Jalan Panjang Kimono
LAHIR pada era Heian (794-1192 M), kimono bermakna 'sesuatu yang dikenakan'. Saat itu kimono hanya berupa kain berpotongan lurus yang dijahit menjadi satu sehingga bisa dikenakan semua bentuk tubuh. Pakaian tersebut lantas berkembang pada era Edo (1603-1868) dan disebut 'kosode' yang berarti 'lengan sempit'. Kosode dianggap sebagai salah satu elemen budaya penting pemersatu masyarakat Jepang.
Pakaian itu lantas menjadi busana sehari-hari tanpa membedakan umur, jenis kelamin, hingga kelas ekonomi dan sosial seseorang. Kosode pun bertranformasi, berpotongan lebih pelik, dan nilai estetika yang lebih tinggi. Adanya ketimpangan sosial lantas membuat kosode menjadi identitas bagi pemakainya. Mereka yang punya uang bisa memesan dengan desain khusus, sementara rakyat miskin menggunakan kain perca.
Perjalanan belum selesai, pada era Meiji (1868-1912) dimulai, kosode kembali disebut kimono. Ada perubahan pola dengan masuknya budaya Barat. Karena itu, penggunaan kimono sempat ditinggalkan, hanya dipakai pada acara besar. Namun, pada 1890-an, nasionalisme masyarakat Jepang mulai tumbuh sehingga perempuan kembali didorong untuk mengenakan kimono.
Baca juga : Fujifilm Luncurkan Printer Smartphone 'Instax Square Link' di Indonesia
Generasi muda pada 1990-an kemudian muncul dengan mengenakan kimono. Berbagai majalah fesyen, blog, juga media sosial turut mengulas dan meramaikan kembalinya kimono. Kimono kembali hadir di sisi jalan-jalan Jepang menjadi busana yang trendi.
Awal 2000, generasi muda mulai mengenakan kimono sebagai bentuk kejenuhan akan fast fashion. Kimono semakin mendunia dengan terjadinya Japonisme, gelombang antusiasme terhadap budaya Jepang di Eropa dan AS, banyak desainer rumah mode besar mengadaptasi model kimono pada rancangan mereka.
Beberapa nama yang pernah menciptakan busana dengan inspirasi dari kimono, yakni Alexander McQueen, Yves Saint-Lauren, Duro Olowu, John Galliano untuk Christian Dior, Thom Browne, hingga Cristobal Balenciaga.
Kini, generasi muda lebih leluasa mengenakan kimono dan sering kali memadukannya dengan sandal atau sepatu dari label mode premium. Kimono kini menjadi busana yang menyenangkan, bahkan para pelancong yang datang ke Jepang rasanya tak lengkap jika tidak mengenakan kimono untuk sekadar jalan-jalan di distrik yang ada di Kyoto. (M-3)
Terkini Lainnya
Libur ke Yogyakarta, Jajal Foto Estetik di Kencana Photo
Pameran Fotografi dan Desain Grafis UFOFest 2024 Bertema UNSEEN Sukses Digelar
Rilis pada 20 Juni, Realme GT 6 Hadirkan Fitur AI Unggulan untuk Fotografi
Fenomena Race Photo Redemption: Meningkatnya Permintaan dan Dampaknya terhadap Ekonomi
Matahari Papua
Apa Keistimewaan Dua Kamera dan Dua Lensa Baru FUJIFILM?
Tantangan Pendidikan di Indonesia
Membenahi Pola Tata Kelola PTN-BH
Ngariksa Peradaban Nusantara di Era Digital
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap