visitaaponce.com

Taktik Tepat Tekan Backlog

Taktik Tepat Tekan Backlog
Pekerja beraktivitas di proyek pembangunan rumah bersubsidi di Bogor, Jawa Barat, Kamis (18/2/2021).(ANTARA)

MIMPI panjang menihilkan angka backlog perumahan sebesar 12,7 juta unit sampai dengan akhir 2022 belum juga selesai. Berbagai upaya dilakukan para pemangku kepentingan terkait untuk mewujudkan cita-cita itu. 

Salah satu permasalahan yang ada yakni masih banyak masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) belum punya rekening bank. Padahal itu penting jika ingin mengakses fasilitas pembiayaan via program kredit pemilikan rumah (KPR).

Berdasarkan data Bank Indonesia pada triwulan III 2022, pembiayaan perbankan dengan fasilitas KPR menjadi pilihan utama dalam pembelian hunian dengan pangsa sebesar 74,53% dari total pembiayaan.

Sementara Bank Dunia belum lama ini mencatat ada sekitar 95 juta penduduk Indonesia yang tidak memiliki rekening di institusi keuangan atau unbanked. Hanya sekitar 49% dari penduduk dewasa dan 37% dari penduduk termiskin yang memiliki rekening di lembaga keuangan. Tingginya angka unbanked membuat pemerintah Indonesia harus berkomitmen untuk meningkatkan inklusi keuangan. 

Pengamat bisnis properti Ali Tranghanda menuturkan, sebetulnya beberapa ahli telah mengusulkan konsep pembiayaan untuk membantu MBR. Misalnya, rent to own (RTO) di mana MBR hanya mengeluarkan cicilan awal relatif lebih kecil dibandingkan dengan langsung membayar uang muka.

“Sebenarnya, konsep ini (RTO) sudah lama diusulkan untuk diterapkan dengan dasar regulasi pemerintah. MBR kesulitan mengumpulkan uang muka lantaran penghasilan mereka yang memang terbatas,” ungkap Ali pada Media Indonesia, Minggu (5/2).

Menurut Ali, beberapa bantuan sebenarnya juga telah disiapkan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera). Contohnya subsidi bantuan uang muka atau SBUM yang merupakan subsidi pemerintah untuk masyarakat berpenghasilan rendah dalam rangka pemenuhan perolehan rumah. 

Namun, ketersediaan dana SBUM sangat terbatas. Selama lima tahun terakhir alokasi SBUM bagi MBR rata-rata mencapai Rp774 miliar untuk membantu 186.174 MBR setiap tahunnya. Besaran ini amat jauh dari target Program Sejuta Rumah, karena nilai SBUM hanya sebesar Rp4 juta per rumah. 

Sedangkan dalam ekosistem perumahan, tentu saja peran perbankan punya andil besar agar masyarakat MBR memiliki akses menuju pembiayaan tersebut.

Terpisah, Direktur Utama Bank BTN Haru Koesmahargyo membenarkan bahwa perbankan punya andil agar MBR punya akses ke pembiayaan melalui lembaga keuangan. BTN sendiri, kata Haru, telah ikut berupaya untuk meningkatkan inklusi keuangan nasional dengan cara ‘grebek pasar’ tradisional. 

“Kami bekerja sama dengan Ikatan Pedangang Pasar Indonesia agar bisa membuat 12 ribu pedangan pasar di beberapa kota yang ada menjadi nasabah, selain support kepemilikan rumah, kami juga support untuk modal kerja baik KUR maupun non-KUR,” ungkap Haru.

Haru menambahkan, sasaran inklusi keuangan adalah masyarakat, yang memiliki fixed income maupun non-fixed income. Adapun edukasi yang diberikan meliputi cara mengatur keuangan pribadi dan soal pinjam meminjam. 

“Dalam program grebek pasar ini harapannya masyarakat yang sebelumnya masih kesulitan untuk mengakses layanan perbankan ke depan bisa menggunakan layanan perbankan yang sudah disediakan,” jelas Haru. 

Menurut Haru, pekerja informal merupakan segmen yang potensial. Selain karena jumlahnya yang sangat besar, masih banyak yang belum mengakses layanan keuangan menjadi tantangan tersendiri bagi perbankan untuk mampu mencarikan solusi. “MBR informal merupakan target pemenuhan hunian yang layak dan terjangkau,” tambah dia.

Baca juga: Bank BTN Dukung Digitalisasi dan Inklusi Keuangan Global Untuk Pulihkan Ekonomi

Selama 73 tahun berkiprah, BTN juga telah menjalankan fungsinya sebagai mitra pemerintah dalam mengurangi backlog perumahan. BTN telah berhasil menyalurkan pembiayaan rumah hampir mencapai Rp400 triliun.

Kucuran pembiayaan itu disalurkan kepada 5 juta keluarga. Lebih dari 56% atau sekitar Rp219 triliun, pembiayaan telah mengalir ke segmen KPR Subsidi sementara sisanya mengalir ke segmen KPR nonsubsidi. 

Pencapaian tersebut juga diimbangi dengan kemampuan BTN dalam melakukan penetrasi pasar. Berdasarkan data terakhir, pada Juni 2022 BTN menguasai pangsa pasar KPR lebih dari 39,4%. “Bank BTN siap mendukung Kementerian PUPR dalam mensukseskan Program Sejuta Rumah guna menyediakan hunian layak bagi masyarakat,” kata Haru. 

Enam strategi
Memasuki awal 2023, BTN menyebutkan punya enam strategi jitu untuk mendukung target zero backlog perumahan pada 2045. Di antaranya adalah, skema baru kredit pemilikan rumah fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (KPR FLPP), dan skema baru KPR subsidi selisih bunga (KPR SSB), RTO untuk masyarakat perbenghasilan rendah (MBR) informal.

Kemudian KPR dengan skema staircasing shared ownership (SSO), penetapan imbal jasa penjaminan (IJP), dan pengalihan dana subsidi uang muka ke pembayaran pajak pembeli. 

Adapun, skema baru KPR FLPP menjadi salah satu strategi utama BTN. Selain itu ada pula skema KPR RTO untuk MBR informal. Direktur Consumer BTN Hirwandi Gafar menjelaskan, skema baru KPR FLPP diusulkan dengan masa tenor subsidi selama 10 tahun dan bunga 5%. Pada tahun berikutnya diberlakukan penyesuaian skema mengikuti perbaikan ekonomi debitur KPR subsidi.

“Sedangkan untuk skema KPR RTO MBR informal, debitur bisa menikmati fasilitas sewa selama enam bulan sebelum mendapatkan KPR,” jelas dia. 

Berdasarkan data realisasi KPR Subsidi BTN pada 2019-2022, sektor informal berkontribusi berkisar 7% hingga 14% per tahun. Untuk 2023 ini, BTN menargetkan penyaluran KPR subsidi untuk pekerja informal sebesar 20 ribu unit.

Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PU-Pera Iwan Suprijanto mengatakan, sektor MBR informal ke depannya harus dipetakan. Tujuannya untuk mengetahui seberapa besar risiko saat mendapatkan pembiayaan perumahan. Desain besar itu nantinya akan mempermudah perbankan dalam pembiayaan perumahan bagi para MBR informal. 

“Masyarakat MBR informal akan dikelompokkan sesuai profil risiko masing-masing yang terbagi menjadi risiko rendah, sedang dan tinggi. Sehingga nantinya pemberian bantuan KPR bagi MBR informal punya skema yang tepat,” jelas Iwan. 

Karena itu, sukses atau tidaknya penyediaan rumah layak huni bagi MBR Informal tidak lepas dari kolaborasi dan sinergi antarpemangku kepentingan di sektor perumahan. Dukungan antarinstansi, baik pemerintah, perbankan hingga pengembang juga diperlukan untuk memenuhi kebutuhan rumah layak huni bagi masyarakat sesuai dengan amanah konsitusi. (R-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Budi Ernanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat