visitaaponce.com

Agar Rakyat Percaya Penjabat Kepala Daerah

 

KONSEKUENSI dari pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah (pilkada) secara serentak pada 2024 ialah 272 kepala daerah akan digantikan penjabat. Pemerintah yang punya kewenangan untuk menunjuk penjabat dituntut transparan dalam prosesnya.

Pengisian jabatan tersebut kian mendesak. Bahkan, pada 12 Mei atau lusa terdapat lima gubernur yang akan mengakhiri masa jabatan dan pemerintah harus segera menunjuk penjabat kepala daerah sementara. Namun, sampai sekarang pemerintah belum menerbitkan peraturan pelaksanaan sebagai tindak lanjut Pasal 201 UU 10/2016 tentang Pilkada sebagaimana putusan MK.

Kelima kepala daerah tingkat provinsi tersebut ialah Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Erzaldi Rosman Djohan, Gubernur Banten Wahidin Halim, Gubernur Gorontalo Rusli Habibie, Gubernur Sulawesi Barat Muhammad Ali Baal Masdar, dan Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan.

Hingga dua hari menjelang masa menjabat, pemerintah belum sekalipun secara resmi mengumumkan calon dan kandidat para penjabat itu. Dengan tuntutan transparansi, mestinya calon-calon yang diajukan kepada Presiden disampaikan kepada publik.

Tujuannya rakyat, khususnya masyarakat di daerah yang akan dipimpin penjabat tersebut, mengetahui para calon pemimpinan mereka. Publik pun bisa ikut mengawal proses seleksi dan penunjukan penjabat gubernur mereka. Tentu rakyat tidak mau proses seleksi itu menjadi otorisasi pusat tanpa mempertimbangkan aspirasi wilayah dan daerah masing-masing.

Apalagi sejauh ini Kemendagri tidak memberikan akses kepada masyarakat. Jangan sampai penunjukan penjabat kepala daerah seperti membeli kucing dalam karung. Pengangkatan penjabat hanya akan menuai kontroversi sehingga muncul resistensi-resistensi dari daerah.

Meskipun tidak ada aturan yang mewajibkan Kemendagri memublikasikan nama calon penjabat kepala daerah, mestinya pemerintah membuka kepada publik nama-nama calon penjabat untuk menjaga proses penunjukan memperhatikan unsur demokrasi, transparansi, akuntabilitas, dan aspirasi daerah.

Pemerintah pusat mutlak mendengarkan aspirasi masyarakat dan pemangku kepentingan di daerah agar penjabat terpilih bisa bekerja dalam suasana kondusif dalam melakukan pelayanan publik. Apalagi mereka akan menjabat cukup lama, ada yang lebih dari setengah periode kepemimpinan.

Penjabat kepala daerah tentu juga harus benar-benar memahami berbagai hal, bukan hanya masalah program kerja pemerintah daerah mereka. Mereka juga mesti paham masalah penanganan konflik serta kearifan lokal.

Selama ini, publik hanya mengetahui nama penjabat kepala daerah akan terpilih melalui serangkaian seleksi, tetapi pemerintah terkesan tertutup mengenai rangkaian proses seleksi yang sedang berjalan. Termasuk tata cara menjaring nama calon serta kriteria pemilihan.

Selain suara dari Majelis Rakyat Papua Barat yang mengumumkan nama-nama kandidat Penjabat Gubernur Papua Barat yang diusulkan kepada pemerintah pusat, tidak ada ada daerah lain yang mengungkap kandidat mereka.

Benarkah perwakilan rakyat di daerah lain tidak dimintai pendapat? Ataukah justru para wakil rakyat daerah itu yang juga turut andil membuat proses seleksi itu tertutup rapat dari publik?

Apa pun itu, penunjukan penjabat kepala daerah yang tidak transparan hanya berpotensi menciptakan kecurigaan. Jangan salahkan publik ketika melihat proses seleksi penjabat ini lebih kental kepentingan elite alih-alih kemaslahatan rakyat. Jika itu yang terjadi, bisa saja penunjukan penjabat kelak menuai gugatan.



Terkini Lainnya

Tautan Sahabat