visitaaponce.com

Kegagalan PSSI Urus Liga karena Efek Tragedi Kanjuruhan yang tidak Tuntas

Kegagalan PSSI Urus Liga karena Efek Tragedi Kanjuruhan yang tidak Tuntas
Suporter Arema FC (Aremania) melakukan longmarch dan memblokir jalan saat berunjuk rasa di perempatan jalan Ciliwung, Malang, Jawa Timur.(ANTARA/Ari Bowo Sucipto)

KEPUTUSAN PSSI bahwa kompetisi Liga 1 musim 2022-2023 dilanjutkan tanpa ada degradasi menuai reaksi publik. Hal itu sebagai konsekuensi dihentikannya lanjutan kompetisi Liga 2 musim 2022-2023. 

Penghentian itu diputuskan dalam rapat Komite Eksekutif (Exco) PSSI pada Kamis (12/1), di Kantor PSSI, Jakarta.

Pengamat sepak bola nasional, Rikky A Daulay, mengatakan dihentikannya Liga 2 dan Liga 3 mencerminkan gagalnya PSSI mengelola kompetisi liga di Indonesia. Hal itu merupakan imbas dari kasus Tragedi Kanjuruhan yang tidak kunjung tuntas sehingga berdampak luas bagi kompetisi sepak bola tanah air. 

Baca juga: Pemerintah Komit Tuntaskan Tragedi Kanjuruhan

Menurutnya, Tragedi Kanjuruhan jadi titik terang kalau manajemen pengelolaan liga oleh PSSI diurus secara tidak profesional. Hal itu bukan hanya berpotensi merugikan klub lain tetapi juga memberikan dampak bagi kualitas sepak bola Indonesia. 

“Amburadulnya kompetisi liga indonesia tentu menunjukkan orang-orang di tubuh PSSI itu tidak profesional dan tidak kompeten dalam mengurus sepak bola nasional,” kata Rikky kepada wartawan, Jumat (13/1).

Mantan pemain Persikota Tangerang itu menuturkan PSSI terlihat sesuka hati mengeluarkan kebijakan yang sangat berbeda jauh dengan tujuan utama dari sepak bola, yakni mengukir prestasi gemilang. 

Kebijakan PSSI tersebut dinilai telah memutus kualitas talenta pemain klub di liga 2 dan 3 yang akan diuji dalam kompetisi. Selain itu, juga memutus rantai kehidupan para pemain, offisial, hingga para pedagang asongan.

“Tidak profesional dan cenderung suka-suka. Contohnya, bayangkan saja ketika Liga 2 dihentikan kompetisinya, berapa banyak pemain yang kehilangan mata pencariannya? Padahal di kontrak mereka dengan klub sampai akhir musim. Nah kalau sudah begini seperti apa kompensasi bagi pemain yang kehilangan pekerjaannya? Apakah PSSI sudah memikirkan itu?” ujarnya.

Rikky Daulay pun memastikan Timnas Indonesia sampai kapan pun tidak akan mengukir prestasi jika sepak bola Indonesia tidak dibenahi dengan baik oleh orang yang profesional. Pasalnya, Timnas yang baik dan berkualitas berasal dari kompetisi di liga yang baik dan berkualitas. Sementara kompetisi liga berkualitas hanya bisa dikelola oleh federasi sepak bola yang juga berkualitas. 

“Jelas tidak akan berprestasi Timnas kalau kompetisinya seperti ini. Karena bagaimanapun, pemain itu akan berkualitas jika ditempa dalam kompetisi yang berkualitas,” akunya.

Kebijakan PSSI yang sangat amburadul ini sudah dipastikan akan berpengaruh pada kualitas pemain Indonesia nanti. Kendati ke depan PSSI datangkan pelatih terbaik dari Eropa sekalipun. 

“Jadi, siapa pun pelatih Timnas, jika kompetisinya masih seperti sekarang, saya pesimistis Timnas bisa berprestasi,” jelasnya.

Rikky Daulay pun menyinggung soal kebijakan kompetisi tanpa ada persaingan ketat agar menjadi juara dan juga terhindar dari degradasi. Pasalnya, PSSI memutuskan menghilangkan aturan degradasi dalam Liga 1 Indonesia. 

“Ini juga lucu, kompetisi profesional, cuma di Indonesia mungkin yang tidak ada degradasi. Lebih baik tidak usah ada pemain asing dari awal, sehingga kompetisinya bisa fokus ke pembinaan pemain,” tegasnya. (RO/OL-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat