Diksi Wakanda dan Konoha Lahir dari Ancaman Kebebasan Berpendapat
![Diksi Wakanda dan Konoha Lahir dari Ancaman Kebebasan Berpendapat](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/12/b790555279949a647015f528101e4607.jpg)
KETUA Umum Jaringan Media Siber Indonesia, Teguh Santosa menyatakan di Indonesia saat ini, ada ancaman bagi kebebasan setelah berbicara dalam alam demokrasi.
Menurut Teguh ancaman itu bukan muncul ketika berbicara, tapi setelah berbicara.
Baca juga: Pernyataan Jokowi soal Kebebasan Berpendapat Salah Besar
Karena itu, lanjut Teguh, di kalangan aktivis maupun warga yang kritis digunakan istilah-istilah yang berfungsi menyamarkan, ketika mereka berpendapat.
"Istilah-istilah seperti Wakanda dan Konoha pun lahir, yang menggambarkan bahwa kondisi saat ini tak menguntungkan bagi siapapun yang menyinggung tokoh yang terlanjur dianggap merakyat dan populis," ungkap Teguh dalam podcast Narada Syndicate yang dipandu oleh Kusfiardi, Sabtu (23/12),
Baca juga: Revisi UU ITE Landasan Komprehensif untuk Sertifikasi Elektronik
Teguh melanjutkan, persoalan terkait kebebasan setelah berbicara juga ditandai dengan banyak munculnya buzzer-buzzer anonim di dunia digital.
Meskipun, ada juga dari buzzer-buzzer itu yang menggunakan akun asli.
Teguh pun menyatakan, kondisi ini tak bisa dilepaskan dari demokrasi liberal. Dia mengatakan, setelah reformasi semua aspek diliberalisasi, termasuk politik.
Dari liberalisasi politik ini juga, sosok Joko Widodo (Jokowi) muncul sebagai sosok yang dianggap populis dan antitesis para penguasa di masa sebelumnya yang elitis.
"Namun harus diingat, demokrasi itu tidak mengenal Satrio Piningit. Dalam demokrasi, semua orang harus jelas track recordnya. Tak bisa dibikin bubble," ujar Teguh.
Teguh pun mengungkapkan, kondisi semacam ini muncul salah satunya karena banyak pihak menganggap Orde Baru sudah selesai setelah Soeharto lengser dari kursi kepresidenan pada 1998.
Setelah itu, Pemilu 1999, Pemilu 2004 maupun Pilkada Langsung dianggap sebagai 'obat' bagi kehidupan bernegara.
"Kita fokus pada pergantian Presiden, tapi kita lupa yang sesungguhnya kita perangi itu kata sifat," pungkasnya. (P-3)
Terkini Lainnya
5 Alasan Konoha Disamakan dengan Indonesia
Calon Kepala Daerah Butuh Kematangan Jiwa Raga
HUT Bhayangkara, Presiden Minta Polri Sukseskan Pilkada dan Jaga Netralitas
Gelar Kongres, NasDem Usung Sinergi Membangun Bangsa
Jokowi Diminta Berhenti Cawe-Cawe dan Melakukan Nepotisme di Pilkada
Jelang Pilkada, Rakyat Diminta Sadar dari Hipnotis Politik Populisme ‘ala Jokowi’
Kekeliruan Pemahaman Demokrasi Post-Secular dan Agenda Kesetaraan melalui Konsesi Tambang
Pemilu Iran: Pertarungan Dua Kubu Politik yang Sangat Berjarak
Spirit Dedikatif Petugas Haji
Arti Penting Kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap