visitaaponce.com

Tuah Kulit Buah

Tuah Kulit Buah
Cara pembuatan kulit buah menjadi detergen.(Dok. Pranee)

TAHUN lalu, Kadek Satria Purnama, Ni Kadek Mira Cahyani, dan Ni Gusti Putu Pamela Putri baru saja menyelesaikan ujian di SMA. Sembari menunggu masuk waktu kuliah, ketiganya mencoba memanfaatkan waktu luang dengan mengikuti inkubasi bisnis di Bali yang dilaksanakan Inkuri (Inkubator Usaha Lestari). Di program inkubasi yang berlangsung sejak akhir 2021 itu, mereka mencetuskan ide usaha yang berupaya menerapkan tanggung jawab lingkungan.

Idenya sederhana. Mereka memanfaatkan limbah kulit buah seperti jeruk, mangga, dan pisang yang difermentasikan dengan eco-enzyme menjadi produk detergen yang ramah lingkungan. Dengan memanfaatkan material organik tersebut, mereka bermaksud memberikan solusi alternatif untuk mengatasi pencemaran air sungai.

“Rumah kami dekat dengan sungai. Kami coba ambil sampel air dari sungai dan mengacu pada beberapa jurnal ilmiah untuk mengecek baku mutu kualitas airnya. Memang sebenarnya banyak faktor pencemaran air sungai, tetapi salah satunya yang juga turut berkontribusi ialah residu detergen rumah tangga. Kami ingin menghadirkan alternatif produk detergen yang lebih ramah lingkungan dengan fermentasi kulit buah dan eco-enzyme,” cerita Satria kepada Media Indonesia melalui sambungan telepon, Senin (13/12).

Menurut penuturan Satria, mereka mendapatkan bahan baku itu dengan cara bekerja sama dengan pedagang buah di Pasar Badung dan para penjual jus buah. "Daripada sampah kulit buah tersebut dibuang begitu saja, kami olah untuk hasilkan produk ini sekaligus juga bisa memberikan dampak ekonomi kepada mereka," ujarnya.

Dalam pengembangan produk, Satria dan dua kawannya menghabiskan dana sekitar Rp3 juta untuk pembuatan prototipe produk dan riset pasar. Dana itu didapat dari program inkubasi.

Selain mengandalkan jurnal ilmiah, untuk produk detergen dari limbah kulit buah-buahan dan eco-enzyme dengan merek Pranee itu, Satria dkk mencoba berkonsultasi dengan para praktisi eco-enzyme di Indonesia yang sudah lebih dulu mendalami bidang tersebut.

“Ide awalnya dari pencarian di internet, Youtube, tetapi agar lebih jelas apa, sih, eco-enzyme, kami juga berinisiatif mencari komunitas-komunitas yang bergiat di eco-enzyme di Indonesia. Kami ngobrol dengan praktisi senior. Namun, kebanyakan itu dimanfaatkan untuk pertanian, sementara pengembangan kami berfokus pada pembersih baju,” lanjut Satria.

Berkat ide yang dikembangkan, Pranee pun diganjar sebagai juara pertama dalam program inkubasi tersebut. Mereka pun mendapat dana hibah Rp30 juta untuk mengembangkan bisnis. Pranee berhasil mengungguli enam finalis, yang semula terkurasi dari 12 peserta inkubasi bisnis.

“Kami pitching ke para dewan juri Agustus lalu. Sejak itu Pranee mulai didistribusikan ke pasar yang lebih luas di Bali karena setelah pengumuman pitching itu, para finalis dibawa ke market day,” kata Satria.

Sejak Agustus hingga Desember, Pranee sudah memproduksi hingga 35 liter detergen. Omzet mereka Rp500 ribu-Rp1 juta per bulan. Pemasaran mereka, selain di bazar, melalui media sosial Instagram dan lokapasar digital.

“Kami juga masih menerapkan prapresan. Termasuk di lokapasar digital, kami kasih keterangan pre-order dengan minimal produksi siap dalam rentang dua-tiga hari,” jelas Satria.

 

Medium edukasi 

Pranee pun mengandalkan akun Instagram mereka, @pranee.id, sebagai kanal pemasaran dan media edukasi produk. Menurut Satria, masih banyak yang belum mengetahui detergen organik yang terbuat dari limbah kulit buah.

Bahkan, di salah satu pameran, produk mereka disangka madu oleh audiens karena terlihat dari warnanya. Satria dan kawan-kawan pun harus menjelaskan secara detail. Bagi mereka, media sosial jadi medium yang tepat untuk menghadirkan cerita produk serta keunikannya.

“Dengan media sosial dan lokapasar digital, tentu dampaknya dapat pelanggan baru. Hal lainnya, kami lebih gampang mengurasi dan mengetahui profil customer. Misalnya, mereka membeli produk kami tahu dari mana, kebiasaan atau keseharian mereka, dan latar belakang sosialnya," kata Satria.

"Kemudahan lain, Pranee mudah membagikan informasi terkait dengan produk karena produk kami natural dan ramah lingkungan. Ini juga harus disampaikan. Deskripsi nilai dan ceritanya. Jadi, orang mudah membaca atau melihatnya baik di video reels maupun unggahan,” imbuhnya.

Saat ini, Pranee memang belum mengoptimasi fitur iklan media sosial dan lokapasar digital. Hal itu disebabkan kemampuan produksi serta konten mereka yang belum begitu banyak. Salah satu cara yang mereka tempuh ialah menggandeng beberapa akun di media sosial agar produk mereka juga bisa terpampang ke audiens yang lebih luas.

Proses dari produksi hingga kampanye digital juga masih dilakukan Satria dan dua rekannya dengan berbagi peran. Satria biasanya bertugas memproduksi konten-konten kreatif seperti foto produk dan desain. Ia mengandalkan kamera pribadi dan aplikasi Canva.

“Paling berasa (menggunakan media sosial), kami bisa menambah relasi baru. Jadi, orang-orang lebih gampang untuk terjaring ke Instagram kami dan media sosial lain ketimbang dengan cara konvensional dengan meminta data diri dan lainnya.”

 

Proyeksi bisnis 

Sebagai bisnis baru, Pranee enggan tancap gas. Mereka ingin berjalan secara perlahan sembari membangun pasar. Beberapa di antara audiens target yang disasar ialah para pengguna produk organik dan natural serta mereka yang punya kepedulian pada isu lingkungan.

Namun, kelak, Pranee ingin produk mereka juga bisa menjangkau kelompok audiens yang lebih luas dengan harga lebih terjangkau. Saat ini, satu kemasan detergen ukuran 250 mililiter dijual dengan harga Rp50 ribu.

Kelak, Pranee juga ingin mengembangkan produk mereka ke beberapa lini produk pembersih lain, seperti sabun cuci piring, pembersih lantai, dan pembersih tangan yang ramah lingkungan.

“Konsepnya ialah, kalau dibuang ke lingkungan, enggak akan menyebabkan kerusakan,” kata Satria.

Di tengah kesibukan kuliah, mereka kini harus pintar berbagi peran dalam mengelola bisnis itu. Selanjutnya, Satria dkk berharap bisa turut memberdayakan komunitas lokal di sekitar tempat mereka tinggal. (M-3)

 

Biodata

Pranee

Produk detergen ramah lingkungan

 

Pengelola usaha

Kadek Satria Putra Purnama

Tempat/tanggal lahir: Denpasar, 16 April 2003

Bagian di Pranee: Komunikasi pemasaran

Pendidikan: Gapyear (kuliah tahun depan)

 

Ni Kadek Mira Cahyani

Tempat/tanggal lahir: Denpasar, 6 Juli 2002

Bagian di Pranee: Keuangan

Pendidikan: Agrobisnis Universitas Udayana

 

Ni Gusti Putu Pamela Putri

Tempat/tanggal lahir: Denpasar, 18 Desember 2002

Bagian di Pranee: Produksi dan CEO

Pendidikan: Sistem Informasi Stikom Bali

 

Penghargaan Pranee

Juara 1 Lestari Market Day Program Inkubator Usaha Lestari

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat