visitaaponce.com

Konsumsi Makanan Ultraproses Disebut Bisa Munculkan Depresi pada Wanita

Konsumsi Makanan Ultraproses Disebut Bisa Munculkan Depresi pada Wanita
ilustrasi makanan siap saji(unsplash.com)

PARA ilmuwan dan ahli medis dari University of Reading Inggris mengungkapkan mengonsumsi makanan dan minuman ultraproses dengan gula buatan dalam jumlah banyak dapat menimbulkan masalah kesehatan mental seperti depresi. Keterkaitan konsumsi ultra-processed food (UPF) atau makanan dan minuman ultra-olahan dengan kesehatan mental ini dipublikasikan di jurnal JAMA Network Open terbaru.

Penelitian dilaksanakan dengan menganalisis kebiasaan 32.000 wanita paruh baya yang merupakan bagian dari Nurses' Health Study II, sebuah studi longitudinal tentang kesehatan wanita. Penelitian ini tidak menyertakan pria sehingga hasilnya tidak dapat digeneralisasi.

Dalam paper-nya, para peneliti menyebutkan adanya hubungan antara konsumsi makanan ultraproses dan munculnya depresi terhadap seseorang. Tingkat risiko akan lebih tinggi bagi mereka yang mengonsumsi 9 porsi (per hari) hingga depresi sekitar 50% jika dibandingkan dengan mereka yang mengonsumsi 4 porsi atau kurang. 

“Ketika para peneliti mengamati makanan ultraproses tertentu, yang juga dikenal sebagai UPF, hanya makanan dan minuman yang dibuat dengan pemanis buatan yang dikaitkan dengan peningkatan risiko depresi di antara orang-orang yang diteliti, yang semuanya adalah perempuan,” ujar Gunter Kuhnle, seorang profesor ilmu pangan dan nutrisi di University of Reading di Inggris, seperti dilansir CNN pada Jumat (22/9). 

Makanan dan minuman ultra-olahan ini ditandai dengan kandungan nutrisi rendah, misalnya rendah protein dan serat. Selain itu, makanan-minuman ini memiliki kepadatan energi yang tinggi, ditandai kaya lemak dan gula tambahan dan adanya aditif seperti pewarna dan penguat rasa yang membuatnya sangat menarik, enak hingga membuat ketagihan.

Beberapa di antaranya seperti makanan kaleng, kripik, sup, saus, makanan siap saji seperti hot dog, sosis, kentang goreng, soda, kue, permen, donat, es krim, serta masih banyak lagi makanan dan minuman yang mengandung pemanis buatan.

“Studi kami berfokus pada hubungan antara makanan dan risiko depresi dengan gejala yang terbaru,” kata salah satu penulis studi, Dr Andrew T Chan, seorang profesor kedokteran Daniel K. Podolsky di Harvard Medical School dan profesor imunologi dan penyakit menular di Harvard T.H. Chan School of Public Health di Boston.

Baca juga:  Tidak Konsumsi Makanan Cepat Saji Bisa Bantu Anak Terhindar dari Diabetes

Studi ini menganalisis hubungan antara asupan makanan ultra-olahan dan kesulitan psikososial seperti suasana hati yang rendah, perasaan tidak enak, kecemasan, masalah perhatian dan gejala perilaku lainnya. Hal ini lantas dibandingkan dengan konsumsi buah dan sayur setiap hari dan aktivitas fisik mingguan para peserta, variabel yang telah terbukti memiliki efek positif pada kesehatan mental.

“Bahkan dalam beberapa kasus, kemungkinan untuk seorang individu dengan depresi kronis yang mengonsumsi makanan ultraproses ini dapat memperburuk kondisi mereka,” kata Chan, yang juga merupakan kepala unit epidemiologi klinis dan translasi di Rumah Sakit Umum Massachusetts di Boston.

Sementara itu, Kuhnle mengatakan rasa depresi tersebut didorong oleh satu faktor makanan ultraproses yaitu pemanis buatan. Selain itu, makanan tersebut juga kerap menjadi penyebab dari banyaknya penyakit kronis. Sebagai contoh, penelitian telah mengaitkan makanan olahan dengan kanker kolorektal dan penyakit jantung serta kematian dini.

“Secara harfiah, ratusan penelitian mengaitkan makanan ultraproses dengan obesitas, kanker, penyakit kardiovaskular, dan kematian secara keseluruhan,” ungkap Marion Nestle, professor emerita Paulette Goddard di bidang nutrisi, studi makanan, dan kesehatan masyarakat di New York University. 

Selain itu, makanan ultraproses dengan kadar gula tinggi kerap kali dikaitkan dengan demensia. Jika seseorang mengonsumsi 20% kalori harian dari makanan ultraproses, hal itu akan meningkatkan risiko penurunan kognitif sekitar 28%. 

“Ada juga hubungan antara makanan ultraproses dan gangguan pada mikrobioma usus, bagian organ tubuh yang penting untuk menghubungkan makanan olahan dengan tingkat depresi. Ada bukti yang muncul bahwa mikroba dalam usus berkaitan dengan suasana hati dan berfungsi untuk memproduksi protein yang berkaitan dengan aktivitas di otak,” jelas Chan. 

Makanan ultra-olahan tidak terbatas pada makanan cepat saji. Tetapi juga termasuk produk yang diproduksi secara massal yang mungkin dianggap relatif ”netral” atau bahkan ”sehat” seperti minuman ringan diet, beberapa jus buah dan yoghurt beraroma, margarin, olahan paket makanan seperti telur orak-arik dan kentang tumbuk dan banyak makanan siap saji yang tinggal dipanaskan serta berbagai hidangan pasta.

“Meskipun minuman manis dan makanan olahan itu menawarkan kelezatan yang tinggi dan mampu membuat senang sesaat, tetapi justru hal itu menjadi pemicu timbulnya ketidaknyamanan awal dari depresi. Dalam konstruk ini, depresi menyebabkan peningkatan asupan UPF, bukan sebaliknya,” ujar Chan. 

Depresi merupakan salah satu gangguan mental yang paling umum terjadi di seluruh dunia dan merupakan masalah kesehatan utama karena secara negatif memengaruhi kehidupan dan kesejahteraan sehari-hari melalui energi rendah yang bertahan lama, perubahan nafsu makan dan tidur, kehilangan minat atau kesenangan, kesedihan, dan terkadang berpikir untuk bunuh diri.

“Penelitian yang bersifat observasional ini berarti para peneliti hanya dapat menemukan hubungan antara timbulnya depresi dan asupan makanan olahan. Hal ini menambah kewaspadaan kita tentang bahayanya pemanis buatan dan kesehatan kardiometabolik".(M-4)
 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat