visitaaponce.com

Pemerintah Siapkan Insentif Dorong Penurunan Emisi

Pemerintah Siapkan Insentif Dorong Penurunan Emisi
Ajang Indonesia Bicara bertema ‘Sustainable Investment (Renewable Energy)’,(Dok. Media Indoneska)

INDONESIA telah berkomitmen untuk beralih sepenuhnya ke sumber energi baru terbarukan (EBT) pada 2060. Pemerintah melalui Kementerian Investasi/BKPM menyiapkan keistimewaan untuk mendorong penurunan emisi, khususnya bagi sektor swasta.

Direktur Perencanaan SDA Kementerian Investasi/BKPM Ratih Purbasari Kania menyampaikan, tren dunia bisnis telah mengarah kepada permintaan produk yang berkelanjutan dan menuntut industri pertambangan menerapkan Environment Sustainable Government (ESG). Bahkan, peluang investasi dunia saat ini adalah profil investasi yang memiliki orientasi terdapat ESG dan SDGs.

Pemerintah juga memastikan telah menyiapkan regulasi untuk mendorong penurunan emisi, khususnya bagi sektor swasta. Salah satunya dengan adanya kebijakan pajak karbon, praktik carbon off-setting dan carbon trading nantinya akan dapat diterapkan di Indonesia.

Selain itu, Pemerintah juga mendorong proyek-proyek investasi berkelanjutan. Antara lain pembangunan pembangkit berbasis EBT dan penawaran skema blended finance untuk mempercepat pensiun dini PLTU berbahan bakar batu bara. “Insentif juga ditawarkan dalam pembangunan pembangkit EBT, salah satunya adalah tax holiday,” kata Ratih dalam acara Indonesia Bicara bertema ‘Sustainable Investment (Renewable Energy)’, Selasa (2/11).

Selanjutnya, dalam rangka memberikan kepastian hukum, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden 112/2022. Perpres itu berisi percepatan pengembangan energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik, untuk meningkatkan investasi pada sektor energi terbarukan, mempercepat pencapaian target bauran EBT, dan mengurangi emisi gas rumah kaca.

Ratih mengungkapkan, pengaturan harga listrik yang dihasilkan dari pembangkit EBT telah mengalami perubahan agar investasinya menjadi lebih menarik. Sebelumnya, harga listrik EBT ditentukan berdasarkan biaya pokok pembangkitan setempat. Pengaturan ini kurang menarik, karena harga menjadi rendah dan harus berkompetisi dengan harga listrik dari mayoritas pembangkit PLN yang non-EBT.

Namun melalui Perpres 112/2022, harga patokan tertimggi ditetapkan bergantung pada jenis pembagkit EBT dan skalanya, sehingga pengembang dapat menghitung keekonomian proyek energi terbarukan dengan lebih jelas. Selain itu, membuka peluang PLN mendapatkan harga listrik energi terbarukan yang lebih kompetitif.

Dalam acara ini, Direktur Mega Proyek dan Energi Baru Terbarukan PT PLN Wiluyo Kusdwiharto menyakinkan, PT PLN (Persero) terus berkomitmen untuk mencapai target net zero emission pada 2060. Berbagai upaya dilakukan baik upaya jangka pendek (short term) maupun jangka panjang (long term).

Dalam inisiatif short term, Pertama, PLN secara masif telah mengembangkan energi baru dan terbarukan (EBT). Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, PLN membangun pembangkit renewable energy berkapasitas 20,9 Gigawatt.

“Jadi ke depan kami tidak akan membangun pembangkit pembangkit fosil baru. Pembangkit-pembangkit yang akan datang itu kami bangun semuanya dengan kapasitas 20,9 Gigawatt,” ungkap Wiluyo di acara yang sama.

Kedua, PLN juga melakukan upaya konversi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) ke renewable energy dan juga menkonversi PLTD tersebut ke gas.

Ketiga, PLN juga tengah berencana mempensiunkan PLTU Tahap 1. Ini merupakan tahap penggantian dengan pembangkit renewable energy.

Keempat, PLN juga sudah melakukan program cofiring PLTU. Program ini juga sudah diimplementasikan di 33 PLTU dari 52 PLTU yang dimiliki PLN. “Kami telah mengganti batu bara dengan produk biomassa seperti serbuk kayu, sekam atau sampah. Sampah sudah kami bisa olah menjadi bahan bakar yang nanti akan kami gunakan mengganti batu bara,” jelas dia.

“Kami juga mengembangkan ekspansi gas agar ketergantungan terhadap batu bara (coal) berkurang. Selanjutnya adalah mengembangkan clean coal agar bisa diproses menjadi gas,” kata dia.

Tantangan Berat

Dalam mewujudkan transisi energi, PLN nyatanya dihadapkan kepada tantangan berat. PLN butuh dukungan investasi untik mencapai net zero emission sampai dengan 2060.

“Kami sangat butuh dukungan, kami butuh setidak-nya US$700 miliar atau sekitar Rp10.000 triliun untuk meng-konversi energi fosil menjadi EBT,” lanjut Waluyo.

Untuk itu, pihaknya membuka kesempatan untuk berkolaborasi dengan lembaga internasinal, perusahaan internasional, perusahaan swasta dalam negeri yang sangat concern dengan EBT.

Pengamat ekonomi energi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Dr Fahmy Radhi meyakinkan PLN bahwa prospek investasi pada EBT sangat menjanjikan. Sejumlah indikator menunjukkan itu. “Pertama, kita lihat komitmen global untuk beralih pada sustainable energy ini sangat besar sekali. Kita mencatat bagaimana komitmen tadi di-tuangkan dalam Paris Agreement yang Indonesia juga ikut meratifikasi," jelas dia. 

Salah satu target yang ingin dicapai dalam Paris Agreement adalah zero carbon pada 2050. Indonesia sendiri saat ini menerapkan program transisi energi yang menetapkan target lebih realistis pada 2060. Bahkan ada perubahan regulasi yang disiapkan Pemerintah, untuk mendukung transisi energi.

“Kemudian juga ada insentif berupa carbon tax, bahkan perbankan akan didorong memberikan rate yang rendah bagi perusahaan yang mengembangkan energi baru terbarukan,” tandas dia. (Gan/OL-10)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat