visitaaponce.com

Pentingnya Chain of Title untuk Karya Adaptasi

Pentingnya Chain of Title untuk Karya Adaptasi
Salah satu adegan dalam serial mini "Gadis Kretek" yang tayang di platform Netflix.(Instagram/Tissa Biani)

ADAPTASI karya sastra menjadi film atau serial sudah lazim dilakukan oleh para sineas. Beberapa alasan mengadaptasi pun beragam. Mulai dari kuatnya kekayaan intelektual yang sudah terbentuk dari karya asal hingga potensi cerita dari karya tersebut ketika dialihwahanakan menjadi suatu film atau serial.

Namun, dalam mengadaptasi karya sastra menjadi film maupun serial, produser harus sadar terkait hal-hal yang bersangkutan dengan hak cipta. Salah satu yang perlu diurus adalah chain of title.

Chain of title pada dasarnya adalah semua dokumen yang diperlukan untuk menunjukkan bahwa pembuat film memiliki filmnya dan telah mendapatkan semua hak yang diperlukan untuk mendistribusikannya. Jika pembuat film tidak memiliki hak-hak yang diperlukan, mereka tidak dapat memberikan hak-hak tersebut kepada distributor. Chain of title juga dapat menghindarkan pembuat film maupun distributor dari tuntutan hukum yang bisa saja terjadi ketika film tersebut dirilis.

Co-Founder dan Co-CEO Base Entertainment, rumah produksi yang memproduksi serial Gadis Kretek, Aoura Lovenson, menjelaskan dalam mengadaptasi serial Gadis Kretek dari novel berjudul sama karya Ratih Kumala, rumah produksinya juga telah mengurus rangkaian dokumen chain of title untuk memastikan legalitas yang berkaitan dengan hak cipta dari karya tersebut.

Gadis Kretek (Cigarette Girl) baru-baru ini populer di Netflix dan menjadi salah satu tayangan top 10 di beberapa negara seperti Indonesia, Malaysia, Cile, Meksiko, Venezuela, dan Rumania.

“Ketika melakukan adaptasi karya, kami merapikan segala dokumen chain of title. Kami harus memahami dulu seluruh prosesnya mulai dari ide, metodologi yang tepat, dan pengembangannya termasuk legalisasi dalam membuatnya sebagai kekayaan intelektual (intelectual property/IP),” kata Aoura dalam diskusi panel Perseverance: Creativity on the Border, Copyright dalam rangkaian Asean-Korea Innovative Culture Forum 2023 di Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (16/11/23).

Aoura lebih lanjut menjelaskan, kekayaan intelektual bukanlah sekadar ide. Melainkan, ide yang dikembangkan menjadi bentuk karya. Ada serangkaian hal teknis untuk menjadikan ide dalam bentuk kekayaan intelektual.

“Perlu dipahami, punya ide tidaklah sama dengan punya IP. Bagaimana kami menciptakan IP menjadi serial, atau menjadikan IP serial Gadis Kretek, tentu ada serangkaian proses legal. Dengan chain of title, itu juga akan melindungi lebih banyak nilai ke proyek yang sedang dikembangkan,” lanjut Aoura.

Dalam kasus Gadis Kretek sendiri, Aoura menjelaskan proyek tersebut berkembang sejak medio 2016–2018. Barulah pada 2019 pembicaraan proyek adaptasi tersebut berjodoh dengan Netflix sehingga baru diproduksi tahun lalu.

“Awalnya kami mau mengadaptasi novel terbitan tahun 2012 ini menjadi feature film. Namun, dalam prosesnya, kami merasa adaptasinya lebih tepat ke medium serial. Di novelnya, ada tiga linimasa. Sementara itu, di serial kami fokus pada dua linimasa.” (M-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irana Shalindra

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat