visitaaponce.com

Puisi-puisi Ranang Aji SP

Puisi-puisi Ranang Aji SP
(Ilustrasi: Abdus Salam )

Ilustrasi: Abdus Salam

Waktu Adalah Masalah

Perjalanan waktu tak pernah panjang, ia pendek
pagi berakhir malam, dan malam berakhir pagi
tapi masalah manusia adalah tanpa batas, dalam dan luas
ketika bangun di pagi hari, mata berkedip, dan jendela terbuka
jalanan dipenuhi tapak, matahari memanas, dan hati mulai cemas

Seorang wanita mencacah, berhitung jumlah nasi di periuk
untuk anak-anak, sebelum beralih pada dua ribu masalah lain
berharap waktu mengerti, panjang, dan semua usai sebelum pagi lagi
tapi perjalanan waktu tak pernah panjang, ia pendek

Dia memekik marah...
suaminya pergi, bersandar pada tiang
mengikat waktu pada kening, sebelum akhirnya pulang,
diantar waktu menemui masalah.


Malam September Borobudur

Malam datang bersama hujan, dan September menua
seorang tukang becak meringkuk di pojok terminal 
cahaya malu-malu, air menggenang di atas aspal 
memantul enggan, seperti cermin kotor yang muram 

Di depan taman, odong-odong terdiam, beku 
dalam penantian. Suara angin dan tumpahan air, 
basah trotoar - dan kilat merobek langit stupa. 


Cinta itu Seperti Kentut

Aku tak melihatmu pergi, aku tak melihatmu datang 
di pagi hari, di malam hari
kau tak pernah bicara, hanya tersentuh oleh hati
aku mendekapmu, membawamu ke ranjang
bercerita tentang apa yang kau suka, dan aku mendengarkan
bicara soal film, dan kadang aku membencinya 
aku tak melihatmu pergi, aku tak melihatmu datang
di pagi hari, di malam hari 
semua sama saja, hingga kau menghilang
dan semua berubah menjadi rasa mual. 
cinta itu seperti kentut, menyenangkan, tapi memuakkan. 


Kehidupan adalah kebimbangan tujuan, kepalsuan moral, dan pesona bualan. 


Langit Diam di Bulan Desember
: untuk Jeany Achrida 

Satu Desember tahun lalu, suaramu menyapa di telepon: apa kabar dan selamat ulang tahun. Angin berbaur dalam jarak kata-kata, menyusup dingin di telinga - dan menguping cerita tentang gadis muda tenggelam di Sungai Siak. Itu  dua puluh tahun, setelah senja. 

Siapa sangka Siak memuntahkan. Mengatarnya pada kehidupan. Itu awal kelahiran menguatkan. 

Tapi kehidupan, kataku, adalah bunga masalah yang tumbuh bersama kebimbangan tujuan, kepalsuan moral, dan pesona bualan. Dunia adalah surga dan Iblis berkuasa. Kita bermata nyctalopia, rabun disamarkan oleh cahaya. 

"Kau dilahirkan dengan luka di jiwa," katamu semirip tuduhan Père Lacordaire pada Charles Baudelaire. Suara gerbang digeser dan ayam jago berkokok sautan. "Tapi tak mengapa," jawabku, "aku memang dosa waris dari kesunyian Adam." Kau tertawa.

Desember, bulan sendu, langit muram dan udara kelabu. Tapi kau adalah pesona tak terduga dari permata jingga, seperti senja sekilas sebelum ditelan malam. Kesunyianku syahdu oleh suaramu.
Aku melihat kehidupan. 

Lalu di telepon, tengah malam, kita bicara tentang Rendra, penyair tak pernah tua dan membuatmu melompati pagar Purna Budaya. "Untuk apa?" tanyaku. "Ada yang memesona dari dia," jawabmu. Jangkrik berderik. Peronda berjalan berisik. 

Tapi kau adalah pesona, kataku.
Kaku.
Langit diam di bulan Desember. 

 

Baca juga: Puisi-puisi Yesmil Anwar
Baca juga: Puisi-puisi Aleksei Pleshcheyev
Baca juga: Puisi-puisi Dien Wijayatiningrum

 

 

 

 


Ranang Aji Suryaputra, penyair dan cerpenis. Karya-karya penulis yang lebih dikenal dengan nama Ranang Aji SP ini telah diterbitkan di pelbagai media cetak dan digital. Dalang Publishing LLC USA menerjemahkan dua cerpennya ke dalam bahasa Inggris. Menjadi nominator dalam Sayembara Kritik Sastra 2020 oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud. Buku kumpulan cerpennya Mitoni Terakhir diterbitkan penerbit Nyala, Yogyakarta (2021). Kini, tinggal dan bergiat sastra di Magelang, Jawa Tengah. (SK-1) 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Iwan Jaconiah

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat