visitaaponce.com

Puisi-puisi Didik Wahyudi

Puisi-puisi Didik Wahyudi
(Ilustrasi: Yani Halim )

Ilustrasi: Yani Halim 

Wajah Kekasih

Dengan apakah akan berpaut
Agar jiwa selalu dekat
Wajahmu udara hilang
Napas tercabut seakar-akar 

Takluk aku bertekuk hening
Kutelusuri luasnya kosong 
Kuhirup kini hirupanmu
Kunapaskan hembusanmu
Sakti, sakti, sakti 

Dengan, dengan apakah
akan berpaut 
Rasa bara berletap-letup
Sesampai mati ingin kudekap 

(2021) 


Jalan Asmara

Kosong namamu dalam kembara
Kucari jalan 
tembus terbaik 
Agar rekah tak jadi marah 
Tanggungan hidup seumur waktu 

Kosong namamu suara melayang
Dari hening 
ke hening betapa panjang
Jauh dekatnya tidak tertimbang
Pasang dan surut orang mencinta 

Oh, Tuan, hari bergegas
Lubang asmara berbenang rindu
Masuk kami ke liang entah 
Damainya nyiur pasrahnya arah. 

(2021) 


Rahasia Jarak 

Jika aku jauh wajah 
Kulahir ulang sebulan cinta
Milik kita dulu terbagi
Sebagian buatmu
Punyaku hilang angin meminta

Tapi tak ku kabar, tak, 
Bukan jauhnya payah dijaga
Hanya ingin bertahan hidup
Dalam cinta tanpa seserah

Jika aku jauh wajah
Bukan tabuh sebara pagi
Tanda jatuh berkalang sumpah
Menyerah cinta bukan punyaku

(2021) 


Adab Orang Meminjam 

Suatu hari tali ini akan terputus sayangku
Pegangan terurai hidup berjalan
Di ruang sendiri-sendiri 
Dalam berserah tak habis-habis 

Panjang jalan adalah purna sayangku 
Semua punya waktu
Semua punya arahnya
Tinggal yang suluh mencari jalan 
Jalan yang jatuh atau jalan ke ketinggian

Yang datarannya dipenuhi hijauan luas
Juga basah-basahan yang berguliran 
Buah-buah yang didekatkan 
Dan bantal-bantal tanpa bermimpi

Begitulah pokok pegangan cinta ini sayang
Setiap pinjaman akan kembali 
Sebaik-baiknya kita berjalan
Atas segala kesalahan yang kita lakukan
Semoga kita tidak dihukum 

(2022) 


Pada mulanya adalah tubuh, kemudian kata-kata sudah tak penting lagi. 


Harun Jakarta 

Rindu juga Harun Jakarta
Sawah membentang panjang jalannya
Syukur, harap, satu juga dalam danaunya 

Hei, pergi juga Harun Jakarta
Dapat kabar suara kata 
Ada di dalam kertas undangan 
Sepilihan orang menang berlaga 

Datang, datang juga Harun Jakarta
Bau kampung dalam udara
Orang mengerti asal usulnya
Tetapi orang tabiat ramah 

Datang, datang juga Harun Jakarta
Bukan di bawah atau di tengah 
tempat tegaknya
Tepat di puncak pandangan orang 

Datang, datang juga Harun Jakarta
Penting diingat batas waktunya 
Segala redup ketika pulang
Harun berjalan sebagai dulu 

(2022) 


Tarekat Harun 

Tinggal seikat milik si Harun
Dibagi-bagi harta berlima
Pernah dulu begini sedih
Sebelum terang maklumat Tuan

Telah purna Tuan mencinta
Bersih di balik tutupan pandang 
Oh, besar dalam memberi Tuan
Harun yang buta tidak memandang

Girang Harun setengah mati 
Tersibak pelan kabut di badan
Datang dan pergi lumrah adanya
Tak lebih kurang dibanding kubur

Tinggal seikat milik si Harun
Dibagi-bagi orang berlima
Semua sama dalam bilangan
Hanya hikmahnya bertangga-tangga. 

(2022)


Harun Melawan Angin 

Berilah kabar kepada Harun 
Harun kekasih menafsir tanda
Tanda yang goyang dihembus bisik
Dari dua rumpun usiran   

Oh, beri kabar 
kabar kembara
Biarlah teduh isi danaunya
Biarlah bening induk napasnya
Ringan, pun tenang gerak si badan

Berilah, beri kabar pada yang sangsi 
Harun yang terus merapal kata
Melihat langit selawas jaga 
Menekan-nekan batang samsara 

Berilah kabar kepada Harun 
Harun kekasih melawan angin 
Meski serangan datang beruntun 
Sempat-sempatkan memecah waktu 

(2022)

 

Baca juga: Sajak-sajak Acep Zamzam Noor
Baca juga: Sajak-sajak Inggit Putria Marga
Baca juga: Sajak Kofe, Ruang Puisi di Media Indonesia

 

 

 

 


Didik Wahyudi, penyair, lahir di Surabaya, Jawa Timur, 30 Juli 1978. Alumnus Universitas Negeri Surabaya. Puisi-puisinya telah dimuat di sejumlah media lokal dan nasional. Buku kumpulan puisinya berjudul Pelajaran Bertahan (2019). Kini, tinggal dan bergiat di Surabaya. (SK-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Iwan Jaconiah

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat