Indonesia Menuju Negara Otoritarianisme
![Indonesia Menuju Negara Otoritarianisme](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/12/30792d689179a041c634255f69764482.jpeg)
KLAIM Presiden Joko Widodo yang mengatakan pemerintah tidak pernah melakukan pembatasan hak berbicara masyarakat, bahkan mencaci maki presiden, dimentahkan sejumlah pihak. Sejumlah fakta di lapangan menunjukkan hal yang berbeda 180 derajat. Bahkan, Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi disebut mengarah sebagai negara otoritarianisme.
Ketua Pusat Kajian Demokrasi, Konstitusi, dan Hak Asasi Manusia (Pandekha) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yance Arizona menjelaskan proses hukum terhadap aktivis HAM Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti serta intimidasi kepada seniman Butet Kartaredjasa adalah bentuk dari pembatasan hak sipil politik masyarakat.
Padahal, dalam negara yang menjunjung tinggi demokrasi, pemerintah harus bersikap pasif terhadap hak sipil politik masyarakat. Boleh jadi, lanjut Yance, tidak ada instruksi langsung secara tertulis dari pemerintah yang mengekang kebebasan hak sipil politik masyarakat, misalnya melalui peraturan pemerintah atau peraturan presiden.
Baca juga: Jokowi Menyiratkan Sepaham dengan Anies soal Kebebasan Berpendapat
Namun, praktiknya di lapangan tidak terejawantah. Ia berpendapat, pembatasan kebebasan masyarakat di era Jokowi menunjukkan adanya otoritarianisasi. Bagi Yance, otoritarianisasi berbeda dengan otoritarianisme
"Dalam negara otoritarianisme, (sifat) otoritariannya sudah terbentuk, tapi otoritarianisasi lebih kepada sebuah proses yang menunjukkan sejumlah bukti kita sudah mengarah ke situ," ujarnya saat dihubungi Media Indonesia, Jumat (15/12).
Baca juga: Janjikan Kebebasan Berpendapat, Anies : Wakanda No More, Indonesia Forever
Bagi Yance, negara demokrasi dan otoritarian sama-sama menjamin kebebasan berekspresi masyarakat lewat peraturan perundang-undangan. Namun, yang membedakan adalah sejauh mana kebebasan itu dapat dinikmati masyarakat. Menggunakan contoh anekdotal, ia menyebut kebebasan berekspresi di negara maju dinikmati masyarakat kapan saja.
"Kalau di negara otoritarian, kebebasan berbicara itu dinikmati sebelum mereka berbicara. Artinya, setelah mereka berbicara belum tentu bebas," jelasnya.
"Freedom of speech-nya sama-sama diatur, tapi freedom after speech-nya enggak ada jaminan," pungkasnya.
Dihubungi terpisah, pakar politik senior, Ikrar Nusa Bhakti mengatakan, kebebasan sipil tidak hanya diukur lewat nihilnya proses hukum kepada masyarakat yang mengkritik presiden. Sebab, banyak indikator yang digunakan untuk mengukur indeks demokrasi. Menyitir Indeks Demokrasi versi Economist Intelligence Unit, Indonesia masih dikategorikan sebagai flawed democray atau demokrasi cacat.
"Di pemerintahan yang (periode) kedua, kita tahu Jokowi melakukan politik akomodasi yang memasukan Prabowo dan Sandiaga Uno ke dalam kabinet. Hampir-hampir tidak ada balance of power antara eksekutif dan legislatif," jelasnya.
Adapun Rocky Gerung, akademisi yang lantang menyarakan kritik ke Jokowi, melalui pesan singkat menyebut klaim Presiden terkait kebebasan berekspresi masyarakat berlawanan jalan dengan praktik di lapangan.
Klaim Jokowi itu disampaikan menanggapi pernyataan calon presiden (capres) dari Koalisi Perubahan, Anies Baswedan saat debat capes pertama pada Selasa (12/12) yang menyinggung menurunnya indeks demokrasi Indonesia. Presiden menyebut tidak pernah melakukan pembatasan masyarakat untuk berbicara
"Kita ini kan tidak pernah melakukan pembatasan-pembatasan apapun, dalam berbicara, dalam berpendapat, ada yang maki-maki presiden, ada yang caci-maki presiden, ada yang merendahkan presiden, ada yang menjelekkan juga biasa-biasa saja," aku Jokowi. (Tri/Z-7)
Terkini Lainnya
Presiden Jokowi Diminta Bijak Soroti Kasus Korupsi
Sekjen PKS Sebut Presiden Jokowi Gerilya Sodorkan Kaesang untuk Pilkada DKI Jakarta
Viral Ambulans Disuruh Mengalah pada Rombongan Jokowi, Istana Minta Maaf
Mentan Amran Dampingi Presiden Tinjau Program Pompanisasi di Kotawaringin Timur
Presiden Jokowi Cek Pasar dan RSUD di Kalimantan Tengah
Presiden Kumpulkan Menteri di Istana Bahas Solusi PHK Massal
Indonesia Berada di Persimpangan Demokrasi dan Otoritarian
Nasib Perempuan di Demokrasi Bercorak Otoriter
Demokrasi Terancam Hilang, Sudirman Said Minta Masyarakat Koreksi Kepemimpinan Jokowi
HAM, “Lustration Law”, dan Pemilu
Sekarat Demokrasi
Ngariksa Peradaban Nusantara di Era Digital
Manajemen Haji dan Penguatan Kelembagaan
Integrative & Functional Medicine: Pendekatan Holistik dalam Pengobatan Kanker
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Huluisasi untuk Menyeimbangkan Riset Keanekaragaman Hayati di Indonesia
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap