Sajak-sajak Remy Sylado
Menangislah, Nak
Menangislah, nak
pada orang berjas di istana
pada orang berdasi di senayan
pada beo yang berkicau di kurungan
pada anjing yang menggongongi kafilah
pada semua yang tak capek-capeknya ngibul
tentang Indonesia yang aman tenteram raharja
Menangislah, nak
karena mereka tidak sadar
kita menyaksikan kebebalan mereka
yang mengira benang basah bisa ditegakkan.
Di Depan Cermin
Di cermin yang baru di-lap
aku melihat rembulan
dan suara ketawa
Siapa yang menanam manggis di kebunku
membuahkan rambutan dan cempedak
Buah-buah di kebunku ada pada musimnya
kecuali kates terus berbuah di semua musim
seperti begitu cinta berbuah dalam hati
Ini tanah airku, tempat kemarin aku lahir,
dan besok mati disambut juruselamat
Di negeriku sepanjang tahun ada matahari
yang menjadi mata bagi hari-hariku
Aku memetik dawai-dawai kecapi
di taman bunga segala warna
yang mengitari kursiku
Di cermin yang baru di-lap
aku berkata kepada roh ibuku:
Bunda, aku ingin menjadi orang sabar
Kesabaran mencegah aku berbuat kesalahan.
Baca juga: Puisi Esok Pagi, Jalan Tikus Pascakontemporer
Di Jam-jam yang Berjalan
Jarum jam berjalan mengantar rahasia
yang tersembunyi di balik bunyi detik
Berapa kali kita bisa melihat fajar
tak ada yang tahu, termasuk Yesus
orang Nazareth yang terpenjara
di mimbar-mimbar kanisah
Kemarin aku sudah bermimpi
berjalan di tengah-tengah bunga
Dan menutup telinga
memejamkan mata
atas kesenangan
yang berubah menjadi racun
Kira-kira siapa yang bisa berkata
waktu yang masih tersisa buatku
bisa melanggengkan cinta
dalam hidup yang begitu singkat
Di jam-jam yang berjalan
pada setiap perayaan ulang tahun
bertambah usia dari tahun kemarin
berkurang usia pada tahun mendatang.
Sketsa
Seruan terakhir muazin tersamar deru
puting-beliung dari barat, lantas hujan
Kapal berlayar meninggalkan duka ratap
sedu-sedan bersendok-sendok airmata
Tak ada tanda-tanda nasib tertulis
di bangku taman atau kuping kelinci
Hanya rasa percaya dibalut beban galau
mata melihat tanah tepi di seberang laut
membilang besok masih ada satu ranjang
tempat istirahat bagi segala pertikaian
waris naluri Qabil yang membunuh Habil
Walau hati berada di tepian ngarai
kita takkan tergelincir seperti tikus got
Nada-nada pengharapan dalam laras pelog
dihayati tanpa ragu menyebut juruselamat
Selamat, ya, setelah malam, fajar tiba
mengantar cenderamata cinta dari aras Bapa.
Baca juga: Tentang Remy Sylado, D'Anthes, dan Pushkin
Aku Belajar Mencintai Bayang-bayang
Aku belajar mencintai bayang-bayang
karena ukurannya ditentukan oleh cahaya
ayahku tidak bilang kepada ibuku
maut adalah pencuri malam hari
Di bawah hujan yang menyapu peradaban
aku melihat terompet di kepala pastur
lebih besar dari rasa keinginan
dalam hanya sekali seumur hidup
tak sama besok dengan hari ini.
Citra
Sudah selesaikah airmatamu mengalir
di pipi lantas jatuh di jari kaki
Kau menangis, wahai jiwa yang lembek
karena terlalu lama dijajah berhala wang
pembeli harkat dengan harga bantingan
Kau tak sempat sadar pada pelanggaran
waris nenekmoyang yang telah pulang ke tanah
mengikuti hari-hari tegangmu sisa kemarin
berlanjut besok dalam jawaban kartu tarot
Menyebut Tuhan yang bersepakat dengan Iblis
Hati kita sama-sama kehilangan gambar
cara menjawab di saat kita telanjang
Memudar ular di bawah kecendekiaan
yang lahir dari akal tapi beralih ke okol
betapa dekatnya timbangan cerdik dan licik
Martabat, katamu, mengikuti usiamu
senang seketika lantas susah bertahun
dikutuk oleh baju yang mewakili kepalsuan
Jika kita merdeka, merdeka kita oleh cinta
sebab cinta melenyapkan wasangka dan takut
Tersenyum malaikat di kamar tidur kita.
Usia 17 Usia 71
Usia 17 dipetik bunga melati
kuat rantingnya karena cinta akarnya
Ada semut kesasar di daun
membawa keluar putik
dihembus angin
Terbang
Dan nada-nada serenada
melintasi badai dari barat
Membilang kebebasan dalam kasih
Tidak takut menghadapi rintangan
batu-batu cadas yang menutup kubur
Di situ keberanian bertemu kenekatan
Usia 71 dipetik bunga melati
kuat rantingnya karena cinta akarnya
Ada semut bersembunyi di daun
membawa masuk putik
dihembus angin
Diam.
Sebab kita mungkin tidak punya arti apa-apa
Di antara Sampah-sampah
Setangkai bunga dibuang ke tong sampah
Bercerita bekas kekasih tentang cintanya
Seluruhnya mesti disaring dengan ayak-ayak
Sebab kekecewaan dapat berganti dendam
Lebih beku dari es yang ditabrak Titanic
dan semua orang dari keturunan Adam dan Hawa
adalah pelakon untuk peran-peran kejahatan.
Setandan buah dipungut dari tong sampah
Disimpan antara buah dada dan buah zakar
Berkata aku kepada kamu yang punya nurani
Dalam hembus angin limbubu pembawa gunjing
Mari bersujud tegak menghadapi segala nistaan
Sebab kita mungkin tidak punya arti apa-apa
Tapi bukan sampah di antara sampah-sampah.
Baca juga: Tak Ada Sesuatu yang Baru di Bawah Matahari
Dengan Nyanyian Doksologi
Apa yang dimaui takdir
dalam dunia yang tetap seperti dulu
Kau tidak menemukan rasa kenyang
di mata di hati di birahi
Bumi dalam kitab bacaan ibu
dimulai dengan begitu sejak Genesis
berulang terus begini sampai Apocalypsis
perkabungan terjadi dalam pesta dansa
semua orang menjadi peran utama
yang pasti tiba di katastrof
Hosana, hei sana, katamu
menguburkan mimpi masa kanak
tak kembali dalam roh pitarah
Memang kau sakit hari ini
tapi besok sembuh dengan nyanyian
doksologi: sembilan kali lafal amin.
Kakatua
Kapan kau berhenti menjadi kakatua
biasa berkaor dengan jambul menegak
memekakkan telinga di segala waktu
termasuk pada hari imleknya cina
lebaran arab dan natal belanda
Kambing-kambing tidak suka hari raya
sebab mereka akan disembelih dibikin sate
dimakan kaum kerabat sembari ketawa-ketiwi
besok najisnya dibuang lewat jambang ke kolam
ramai-ramai dibancak piaraan ikan-ikan mas
Kalaulah kau menjadi ayam-ayam
berkokok pada hari menjelang subuh
membangunkan ayahku yang siap salat
bertalun assalatu khairun minan naum¹
nanti ibuku menyeduhkan kopi susu 3 in 1
Bila esok kau mati sebagai kakatua
anjing-anjing mungkin menangis sedih
kucing-kucingmu kehilangan matapencaharian
pun tidak ada makam untuk bangsa kakatua.
¹ salat itu lebih baik dari pada tidur
Berita Tentang Harta dan Harkat
Kesederhanaan sudah sulit diajarkan
ketika rakyat dibiasakan politik uang
Kita bicara ingin aman sampai di sorga
tapi memilih jalan tol melalui neraka
Di sorga tidak ada jualan kacang
ditanam di mana jika semua-semua mas
Agama bisa membikin kita menjadi jahat
ketika kitabsuci dibaca setengah-setengah
Aku bermimpi tentang sebuah taman kecil
dengan bunga merah semua putih semua
Ketika aku bangun aku lihat dirimu
tetap menjadi satu dan aku merasa plong
Ini awal kesederhanaan yang aku dambakan
kau dan aku saling sayang dalam kemiskinan
Tak apa miskin dalam harta
asal kaya dalam harkat.
Keretaapi
Keretaapi terakhir berangkat
Menembusi jurang-jurang
membawa seember air
untuk memadamkan api
Masasilam tidak pernah tua
Sebab kasih-sayang terus dilafalkan
sebagai milik bersama dalam birahi
diiring doa lewat sepucuk surat
Keretaapi pertama kembali
Meluncur di tanah datar
membawa seember minyak
untuk menyalakan semangat
Masadepan kelak berhenti juga
Di garis yang kita namakan takdir
tapi kasih-sayang terus dilafalkan
bersama birahi yang berubah biru.
Baca juga: Mengingat Penyair Intojo di Hari Puisi Sedunia
Baca juga: Sajak-sajak Acep Zamzam Noor
Baca juga: Segelintir Bikin Bising oleh Gaudensius Suhardi
Remy Sylado, sastrawan nasional, kelahiran Malino, Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juli 1945, dengan nama baptis Yapi Panda Abdiel Tambayong. Ia adalah peraih Penghargaan Akademi Jakarta 2021. Namanya dikenal sebagai pelopor Puisi Mbeling. Novelnya berjudul Ca Bau Kan telah difilmkan menjadi drama romantis pada 2002 dan mendapatkan pujian dari kalangan di Tanah Air sampai internasional. Kini, Remy sudah tidak aktif melakukan kegiatan dan aktivitas kebudayaan akibat kondisi kesehatan. Pada Lelang Puisi 2021 yang digelar Media Indonesia, Remy menyertakan tiga puisi untuk ikut dilelang, yakni Indonesia, Senja di Kamar, dan Aku Dengar Suara yang Lain. Puisi-puisi di Sajak Kofe merupakan karya Remy yang pernah dikirim dan ditayangkan sebelumnya secara khusus di harian Media Indonesia edisi Minggu, 12 Juli 2015. Redaksi menilai karya tersebut masih relevan sehingga laik dipublikasikan kembali untuk kebutuhan para pembaca. (SK-1)
Terkini Lainnya
Menangislah, Nak
Di Depan Cermin
Di Jam-jam yang Berjalan
SketsaAku Belajar Mencintai Bayang-bayang
Citra
Usia 17 Usia 71
Di antara Sampah-sampah
Dengan Nyanyian Doksologi
Kakatua
Berita Tentang Harta dan Harkat
KeretaapiRumah untuk Peminat Puisi
Begini Kondisi Sastrawan Joko Pinurbo sebelum Meninggal Dunia Menurut Sang Istri
Penyair Joko Pinurbo Meninggal Dunia, Dimakamkan Besok
Puisi-puisi Sita Aulliya
Puisi-puisi Dana Sideros
Sajak-sajak Frans Ekodhanto Purba
Totalitas Bradley Cooper Perankan Legenda Komposer Asal Amerika Serikat
Keluarga Bernstein Bela Keputusan Bradley Cooper Pakai Hidung Palsu di Film
Rekam Jejak Maestro Djoko Pekik dalam Arsip IVAA
Maestro Djoko Pekik Meninggal Dunia
Sepucuk Surat dari Yokohama untuk Remy Sylado
Manajemen Haji dan Penguatan Kelembagaan
Integrative & Functional Medicine: Pendekatan Holistik dalam Pengobatan Kanker
Hidup Segan Calon Perseorangan
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Huluisasi untuk Menyeimbangkan Riset Keanekaragaman Hayati di Indonesia
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap