Kebijakan Pengurangan Emisi Sektor Industri Perlu Implementasi Konsisten
![Kebijakan Pengurangan Emisi Sektor Industri Perlu Implementasi Konsisten](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2024/06/5ff7e2ac84488d2d09ece53e5b540ebb.jpg)
INDUSTRI menjadi salah satu sektor yang berkontribusi signifikan terhadap emisi karbon di Indonesia. Berdasarkan data di Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2024, pada 2022, emisi sektor industri naik 30% dibandingkan 2021, mencapai lebih dari 400 juta ton setara karbon dioksida.
Implementasi lima pilar dekarbonisasi industri perlu dilakukan untuk menurunkan emisi, membatasi kenaikan suhu global melebihi 1,5 derajat Celcius, serta meraup manfaat lainnya seperti meningkatkan daya saing, menekan biaya operasional, dan membuka peluang pekerjaan hijau.
Kepala Pusat Industri Hijau Kementerian Perindustrian Apit Pria Nugraha mengungkapkan sektor industri memainkan peran krusial dalam ekonomi, namun juga menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang signifikan. Untuk itu, ia menekankan, kebijakan pengurangan emisi sektor industri perlu diimplementasikan secara konsisten, inklusif dan kuat.
Baca juga : Tiongkok, Penghasil Emisi Gas Rumah Kaca Terbesar
“Salah satu upaya pengurangan emisi sektor industri dengan penerapan nilai ekonomi karbon. Saat ini kami tengah melakukan berbagai persiapan untuk dekarbonisasi, seperti merumuskan peta jalan perdagangan karbon untuk industri, Peraturan Menteri Industri (Permenperin) Perdagangan Karbon, batas atas perdagangan karbon, tata laksana perdagangan karbon dan sistem informasi terintegrasi perdagangan karbon,” ujar Apit dalam keterangannya, Kamis (20/6).
Manajer Program Transformasi Energi Institute for Essential Services Reform (IESR) Deon Arinaldo menyebut emisi sektor industri dominannya berasal dari penggunaan energi yang menggunakan batu bara. Berdasarkan kajian IETO 2024, pada 2022, konsumsi energi setidaknya berkontribusi terhadap lebih dari 60% emisi gas rumah kaca (GRK) industri, sementara lebih dari setengahnya berasal dari limbah industri.
“Dekarbonisasi industri dapat menjadi peluang bagi Indonesia untuk bergerak menuju keberlanjutan dan strategi untuk mencapai Indonesia Emas 2045 dan menjadi upaya mitigasi kenaikan suhu bumi. Komitmen dekarbonisasi industri akan membuka peluang target pasar baru dan menaikkan daya saing produk, terutama melihat masa depan yang akan bergerak ke arah produk yang lebih berkelanjutan,” ujar Deon.
Baca juga : Program Dekarbonisasi Mind Id Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca
Analis Energi IESR Muhammad Dhifan Nabighdazweda menyarankan tiga langkah untuk mencapai emisi lebih rendah dan mendorong dekarbonisasi industri melalui teknologi rendah karbon. Pertama, menetapkan target penurunan emisi yang jelas dan spesifik untuk semua sektor industri.
Kedua, mengembangkan regulasi sertifikasi untuk produk hijau dan teknologi baru seperti hidrogen dan CCUS. Ketiga, memperkuat kerja sama antara industri, pemerintah, dan akademisi untuk riset teknologi rendah karbon dan pengembangan sumber daya manusia.
Kajian IESR mengungkapkan lima pilar dekarbonisasi industri yakni efisiensi sumber daya, efisiensi energi, elektrifikasi industri, menggunakan bahan bakar, bahan baku dan sumber energi rendah karbon, serta pemanfaatan teknologi penangkap dan penyimpanan karbon (CCS/CCUS), khususnya untuk mengurangi emisi dari proses yang sulit di dekarbonisasi secara teknis.
Baca juga : KLHK: Teknologi Ramah Ozon Tingkatkan Daya Saing Industri
“Sektor industri sangat beragam sehingga membutuhkan solusi yang bervariasi. Implementasi pilar dekarbonisasi perlu mempertimbangkan segi ekonomi dan teknis. Pemerintah dapat mendorong penggunaan energi terbarukan untuk industri, seperti melalui pemasangan PLTS atap, memberikan insentif bagi industri yang menerapkan teknologi rendah karbon, dan mendukung penelitian dan pengembangan teknologi rendah karbon yang masih dalam tahap komersialisasi,” jelas Dhifan.
Analisis IESR menunjukkan bahwa sektor industri dapat tumbuh dan berkembang dengan melakukan lima pilar dekarbonisasi. Industri dapat menghemat biaya produksi hingga 30% dengan penerapan efisiensi energi dan efisiensi sumber daya.
Selain itu, biaya untuk bahan produksi yang tidak dapat digunakan kembali, bisa dikurangi hingga 66%. Manfaat lainnya dari dekarbonisasi industri adalah potensi penghematan biaya pajak karbon, penghematan biaya pengendalian dampak lingkungan, menaikkan kualitas lingkungan dan keberagaman hayati, membuka peluang pekerjaan hijau, dan menurunkan kebutuhan subsidi kesehatan. (Ifa/Z-7)
Terkini Lainnya
API Jateng Beri Sinyal Kebangkrutan Industri Tekstil dan PHK Massal
Komitmen Terpercaya agar Tumbuh Optimal dan Berkelanjutan
Dorong Pertumbuhan Industri Manufaktur Bernilai Tambah Tinggi
Penyanyi Cilik Etenia Rilis Single Kedua Semua Rasa
Kemenperin Dalami PHK Massal di Sritex
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Tanggapi PHK di Sritex
Dirjendiktiristek Hadiri Peluncuran UI Net Zero Initiative
Indonesia-Norwegia Perkuat Upaya Konservasi & Pengurangan Emisi
Dukung UMKM di Wonosobo, Pama Group Fasilitasi Program Berbasis Lingkungan
Pentingnya Perangkat Lunak, Otomasi, dan Elektrifikasi dalam Meningkatkan Daya Saing Industri
Reduksi Emisi Gas Rumah Kaca, SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif
Integrative & Functional Medicine: Pendekatan Holistik dalam Pengobatan Kanker
Hidup Segan Calon Perseorangan
Puncak Haji Berbasis Fikih
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Huluisasi untuk Menyeimbangkan Riset Keanekaragaman Hayati di Indonesia
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap