visitaaponce.com

Remy Sylado dan Indonesia Berpuisi

Remy Sylado dan Indonesia Berpuisi 
(Remy Sylado)

“WAH, Remy Sylado masih tulis puisi. Itu luar biasa sekali ya. Dalam kondisi sakit dan sakarat, tetap memikirkan dunia perpuisian Indonesia.” 

Sastrawan nasional Seno Gumira Ajidarma, 63, mengutarakan hal tersebut dalam sebuah percakapan ringan melalui sambungan telepon genggam di Jakarta, awal pekan ini. 

Dia menelepon saya dan bercakap-cakap secara riang gembira. Suara Seno terdengar segar bugar. Memang, akhir-akhir ini kami cukup intensif berdiskusi untuk sebuah helatan, Indonesia Berpuisi. 

Obrolan pun ringan dan asyik. Perihal, bagaimana sebagai seorang murid dapat ikut membantu sang guru. Remy kini terbaring lemas, ringkih, dan lelah. Namun, semangat berpuisinya tetap berapi-api. 

Sejak Oktober 2020 hingga kini, genap setahun sudah Remy jatuh sakit. Sehari-hari di rumahnya, Marie Louise, istri terkasih Remy, setia menemani di bilangan Cipinang, Jakarta Timur. 

Sempat beberapa kali bolak-balik rumah sakit. Bola mata kanan Remy kini tertutup permanen akibat katarak. Kondisi kesehatan pun kian hari kian memburuk akibat stroke berat. Tiga kali saya menjumpai Remy usai pulang dari Moskwa (Moskow), Rusia. 

Sejak 2015, saya studi di tanah kelahiran AS Pushkin. Pandemi covid-19 membuat saya dan sebagian rekan-rekan pelajar S1-S3 Indonesia di Rusia memutuskan kembali ke Tanah Air pada tahun lalu. 

Pembekalan dan bimbingan disertasi sedang saya lalui secara daring, Jakarta-Moskwa. Promotor Prof Dr Aleksandr Vladlenovich Kamenets memberikan ‘hak vetonya’. Kuncinya, bicara singkat dan jujur pada sang guru besar. 

Berbicara tentang Remy, saya generasi jauh darinya. Meski begitu, Remy lebih senang bergaul dengan generasi di bawahnya, termasuk dengan Seno. Beberapa kali saya diminta ikuti pentas bersama Dapur Teater 23761. 

Seno pun terbuka saat saya meminta saran dan tanggapan mengenai acara Indonesia Berpuisi. Pasalnya, karya Remy nantinya akan dilelang. “Apa Remy dekat dengan Media Indonesia nggak?” tanya peraih Dinny O’Hearn Prize for Literary (1997) itu, penasaran. 

“Secara institusi, Remy tidak begitu dekat. Namun, pada 2013-2015 saat sebagai penjaga gawang, puisi-puisi Remy pernah ditayangkan khusus di Media Indonesia,” jawab saya. 

Seno pun senang. Memang, Remy ibarat harta karun Indonesia. Tidak kalah penting dibandingkan tokoh-tokoh sastrawan Prancis seperti Victor Hugo (1802-1885) dan Charles Baudelaire (1821-1867). 

Atau, pesastra Rusia Anton Chekhov (1860-1904) dan pesastra Amerika Emily Dickinson (1830-1886). Mereka semua adalah tokoh penting dalam literatur dunia. Selalu dikenang dan dicintai oleh rakyat mereka. 

Remy kini sudah tidak aktif menulis naskah teater dan melukis. Bahkan, ia tidak kuat untuk mengangkat sebatang pulpen. Namun, selama pertemuan secara intensif, Remy masih bisa mengucapkan hal-hal bijak dan penuh makna. 

Satu per satu kalimat pun akhirnya terangkai indah menjadi tiga sajak. Emmy, sapaan Marie, ikut menyiapkan kertas putih dan pulpen. Ia setia menemani sang kekasih tercinta dalam masa-masa sulit mereka. 

Berjam-jam saya berbicara dengan Remy. Ingatannya masih tajam, namun acapkali ia pun mudah lupa. “Saya baru saja dapat penghargaan dari ‘Prof’ Seno,” cetus Remy terbata-bata dalam salah satu pertemuan. 

Ya, memang, Remy sempat mendapatkan Penghargaan Akademi Jakarta pada 28 Juni lalu. Seno yang juga menjabat Ketua Akademi Jakarta, menilai Remy sebagai sang maestro, laik dan inspiratif. 

Saat Seno mengetahui tiga puisi terbaru Remy, ia pun menaruh apresiasi tinggi. Remy sebagai sang tokoh setia dalam mengarungi dunia sastra Indonesia. “Ya, artinya Remy masih bisa menuangkan ide,” nilai Seno. 

Perbincangan saya dengan Seno berjalan sangat cair. Hampir satu jam. Peraih SEA Write Award 1987 itu pun berharap Remy segera pulih dan aktif berkesenian lagi. “Bagaimana buku-buku Remy?” cetus Seno lagi, seakan belum mau mengakhiri perbincangan asyik di telepon. 

“Lukisan-lukisan Remy masih tersimpan di Bogor. Sedangkan beberapa naskah puisi, novel, dan draf pementasan drama sebagian dilahap rayap di Cipinang,” papar saya sembari saling mengucapkan selamat berpisah di ujung telepon genggam. 

Sajak dan rayap 

Suwarti, 56, perempuan tiga anak, yang sehari-hari membantu, mencuci baju, dan memasak untuk Remy, nampak jengah. Keberadaan rayap-rayap liar kian menggerogoti rak buku. 

Sore itu, ia memutuskan untuk memanggil seorang tukang bersih. Mereka sibuk memindahkan buku-buku dari rak tua. Sebagian sudah termakan rayap dan nampak berwarna kecoklatan. 

Ada tiga tumpuk buku dalam karung putih. Si tukang bergegas membuangnya ke bak sampah umum, tak jauh dari rumah Remy. Bibi Siti, sapaan Suwarti, ikut membuangnya. 

“Aduh, jangan dibuang semua! Pisahkan yang masih bagus ya. Nanti bisa dikumpulkan dan dijadikan buku,” ucap saya saat membuka pagar. “Iya, sebagian sudah dipisahkan,” jawab Bibi Siti. 

Saya sempat ikut memilah buku dan naskah drama yang masih utuh. Namun, sebagian koyak disantap rayap. Seribuan anai-anai itu lari pontang-panting saat satu dua tumpukan dibuka lebar. 

Tak berapa lama, saya pun melangkah masuk ke kamar, tempat Remy terbaring. Selama pertemuan intensif bersama Remy, akhirnya ia menelurkan tiga puisi terbaru. Yaitu, berjudul Aku Dengar Suara yang Lain, Senja di Kamar, dan Indonesia. Puisi terakhir berbicara tentang Papua di masa depan, namun belum selesai ditulis. 

Rencananya, puisi-puisi Remy akan dibacakan oleh Presiden RI Joko Widodo dalam rangka perayaan Hari Sumpah Pemuda dan Bulan Bahasa bertajuk Indonesia Sejati: Festival Sastra dan Bahasa 2021. 

Acara ini digagas Media Indonesia dibawah Pemimpin Redaksi Gaudensius Suhardi dan Wakil Pemimpin Redaksi Ade Alawi. Ada tiga kegiatan utama bakal digelar secara hybrid

Pertama, Webinar Bahasa Daerah dan Kelas Menulis Cerpen untuk Pelajar dan Remaja, pada Rabu (27/10). Berbagai topik tentang bahasa daerah yang hampir punah akan dikaji secara ilmiah. 

Kedua, Indonesia Berpuisi dan Lelang Puisi di Grand Studio Metro TV, Jakarta Barat, Jumat (29/10). Sejumlah menteri, gubernur, wali kota, tokoh bangsa, dan penyair nasional turut ambil bagian pada acara ini. 

Dan ketiga, yaitu Gelar Wicara Cerpen dan Puisi. Pada gelaran ini akan diumumkan pemenang Sayembara Cerpen Media Indonesia untuk kategori pelajar dan mahasiswa/umum. Acara dijadwalkan berlangsung pada hari yang sama. 

Hasil lelang puisi akan disumbangkan bagi anak yatim piatu korban covid-19. Aksi kemanusiaan ini menjadi hal penting di tengah upaya bangsa untuk bangkit pascapandemi. 

Sebagai bagian peradaban perpuisian Indonesia, lelang puisi barangkali belum begitu populer di kuping masyarakat kita. Namun, bagi bangsa Belanda, Prancis, dan Rusia, itu hal lumrah. Sudah jadi bagian peradaban literasi mereka. 

Sebuah puisi tulisan tangan (manuskrip) Anne Frank, bertanggal 28 March 1942, contohnya. Frank adalah seorang gadis Yahudi. Ia menyimpan buku hariannya selama dua tahun dalam persembunyian dari kekejaman tentara Nazi Jerman. 

Tulisan tangan Frank pernah terlelang sebesar 140.000 € (setara Rp2,3 miliar), lebih dari empat kali harga cadangan. Penawar lelang, tidak disebutkan namanya, mengambil puisi itu hanya dua menit di rumah lelang Bubb Kuyper di Kota Haarlem, Belanda. 

Lelang puisi terjadi pada penghujung musim gugur 2016. Masih menjadi perbincangan hangat di kalangan akademikus, penyair, kolektor, dan kritikus sastra hingga ini hari. 

Puisi memiliki daya magis. Bahkan, puisi adalah sebuah doa. Terutama, bagi mereka yang percaya pada suatu keajaiban. Begitu pula Indonesia Berpuisi, berawal dari kenekatan dan keberanian.  

Tiga puisi Remy menjadi magnet di Indonesia Berpuisi. Ikut mendukung perkembangan perpuisian Indonesia. Ia adalah sosok yang laik mendapatkan tempat terbaik di republik ini. Bersama-sama melangkah menuju panggung Nobel Dunia kelak. 

 

Iwan Jaconiah
Pengasuh Sajak Kofe 
 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Iwan Jaconiah

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat