.

“Problemnya adalah bagaimana membangun kekhawatiran terhadap problem pelemahan demokrasi ini menjadi bagian kesadaran kritis masyarakat sipil,” terangnya.

“Apalagi hal ini ditambah oleh kekhawatiran publik atas intervensi aparat negara sebesar 47% yang dapat menciderai pemilu yang jujur dan adil serta membajak jaminan atas jaminan hak politik rakyat,” tandasnya.

(Z-9)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat