visitaaponce.com

Perempuan-Perempuan Pilihan Saat Para Puan Menggugat

Perempuan-Perempuan Pilihan: Saat Para Puan Menggugat
Suasana pementasan lakon Perempuan-Perempuan Pilihan, di TIM, Jakarta, Sabtu (17/9).(MI/Fathurrozak )

Alkisah, adalah suatu kota bernama Perempuan-Perempuan Pilihan. Di sana, tidak ada laki-laki yang tinggal.  

Kota Perempuan-Perempuan Pilihan dipimpin oleh Ibu Ratu (Rosiana Silalahi), dan aparat hukumnya dipimpin oleh Jenderal Dira (Dira Sugandi). Mereka tidak membutuhkan peran laki-laki karena semua sudah bisa dilakukan sendiri oleh para puan dan kelompoknya.

Tapi, ada yang bikin janggal. Seorang warga bernama Rara Ayu (Rieke Diah Pitaloka), yang memiliki banyak pengikut, dikabarkan hamil. Padahal, tidak ada laki-laki sama sekali di kota tersebut.  Membesarnya rumor semakin mengusik Ibu Ratu, membuatnya mengutus Jenderal Dira untuk menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi.

Pentas ke-37 Indonesia Kita, Perempuan-Perempuan Pilihan, yang berlangsung pada Jumat dan Sabtu, 17-18 September di Teater Besar, Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat, menjadi pentas dengan formula yang seperti biasanya digunakan Indonesia Kita.

Di antara plot lakon yang dimainkan, selalu diselipkan sentilan-sentilan fenomena terkini yang terjadi. Ramuan dan kejelian penulis dan sutradara Agus Noor untuk selalu memasukkan isu terkini memang jadi formula yang selalu cukup berhasil. Bagaimana para pemeran di atas panggung bergiliran menyentil hal-hal yang mengusik publik, seperti halnya kasus Duren Tiga yang turut menjadi pertaruhan marwah institusi Polri.

Pada pentas kali ini, para perempuan juga yang menjadi pemeran utamanya. Itu berbeda dengan beberapa lakon Indonesia Kita sebelum-sebelumnya yang biasanya mendudukkan tokoh laki-laki sebagai pemegang jalannya plot. Perempuan-Perempuan Pilihan juga serupa gugatan dari para perempuan atas diskriminasi maupun ketidaksetaraan ruang yang ada. 

Meski begitu, duet Akbar dan Cak Lontong masih menjadi senjata utama untuk menciptakan ledakan-ledakan tawa. Selama kurang lebih tiga jam, hampir tidak pernah habis sketsa komedi yang diciptakan keduanya di tiap babaknya.

Kehadiran Merlyn Sopjan, aktivis yang giat dalam program-program pemberdayaan transpuan, meski hanya muncul dalam durasi sedikit, dialog yang disampaikannya menjelang babak akhir menjadi kekuatan yang sangat terasa dengan jahitan situasi plot lakon di atas panggung serta apa yang dialami oleh kelompoknya, membawa pesan bahwa situasi ruang aman belumlah benar-benar terwujud, bagi seluruh kelompok. Utamanya, mereka yang gendernya nonbiner. Untuk itu pula, Perempuan-Perempuan Terpilih menggugat, ingin menjadi ruang yang aman bagi siapa pun, bukan saja untuk perempuan. (M-2) 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irana Shalindra

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat