Marak Social Commerce, Perlindungan Data Pribadi Harus Diterapkan
![Marak Social Commerce, Perlindungan Data Pribadi Harus Diterapkan](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/02/f990e04df3e65f91918b8d5a8d83b17e.jpg)
DI tengah tren belanja online yang semakin marak sejak pandemi Covid-19, platform media sosial kini mulai menyediakan fitur-fitur yang dapat digunakan untuk bertransaksi atau berjualan di dalam platform mereka.
Aktivitas berjualan baik berupa barang maupun jasa tersebut kerap disebut dengan social commerce.
Dalam hal ini, brand atau pelaku usaha tidak menjadikan laman media sosial mereka sebagai etalase semata, melainkan konsumen dapat menyelesaikan seluruh proses pembelian tanpa meninggalkan aplikasi tersebut.
Fenomena social commerce ini bisa dianggap sebagai pesaing baru bagi platform e-commerce ternama seperti Shopee, Bukalapak, Lazada, dan Tokopedia.
Di sisi lain, di berbagai negara nyatanya model bisnis social commerce dinilai dapat menimbulkan berbagai risiko. Risiko ini termasuk dalam hal manajemen data.
Sebelum adanya model bisnis social commerce, media sosial telah memiliki akses data yang cukup luas terhadap para pengguna platform-nya, termasuk kebiasaan, perilaku, dan berbagai data pribadi lainnya.
Dengan adanya model bisnis social commerce, media sosial dinilai akan semakin memiliki kuasa dan akses atas data pengguna yang berasal tidak hanya dari layanan media sosial, tetapi juga terkait dengan transaksi pembelian mereka.
Pengumpulan data pengguna yang eksesif ini memiliki potensi penyalahgunaan, misalnya praktik monopolistik, seperti, cross-sharing data, tying and bundling, tracking self-preferencing, ataupun ranking manipulation yang berujung kepada praktik persaingan usaha yang tidak sehat.
Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar mengatakan, penggunaan media sosial untuk berjualan pada dasarnya bisa disebut sebagai marketplace.
Oleh karena itu, semestinya mereka juga harus mengikuti aturan-aturan yang tertuang dalam PP Nomor 80 tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dan Permendag Nomor 50 tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Baca juga: Ini Lima Kebiasaan yang Perkuat Keamanan Data Pribadi Anda
"Artinya TikTok sendiri sebagai penyedia platform dia harus patuh pada aturan-aturan tersebut, dan membebankan aturan-aturan tersebut kepada usernya yang menggunakan akun mereka untuk jual beli secara online," ungkapnya dilansir dari keterangan resmi, Jumat (3/2).
"Artinya secara internal, mereka mengelola itu dan mereka juga menerapkan aturan-aturan e-commerce, terkait dengan perlindungan data dalam konteks e-commerce di dalam marketplace mereka," katanya.
"Seharusnya TikTok juga melakukan hal yang sama begitu sehingga konsumen mendapatkan perlindungan. Termasuk yang terkait dengan perlindungan data itu juga harus diterapkan," sambung Wahyudi.
Sejauh ini, Wahyudi menjelaskan, instrumen hukum yang bisa digunakan adalah PP Nomor 80 tahun 2019 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Kemudian, sosial commerce juga harus tunduk pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat.
"Selain itu juga dalam konteks perlindungan data hari ini kan platform harus sepenuhnya menerapkan Undang Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDT). Jadi sejauh mana juga TikTok mengikuti kewajiban-kewajiban mereka sebagai pengendali data dengan mengacu pada UU PDT," kata Wahyudi.
Senada, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengatakan social commerce harus diatur oleh pemerintah. Terutama, terkait penggunaan data pribadi di semua sektor termasuk di media sosial dan sejenisnya.
"Ya kita harus mendorong Pemerintah untuk mengatur, memungut dan mengawasi data. Karena memang era digital memang tantangan terbesar ialah keamanan data dan penyalahgunaan data pribadi," kata Tulus.
"Karena kalau nanti ada penyalahgunaan untuk komersial mereka contohnya, dia dapat untung tapi merugikan pengguna dan juga nggak ada izin konsumen, karena dengan adanya UU data pribadi semua harus izin kepada pemiliknya," tuturnya.
Di sisi lain, sebelumnya Amerika Serikat juga dilaporkan telah melarang penggunaan platform TikTok pada gawai milik pemerintah federal atas alasan keamanan nasional.
Pelarangan tersebut tidak terlepas dari dugaan bahwa TikTok telah melakukan pengambilan data yang eksesif dari penggunanya. (Des/OL-09)
Terkini Lainnya
Asuransi dari BRI Life Premi Hariannya Cuma Rp5 Ribu, Emang Bener?
Dorong Transformasi, BP2MI Serap Masukan dari Jurnalis
Perlindungan Anak di Ranah Daring Akan Jadi Sub Tema Hari Anak Nasional 2024
Kuasa Hukum 6 Terpidana Kasus Vina Mengadu ke Komnas HAM
Pemerintah Kota Makassar Daftarkan 35.422 Pekerja Rentan Jadi Peserta BPJS Ketenagakerjaan
Beli Laptop di Sini, Jaminan Barang Hilang Diganti
Keluarga Juga Harus Berperan dalam Upaya Pencegahan Kejahatan Siber
20 Orang Ditangkap Polisi di Vietnam Terkait Pencurian Akun Facebook
Masyarakat Harus Tanggap Waspadai Penipuan Digital dan Pencurian Data Pribadi
UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) Masih Perlu Pembahasan Lebih Jelas
Ada Paradoks Kenyamanan dan Keamanan Data Pribadi di Internet
Tantangan Pendidikan di Indonesia
Membenahi Pola Tata Kelola PTN-BH
Ngariksa Peradaban Nusantara di Era Digital
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap