visitaaponce.com

Puisi-puisi Ridho Kayambo

Puisi-puisi Ridho Kayambo
(Ilustrasi: Maria Worobyova)

Ilustrasi: Maria Worobyova 

Kalau Saja Bisa Menulis dan Membaca 

Padi dan pagi diselimuti malam 
tatkala bulir-bulir merendah sopan 
cahaya berpencar cari sisi gelap 
dibasahi dengan terang-benderang 
agar segala buta bisa melihat dan  
menari di atas ladang para petani. 
Kalau saja riuh peluh dan lelah 
bisa menulis dan membaca, mungkin 
kan menulis status di dinding facebook
'sedang merasa lelah, seharian bekerja, 
tapi diborong tengkulak begitu murah!' 
Kalau saja, kalau saja riuh peluh dan lelah 
bisa menulis dan membaca. 

Gorontalo, 17 November 2022 


Hikayat Maria Walanda Maramis 

/1 Desember 1872/
Surga menurunkan titah lewat lidahmu, Maria 
agar cinta sang pencipta menyentuh jiwa 
dan mengetuk pintu rumah para wanita 
cahayanya menyelinapkan euforia 
sebagai hadiah surga untuk tanah minahasa. 

/8 Juli 1917/ 
Kau serat sejarah yang mengenang penuh damba, Maria 
cita-citamu berlayar menembus samudra, borneo hingga ke jawa 
maka tak ada sepetak hati dalam anak cucu hawa tak mengenalmu 
selain sebagai berkas cahaya pembaharu 

Kami pulang sekolah, 
menjahit nasib sebagai selimut 
atas dinginnya dunia pada wanita 
maka sebelum tidur ingin kami nyalakan obor 
titik terang dari sudut paling muram 
sehingga tak sejengkalpun gelap menyentuh 
mimpi yang rapih tersusun dari semangat 
percintaan ibu kepada anak-anaknya. 

/22 April 1924/ 
Selamat malam, Maria 
kau atsiri abadi 
jejak nurani 
pengabdi untuk negeri. 

2023 


Fragmen Jiwa 

Kau terperangkap di pertapaan hening 
mengirup kehampaan yang terasa rindu 
pada nikmatnya euforia parade air mata 
menggelar jarak ke sudut pulau kenangan 
di mana bahagia dan kasih sayang tetua 
tak bisa selamatkanmu dari patahan jiwa 

Lantas bagaimana mendefinisikan 
setelah jantung memacu lahir kembali 
ke dalam pribadi suci yang terkurung diri 
karena dalam rahim tunggal, tinggal kau saja; 
kau yang lain serta kau-kau lainnya, 
mengembala bersama sapi-sapi 
sepi, dingin, dan sunyi 

Keyakinan terpaut pada taman sepi 
seperti edelweis yang tumbuh di tepi jurang 
tak ingin bergabung dengan pesta serikat distopia 
karena di perjamuan ada semangkuk kegelisahan 

Merendahkan diri bersama kekosongan 
karena hidup dalam keramaian bukanlah jalanmu 
mematahkan kesetiaan, kesendirian, dan kesepian 
hingga dunia menjadi petaka yang menyenangkan 

Menepilah ke utopia 
di mana satu-satunya resah; 
ada yang lain selain dirimu 

2023 


Keyakinan terpaut pada taman sepi seperti edelweis yang tumbuh di tepi jurang. 


Frasa Jiwa Yang Patah 

Manusia mengirup malam dan ranjang basah 
berenang di antara deburan desah serta lelah 
kalau langit menebak pintu mana yang masih perawan, 
hendaklah membuka bibir dengan pedang dan taring yang ternganga 
cium dan tampar sebab pembantah tak punya hak meminta ampun 
kala mata memerah, memohon titahnya terlaksana secara santun. 

Apalah kami, kelinci percobaan yang diterkam waktu 
hantu-hantu difitnah zaman sebagai perempuan murahan. 
Korban hanyalah peran keadilan yang tak pernah disentuh 
kemudian disekap bersama setan oleh cincin perkawinan. 

Sah, 
seringan mulut mereka marapal mantra pembenar segalanya
tanpa menelisik lubang perih yang ternganga dalam dan tajam.
Apalah kami; bui lautan pada deburan ombak samudra syahwat, 
yang tergelatak letih dan lesu di ruangan bersama hasrat. 

Hendak ke mana aku meminta suaka
untuk kenakan langit yang terlanjur gelap 
tanah berdarah oleh nafsu-nafsu binatang
apakah ada di ruam-ruam tubuhku yang malang 
hendak pada siapa, ke mana, di mana, 
diam-diam; hantam, tendang, kasihan.

Aku pasrah pada tulang yang patah
berharap ada panggilan atas nama kebebasan
menunggu, memetik lagu dari noda-noda merah
lalu menyeringai, tatapan dari balik pintu kamar 
kini aku hendak dipergunakan lagi dan lagi 
tak ada tempat bersembunyi, selain sunyi 
dan bantal-bantal di kasur yang letih 
menopang tubuh lelah rudapaksa. 

Kami bungkam, bukan hendak menepis diam
namun keadaan sukar merekonstruksi 
sebagai barang murahan di pasaran. 
Maki mungkin sarapan pemenuh amarah, 
lawan tak bisa, sebab terlanjur dicap salah.

Dunia direnggut dari ini genggaman 
masa depan suram terhapus kota-kota penuh harapan.
Andaikan aku bisa memutar waktu, ingin kupergi jauh 
ke tempat yang bisa menepuk rindu akan masa mudaku, 
yang masih tersegel dan belum tersentuh. 

Kalau saja bayangan hitam itu tak menyentuhku
cahaya yang menyelimuti pasti cerah nan biru kelabu
menapaki sekujur tubuh kala itu; 
manusia paling tercerahkan oleh wahyu-wahyu
memperdaya perempuan yang hendak menimbah ilmu.

Seolah nama ialah gelar batu nisan yang telah dipesan 
aku hendak pulang pada pelukkan kebenaran yang suci 
apakah masih tersimpan rapi pada rak-rak keadilan 
atau pada ketuk palu sidang tuntutan hakim sang kalam. 

Sudah, sudah saja 
hari terlanjur memanggil akhir
aku akan menjemputmu dari puncak raya
mengharapkan kehidupan baru sebagai 
musafir di negeri tak berpenghuni. 

Sebagai nyanyian burung dari dunia bawah 
atau mungkin kelinci putih bermandikan madu 
di mana tak ada haru seperti kemarin 
atau kebiadaban nafsu terjerat satin. 

Kalam ilahi menyusup masuk saat hari gelap, 
detik-detik penuh senyap 
bersama nafas yang terengah, 
aku menemukan ketenangan sebelum 
nyawa melambaikan tangan pada raga. 

2023 


Manusia Kubangan 

Akhir-akhir ini, malam sering pulang
membawa sebungkus nasi kotak lauk kenangan
lengkap dengan bulir nasi nasihat kehidupan 

gizi kali ini terpenuhi, hendak kaki memijak bumi 
menancap taji ke muka basah manusia-manusia kota 
yang sibuk memerangkap resah di balik jeruji hati 

Karena aku jengah melihat mereka buru-buru 
mengupas bintang yang indah pada bulan 
maupun cerah ceria yang memberi jiwa 
semangat berkembang dan berbunga 
paling cantik di sudut-sudut kota 

Jadi untuk apa kita menuju nirwana, berlomba menjadi 
paling itu dan ini, sementara kita akhirnya menjadi 
debu bertebaran dan tak berarti 

Kenapa semua suka jadi pendusta 
saat kita sama-sama menderita 
kenapa menjilat kaki atasan 
sebegitu nikmatnya 
kenapa kita sangat ingin 
mencicipi penderitaan? 

2022 


Tidak Ada Papan Tulis di Ladangku 

Aku tak mengerti bahasamu yang tinggi 
sehingga butuh tafsir atas kehebatanmu 
aku butuh kata sederhana, sebab bukan sarjana 
tak pernah aku membawa cangkul dalam kelas 
atau bimbingan skripsi, tahuku hanya tanam padi 
kalau kau bersedia untuk merendahkan bahasa 
maka akan kudengar kau hingga tamat, berbusa 
supaya bisa mencicipi segelas ilmu mahalmu itu 
dan aku yang bodoh paling tidak bisa memahamimu. 

Gorontalo, 17 November 2022 

 

Baca juga: Sajak-sajak Frans Purba
Baca juga: Sajak-sajak Ibnu Wahyudi
Baca juga: Sajak-sajak Fathurrozi Furqon

 

 

 

 


Muhammad Ridho Kayambo, mahasiswa, lahir di Kopandakan II, Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, 3 November 2001. Buku kumpulan puisi pertamanya Ini untuk An, Manusia yang Paling Aku Sayang (Alinea Media Pustaka, Batam, 2023). Peraih juara I lomba cipta puisi pada Pekan Seni Mahasiswa Daerah Provinsi Gorontalo 2022 dan mewakili daerahnya ke tingkat nasional di Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, pada tahun yang sama. Kini, tercatat sebagai mahasiswa S1 Teknik Geologi di Universitas Negeri Gorontalo. Ilustrasi header: Maria Worobyova, Rome, Palazzo Pamhpilj, 100x70 cm, 2019, cat minyak pada kanvas. (SK-1) 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Iwan Jaconiah

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat