visitaaponce.com

Museum di Libanon Rayakan 100 Tahun Sang Nabi Karya Kahlil Gibran

Museum di Libanon Rayakan 100 Tahun ‘Sang Nabi’ Karya Kahlil Gibran
'The Prophet' Karya Kahlil Gibran yang telah diterjemahkan ke lebih dari 40 bahasa.(JOSEPH EID / AFP)

Di pegunungan Lebanon utara, sebuah museum yang didedikasikan untuk Kahlil Gibran di kampung halamannya di Bsharre, tengah menggelar perayaan seratus tahun The Prophet (di Indonesia diterjemahkan sebagai sang Nabi), karya paling terkenal dari penulis Libanon tersebut.

Sejak pertama kali diterbitkan di Amerika Serikat pada tahun 1923, jutaan eksemplar buku kumpulan puisi/prosa  itu telah terjual di seluruh dunia. Buku tersebut menjadi karya sastra klasik yang telah diterjemahkan ke lebih dari 40 bahasa dari bentuk aslinya yang berbahasa Inggris.

“Setiap pembaca, dari mana pun mereka berasal, merasa bahwa buku ini berhubungan dengan mereka dan sangat menyentuh hati mereka, baik  Kristen, Muslim, Yahudi atau Ateis,”  kata direktur museum Joseph Geagea.

“Karrya Ini menyentuh spiritualitas setiap individu, berhubungan dengan kematian, kehidupan, persahabatan, cinta, anak-anak dan topik lainnya,” tambahnya.

Kumpulan prosa puitis, The Prophet berkisah tentang Almustafa yang sebelum kembali ke Tanah Air-nya, berbicara kepada penduduk Kota Orphalese tentang berbagai aspek kehidupan.

Dibagi menjadi 26 bab, ayat-ayat "sang Nabi" sering dikutip pada saat kelahiran, pernikahan, dan pemakaman di seluruh dunia.

“Gaya alkitabiah meresap”dalam “The Prophet”, “ kata penulis Libanon Alexandre Najjar dalam pembacaannya baru-baru ini di Beirut. Ia juga mencatat pengaruh tradisi mistik Sufi Islam dalam karya  ini.

“Karya ini memikat para mahasiswa dan kaum hippies pada tahun 1960-an, “ kata Najjar.  Kalimat atau kutipan yang menyentih itu, kata dia, antara lain: "Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu... mereka datang melaluimu tetapi bukan darimu."

“Legenda rock n’roll mendiang Elvis Presley sangat menyukai buku itu dan sering memberikannya kepada teman-temannya di hari ulang tahun mereka,” tambahnya.

“Selebritas dan para pesohor lainnya, mulai dari John Lennon hingga mantan Permaisuri Jepang Michiko dan mendiang Perdana Menteri India Indira Gandhi, juga menyukai buku tersebut,” kata Geagea, salah seorang pengelola museum tersebut.

Visi spiritual

Menghadap Lembah Qadisha Libanon, museum ini didirikan di bekas biara abad ke-18 dan memamerkan sekitar 150 karya Gibran yang menunjukkan “visi spiritualnya yang mendalam tentang ‘keberadaan’, “ kata Geagea.

Pameran ini juga menampilkan 11 terjemahan "The Prophet" yang dirilis antara tahun 1923 dan 1931.

“Gibran sangat ingin kembali ke Bsharre yang dia tinggalkan pada usia 12 tahun,, tetapi ia meninggal sebelum sempat mendapat kesempatan,” ungkap Geagea.

Gibran lahir di Bsharre pada tahun 1883, ketika Liobanon berada di bawah kekuasaan Ottoman. Namun, ia menulis sebagian besar bukunya di Amerika Serikat, tempat ia memimpin New York Pen League, perkumpulan sastra Arab-Amerika pertama. Ia wafat pada tahun 1931, ketika baru berusia 48 tahun.

Pada  April tahun ini, sebuah pameran di markas besar PBB di New York juga menandai ulang tahun keseratus karya tersebut (the Prophet).(AFP/M-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat