visitaaponce.com

Orde Baru dan Neo Orba, Ini Perbedaannya

Orde Baru dan Neo Orba, Ini Perbedaannya
Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta(Dok.MI)

ISTILAH Neo Orde Baru (Orba) ramai dibicarakan pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang diduga sebagai jalan tol pencalonan Gibran Rakabuming Raka. Menteri Negara Riset dan Teknologi era Gus Dur Muhammad Athoillah Shohibul Hikam membeberkan perbandingan Orba dan Neo Orba.

“Dari dua ini jelas ada perbedaan yang cukup kualitatif karena setidaknya karena neo atau yang disangka ini mempunyai semacam basis normatif sebagai konstitusional,” ujar Hikam dalam diskusi virtual yang dikutip Rabu, 24 Januari 2024.

Menurut dia, ada perbedaan mendasar dalam sistem politik, di mana Orba menggunakan sistem politik yang didasari kekuatan militer. Sementara itu, Neo Orba, yang muncul saat ini cenderung menggunakan formal konstitusional demokrasi.

Baca juga: 

Para aktivis 98

Aktivis 98: Ada Capres yang Berpotensi Bawa Indonesia Kembali ke Era Orba

Kedua soal kebijakan pembangunan ekonomi, Orde Baru menerapkan sistem ekonomi kapitalis yang berbasis pada intervensi negara bercampur dengan kekuatan kapital swasta. Sementara itu, Neo Orba dilakukan dengan restrukturisasi ekonomi  dan pembangunan ekonomi atau bisa disebut neoliberalisme.

Ketiga yaitu ideological hegemony yang dilakukan Presiden Jokowi yaitu memberi kebebasan interpretasi soal nilai Pancasila dan UUD 1945. Dengan kata lain, upaya melanggengkan kekuasaan oleh Jokowi dilakukan melalui jalur-jalur konstitusional, berbeda dengan orde baru Soeharto yang banyak melanggar konstitusi.

Baca juga: 

Para aktivis 98

Aktivis 98: Ada Capres yang Berpotensi Bawa Indonesia Kembali ke Era Orba

“Walaupun di sini sempat ada upaya agar tafsir nilai Pancasila ini dibangkitkan lagi,” tuturnya.

Prof Hikam menyebut Presiden Jokowi berupaya membangun dinasti politik, tetapi dengan cara-cara yang berbeda dengan Soeharto. Hal ini juga yang kemudian membuat masyarakat terbagi, ada yang pro dan kontra.

Co-Founder Forum Intelektual Muda Muhammad Sutisna mengatakan, diskusi terkait dengan neo orba di Pilpres 2024 ini berangkat dari kegelisahan anak-anak muda terhadap penguasa yang berupaya membangun dinasti politik.

Menurut dia, dinasti politik yang tercermin dalam kasus Gibran di Pilpres 2024 jangan sampai terulang. Hal ini karena membahayakan bagi masa depan demokrasi yang menjunjung tinggi keadilan, kebersamaan dan kesejahteraan rakyat secara merata.

“Forum intelektual muda ini sengaja menggelar diskusi ini karena banyak anak-anak muda yang gelisah akan kondisi bangsa kita hari ini, terutama dalam konteks Pilpres 2024,” pungkas Sutisna. (Medcom/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat