visitaaponce.com

Tak Hanya RA Kartini, ini 2 Pahlawan Perempuan yang Bawa Perubahan di Indonesia

Tak Hanya RA Kartini, ini 2 Pahlawan Perempuan yang Bawa Perubahan di Indonesia
berikut tiga pahlawan perempuan Indonesia yang bisa membawa perubahan di Indonesia(freepik)

HABIS gelap terbitlah terang. Itulah yang dikatakan Raden Ajeng atau RA Kartini untuk bisa memberikan semangat besar bagi para perempuan di Indonesia.

Rakyat Indonesia, khususnya perempuan harus tetap menyimpan dalam ingatan bahwa kenikmatan emansipasi yang dirasakan hari ini merupakan perjuangan dari berbagai tokoh di masa lalu.

Perjuangan tersebut tidak terlepas dari tokoh-tokoh perempuan yang progresif pada masanya, membawa pembicaraan yang tabu soal kesetaraan gender. 

Baca juga : Deretan 45 Link Twibbon Hari Kartini 2024, Yuk Kita Rayakan!

Maka dari itu, mengenang jasa mereka yang memberi perubahan berarti adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan. Ini dia tiga pahlawan perempuan pembawa perubahan di Indonesia: 

R.A Kartini 

Terlahir sebagai golongan priayi yang sudah memiliki kepastian hidup dari segi harta ternyata tidak cukup untuk Raden Ajeng (RA) Kartini. Dia lebih tertarik pada ilmu daripada harus dijodohkan dengan seorang laki-laki yang sudah terjamin kemapanannya. 

Kartini pun bertekad untuk mengangkat derajat perempuan karena sering melihat ketidakadilan berbasis gender di sekelilingnya. Sudah lebih dari satu abad lalu, Kartini meninggalkan dunia, tetapi dampak yang diberikannya masih terasa hingga sekarang. 

Baca juga : Hari Kartini jadi Momentum Pemerintah Tuntaskan Regulasi Perlindungan Perempuan

Perempuan dapat mengenyam pendidikan setinggi-tingginya, memiliki karir yang baik, dan menikah tanpa paksaan dari orangtua. 

Dewi Sartika

Serupa dengan Kartini, Raden Dewi Sartika memperjuangkan hak pendidikan perempuan pribumi di era kolonial. Lahir di Bandung, 4 Desember 1884, Dewi kecil telah memiliki bakat mengajar, bahkan dia mengajarkan saudara perempuannya berbagai keterampilan, seperti membaca dan menulis. 

Hal yang sangat mulia, mengingat kala itu mayoritas perempuan masih buta aksara. Hingga pada 1904, berkat bantuan dua saudaranya, Dewi mendirikan sekolah khusus perempuan bernama Sakola Istri di ruang pendopo Kabupaten Bandung. Kemudian pada 1929 sekolah itu berganti nama menjadi Sekolah Raden Dewi. 

Baca juga : Kepahlawanan Ratu Kalinyamat Dorong Perempuan untuk Bangkit

Tak berhenti di dunia pendidikan, Dewi juga menyoroti masalah kesenjangan upah dan poligami yang dihadapi perempuan masa itu. Dia menjadi salah satu tokoh pertama yang berbicara tentang perlunya upah yang setara antara perempuan dan laki-laki. Pada masa itu, poligami, perkawinan di bawah umur, dan upah perempuan yang lebih sedikit dari laki-laki merupakan masalah-masalah yang masih krusial di Indonesia. 

Roehanna Koeddoes

Jika belum familiar dengan nama ini, Roehana adalah jurnalis perempuan pertama di Indonesia yang mendapat gelar pahlawan. Dia menggeluti bidang jurnalistik sejak tahun 1908 dengan masuk ke surat kabar Poetri Hindia. Pun demikian, media tersebut akhirnya dibredel oleh pemerintahan kolonial Belanda. Oleh karena itu, Roehanna pun mendirikan medianya sendiri, yakni Soenting Melajoe pada 1912. 

Sebelum mendirikan medianya sendiri pun saudara tiri Soetan Sjahrir ini sudah memiliki kepedulian yang besar terhadap pendidikan perempuan. Dia mendirikan sekolah khusus keterampilan perempuan pada 11 Februari 1911. Hingga kini dia dikenang sebagai jurnalis perempuan Indonesia pertama dan mendapatkan gelar pahlawan. (Z-12)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Reynaldi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat