visitaaponce.com

Wali Kota di Prancis ini Mengubah Nama Kotanya untuk Tingkatkan Kesetaraan Gender

Wali Kota di Prancis ini Mengubah Nama Kotanya untuk Tingkatkan Kesetaraan Gender
Papan nama kota Pantin di Prancis(Julien de Rosa/AFP)

Bertrand Kern, seorang wali kota di Prancis punya cara unik untuk meningkatkan kesadaraan warganya tentang kesetaraan gender. Politikus berhaluan sosialis itu untuk sementara waktu mengubah nama kotanya, Pantin menjadi Pantine.

"Pantin selama setahun akan disebut Pantine," katanya, dalam postingan video di twitter. Penambahan huruf 'e', kata dia, sebagai simbol kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dan upaya untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan.

Untuk diketahui, dalam Bahasa Prancis, kata benda sering kali dapat dibuat bentuk feminin dengan menambahkan huruf  'e' di bagian akhir.

Kern berharap ini akan menjadi seruan untuk kesetaraan antara perempuan dan laki-laki yang masih belum sempurna di negaranya. “Perempuan masih dibayar lebih rendah daripada laki-laki, dan tempat mereka di domain publik tidak selalu diterima dengan baik oleh laki-laki", katanya.

Tetapi, langkah itu tampaknya sebagian besar bersifat simbolis. Kantor wali kota mengatakan tidak akan ada perubahan pada rambu-rambu jalan di pinggiran kota, atau dalam komunikasi resmi pemerintah kota.

Akun twitter resmi pemerintah kota di utara Prancis itu hingga  Rabu (4/1) juga tidak berubah, kecuali spanduk berlatar belakang bertuliskan "Pantine: berkomitmen pada kesetaraan".

Pengumuman perubahan nama itu telah memicu reaksi di media sosial. Banyak netizen menyarankan alternatif bentuk feminin yang lebih kasar untuk kota-kota lainnya di Prancis. Tetapi, sebagian lainnya melihatnya sebagai langkah positif untuk menghidupkan kembali perdebatan tentang perbedaan gender.

Dalam Indeks Kesenjangan Gender Global, Forum Ekonomi Dunia 2022, Prancis berada di peringkat ke-15 dari ratusan negara di dunia.

Meski Elisabeth Borne, seorang insinyur berusia 61 tahun, diangkat sebagai perdana menteri tahun lalu, menjadi wanita kedua yang memegang posisi tersebut, politik Prancis penuh dengan tuduhan pelecehan dan penyerangan seksual dalam beberapa tahun terakhir.

Dalam salah satu kasus terbaru, seorang pemimpin muda terkemuka dari partai kiri Prancis, Adrien Quatennens, dijatuhi hukuman percobaan empat bulan penjara pada bulan lalu karena menampar istrinya.

Tiga menteri dalam pemerintahan Presiden Emmanuel Macron sejak 2016 juga telah dituduh melakukan pemerkosaan, termasuk seorang menteri yang dipecat pada Juli. Ketiganya menyangkal tuduhan itu.

Kelompok feminis Nous Toutes mencatat setidaknya telah terjadi 145 kasus kekerasan terhadap perempuan di Prancis pada tahun lalu. (AFP/M-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat