visitaaponce.com

Akatara 2022 Diharapkan Jadi Ajang Memulihkan Industri Film Nasional

Akatara 2022 Diharapkan Jadi Ajang Memulihkan Industri Film Nasional
ilustrasi: Akatara 2018 di Kota Malang, Jawa Timur(MI/Bagus Suryo)
Sejak kehadiran pertamanya pada 2017, forum pasar film (film market) Akatara memasuki tahun kelimanya. Setelah absen pada 2020, tahun lalu kegiatan ini digelar secara daring dan luring, dan tahun ini. Akatara merupakan program Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) yang bekerja sama dengan Badan Perfilman Indonesia (BPI). Program ini bertujuan untuk memfasilitasi pembiayaan dan memberikan kesempatan untuk mendapat akses permodalan bagi pembuat dan pebisnis film, serta mengembangkan eksositem perfilman di Indonesia

Tahun ini, ada sekitar 50 proyek film yang ikut serta, mulai dari film panjang, film pendek, dokumenter, animasi, dan serial. Berlangsung selama dua hari pada 29-30 Maret, setidaknya ada sekitar 60 calon investor dan kolaborator yang sudah bergabung.

“Tahun lalu kami menerima sekitar 300-an proposal film yang kemudian terkurasi menjadi 50 proyek film yang ikut serta pada tahun ini. Kami berharap Akatara dapat memenuhi kebutuhan industri film dan konten audio visual, dan menampilkan keunggulan bangsa. Di sini menjadi tempat untuk mempertemukan proyek dari seluruh Indonesia dan venture capital,” kata Direktur Program Akatara 2022 Vivian Idris dalam sambutannya, di The Westin Hotel, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa, (29/3).

Sementara itu Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno yang hadir untuk membuka Akatara 2022 mengatakan dengan adanya forum ini diharapkan bisa menjadi salah satu upaya untuk membangkitkan kembali industri perfilman Indonesia yang terpuruk akibat pandemi.

“Dengan rekam jejak yang sudah berlangsung lima tahun, Akatara bukan saja menjadi penghubung antara sineas dan investor. Tapi juga bisa mengembangkan perfilman dengan menciptakan akses pembiayaan. Ke depan, kita akan melihat film-film yang sukses, yang dipertemukan lewat Akatara, seperti Keluarga Cemara, atau Nyanyian Akar Rumput,” kata Sandi.

Sandi melanjutkan, memperbaiki ekosistem perfilman menjadi tanggung jawab bersama. Termasuk pemerintah. Bukan saja menciptakan film-film bagus, tetapi juga laku di pasar dan bisa bersaing secara global.

“Ini adalah bagian dari pemulihan tata kelola dan ekonomi baru pasca-pandemi. Dengan pembiayaan film yang lebih berkelanjutan, dan film yang lebih berdampak sosial. Dan tentunya mendukung isu seperti keberlanjutan lingkungan, women empowerment, gender equality, dan sebagainya. Menurut saya film-film seperti itu yang akan menjadi identitas bangsa dan akan mengubah perilaku kita pasca-pandemi.”

Ditemui di sela-sela acara, Winner Wijaya yang membawa proyek dokumenter Pak Greg dari Wai Apo, dokumenter tentang eks-tapol 1965 di Akatara, mengatakan dirinya tengah mencari mitra kolaborasi yang mau mendukung pasca-produksi. Hal itu juga yang dituju oleh sutradara Khozy Rizal, yang membawa proyek baru film pendek Basri dan Salma dalam Komedi yang Terus Berputar. Sutradara Lika-Liku Laki itu juga tengah mencari mitra kolaborasi untuk pasca-produksi. Sementara, sineas asal Bali Nirartha Bas Diwangkara yang membawa proyek film pendek Unseen Sin tengah mencari mitra ko-produser dan kru produksi. (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat