visitaaponce.com

Perlindungan Pekerja Masih Rentan, DPR Perlu Dievaluasi dan Diperbaiki

Perlindungan Pekerja Masih Rentan, DPR: Perlu Dievaluasi dan Diperbaiki
Hari Buruh Internasional, Rabu 1 Mei 2024(MI/Usman Iskandar)

ANGGOTA Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mengatakan bahwa masih ada kompleksitas masalah buruh di tanah air. Sehinga pihaknya selalu berusaha untuk menyerap dan mendengarkan suara pekerja, serta mendorong mitra Komisi IX yang bergerak dalam ketenagakerjaan untuk terus melakukan tindakan konkret agar pekerja mendapatkan perlindungan dan maupun terpenuhi haknya.

Salah satu yang menjadi sorotan Edy adalah hak pekerja untuk mendapatkan jaminan sosial. Pekerja informal acap kali tidak didaftarkan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.

"Jumlah perlindungan ketenagakerjaan yang belum mencakup seluruh pekerja. Misalnya, pekerja formal swasta yang terlindungi di Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm) masih sebanyak 23 juta orang. Lalu pada program JHT sebanyak 17 juta orang, yang terlindungi Jaminan Pensiun sekitar 14 juta, serta Jaminan Kehilangan Pekerjaan sebanyak 13 juta. Ini tidak hanya mengetuk kepedulian pemberi kerja saja, tapi pemerintah tingkat daerah maupun pusat harus mampu menekankan mematuhi aturan agar pekerja dilindungi,” ujar legiselator dari Dapil Jawa Tengah III itu, Rabu (1/5).

Baca juga : Hari Buruh, Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan yang Dipimpin Andi Gani Nena

Politisi PDI Perjuangan itu melihat ada yang lemah dalam pengawasan. Jumlah pengawas ketenagakerjaan yang tidak seimbang dengan jumlah yang diawasi membuat aturan hanya dijalankan secara setengah-setengah.

Sesuai data Kemnaker, jumlah pengawas ketenagakerjaan sekarang berkisar 1.500 orang, sedangkan jumlah perusahaan yang wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan (WLKP) daring pada tahun 2023 mencapai 1,8 juta perusahaan. “Belum lagi masalah geografis dan mentalitas oknum pengawas yang lemah yang makin menyulitkan pengawasan yang tegas,” tutur Edy.

Menurut data yang diterimanya, jumlah perusahaan yang diperiksa oleh pengawas ketenagakerjaan 15.540 dari 1.886.947 perusahaan. Jumlah ini tidak sampai 1 persen. Data lainnya, jumlah Perusahaan yang disidik atas dugaan pelanggaran tindak pidana ketenagakerjaan hanya tujuh dari 15.540 perusahaan.

Baca juga : BPJS Ketenagakerjaan Tangerang Imbau Perusahaan Tertib Administrasi

Jika ditinjau lebih jauh lagi, ada beberapa hak pekerja yang belum diberikan dengan baik. Terutama pada hak-hak di wilayah domestiknya. Misalnya saja cuti melahirkan tanpa pemotongan gaji, izin sakit, menahan ijazah untuk masuk kerja, hingga tersedianya ruang laktasi bagi pekerja perempuan yang sedang masa menyusui.

“Aturan seperti ini bisa saja diatur dalam peraturan perusahaan (PP). Namun dapat dilihat faktanya, perusahaan terdaftar WLKP yang memiliki Peraturan Perusahaan (PP) 38.032 dari 1.886.947 perusahaan atau hanya 2 persen saja,” imbuhnya.

Terkait Pekerja Migran Indonesia (PMI), Edy menyebut masih banyak persoalan. Bukti adanya PMI ilegal yang bermasalah dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ini menunjukan harus ada yang dibereskan. Menutup celah nakal hingga membekali angkatan kerja dengan kemampuan yang mumpuni menurut Edy harus dilakukan.

“Bekali keterampilan, kemampuan bahasa asing ditingkatkan, lalu lewat pemerintahan terkecil harus ada edukasi tentang pemberangkatan PMI yang legal,” ungkapnya.

Memang pekerjaan rumah di sektor ketenagakerjaan masih sangat banyak. Untuk itu semua pihak perlu melakukan evaluasi. Kritik dari buruh yang melakukan aksi pada 1 Mei ini harus diserap. “Karena semua pihak ingin pekerja di Indonesia mendapatkan haknya dan rasa aman. Indonesia akan menjadi negara dengan ekonomi maju jika pekerjanya tidak lagi khawatir dengan hak yang diterimanya,” pungkas Edy. (Z-10)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat