visitaaponce.com

Mengurangi Backlog Lewat Creative Financing

Mengurangi Backlog Lewat Creative Financing
Pekerja menuntaskan proyek perumahan di kawasan Kamaya, Parungpanjang, Bogor, Senin (23/1).(MI/SUSANTO)

MENGURANGI angka backlog perumahan merupakan harapan besar sektor perumahan sejak bertahun-tahun lalu. Namun, hal tersebut belum juga terealisasi bahkan angka kebutuhan hunian layak terus bertambah sekitar 700 ribu hingga 800 ribu unit pertahun. 

Berdasarkan data terakhir Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2020, angka backlog kepemilikan perumahan saat ini telah mencapai 12,75 juta. Padahal pada 2004 silam, backlog perumahan adalah sebanyak 5,2 juta unit rumah. 

Seiring berjalannya waktu, hingga 2022 jumlah backlog terus bertambah hingga mencapai 12,7 juta unit. Selama itu pula, yakni 18 tahun, program pemerintah telah dijalankan untuk mengatasi masalah penyediaan perumahan.

Menurut Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Mohammad Solikin, kemampuan bangun rumah oleh pemerintah dan swasta sekitar 500 ribu unit per tahun, sedangkan kebutuhannya dari keluarga baru mencapai 700 ribu hingga 800 ribu unit. Sehingga ada kekurangan sekitar 200 ribu unit pertahun dan menggelembung, sehingga jumlah backlog naik terus. 

“Artinya, jika tidak segera diatasi dengan cara yang benar maka angka backlog logikanya akan terus membengkak dan Indonesia tidak akan mungkin memenuhi masalah perumahan,” ungkap Solikin pada Media Indonesia

Menurut Solikin, selain masalah pemenuhan kuota penyediaan hunian, keterbatasan fiskal pada sistem pembiayaan perumahan nasional juga jadi faktor utama. "Ini juga jadi masalah yang menghambat perjalanan pengentasan backlog yang dihadapi," kata dia.

Pemerintah, bersinergi dengan para pemangku kepentingan penyediaan hunian layak dan terjangkau bagi masyarakat, baru saja membentuk ekosistem pembiayaan perumahan. Langkah teranyar ini diyakini sebagai upaya mengentaskan backlog ketersediaan hunian.

Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Rionald Silaban mengungkapkan, ekosistem perumahan ini melibatkan banyak pihak mulai dari sisi supply hingga sisi demand, baik regulator, BUMN, swasta, perbankan hingga masyarakat itu sendiri. Dibentuknya ekosistem perumahan bertujuan mewujudkan cita-cita negara untuk memberikan tempat tinggal yang layak bagi seluruh masyarakat.

“Pembentukan ekosistem pembiayaan perumahan merupakan langkah awal dalam mendukung terciptanya suatu ekosistem seluruh upaya pemenuhan hunian agar dapat berjalan dengan optimal, termasuk upaya-upaya creative financing,” ungkap Rionald.

Ia mengatakan, pemerintah melalui berbagai instrumen fiskal telah berupaya mendukung pengembangan sektor perumahan khususnya kepemilikan rumah bagi masyarakat perbenghasilan rendah (MBR). Di antaranya melalui program fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP), subsidi selisih bunga (SSB), subsidi bantuan uang muka (SBUM), bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS), bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2BT), pembangunan Rusun dan Rusus, serta insentif pajak berupa pembebasan PPN dan PPh 1% untuk rumah sederhana dan sangat sederhana.

Sementara Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) Herry Saputra Zuna mengajak para pihak dalam ekosistem pembiayaan perumahan, khususnya Kementerian Keuangan, Kementerian PUPR, BP Tapera, Bank Pelaksana penyalur pembiayaan perumahan, dan juga pengembang perumahan untuk bersinergi dan berpartisipasi aktif dalam kajian dan penyusunan rekomendasi kebijakan. Upaya ini bertujuan sebagai penyelesaian permasalahan, dan penguatan pembiayaan perumahan baik primer maupun sekunder. 

“Jika tidak ada kolaborasi dari kita semua, maka ekosistem pembiayaan perumahan yang kondusif akan sulit tercapai", ujar dia.

5 Juta rumah

Selain pemerintah dan pengembang, perbankan juga merupakan lini terpenting untuk menyukseskan impian masyarakat membeli rumah. Direktur Utama (Dirut) Bank Tabungan Negara (BTN) Haru Koesmahargyo mengatakan, selama perjalanan 46 tahun pihaknya telah mengucurkan pembiayaan hampir mencapai Rp400 triliun untuk membiayai 5 juta keluarga di Indonesia memiliki hunian impian. Dari 5 juta masyarakat tersebut, 56% nya merupakan masyarakat berpenghasilan rendah atau senilai Rp219 triliun.

Baca juga: Masyarakat Berpenghasilan Rendah jadi Sasaran Kredit BTN

“Pencapaian tersebut juga diimbangi dengan kemampuan Bank BTN dalam melakukan penetrasi pasar. BTN telah menjadi salah satu motor penggerak pemulihan ekonomi dari sektor properti dan mengawal program pemerintah dalam Sejuta Rumah," ungkap Haru.

Ia menyampaikan, selama 73 tahun berkiprah, BTN fokus pada pembiayaan perumahan bagi masyarakat perbenghasilan rendah. Selama 46 tahun menyalurkan KPR, BTN telah banyak mengeluarkan berbagai program KPR, diantaranya KPR Gaesss for Millenial, KPR Hits yang dikembangkan Unit Usaha Syariah BTN, KPR Lelang dan KPR Manfaat Layanan Tambahan kerjasama dengan BP Jamsostek, KPR Tapera (konvensional maupun syariah) yang digarap bersama BP Tapera dan tentu saja KPR Subsidi yang merupakan bagian dari program pembiayaan dari pemerintah.  

Saat ini BTN juga memiliki enam strategi demi mendukung target zero backlog perumahan pada 2045. Di antaranya adalah, skema baru kredit pemilikan rumah fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (KPR FLPP), dan skema baru KPR subsidi selisih bunga (KPR SSB), rent to own (RTO) untuk masyarakat perbenghasilan rendah (MBR) Informal. Kemudian KPR dengan skema staircasing shared ownership (SSO), penetapan imbal jasa penjaminan (IJP), dan pengalihan dana subsidi uang muka ke pembayaran pajak pembeli.

Permudah nasabah

Selain itu, saat ini BTN serius menggarap Digital Mortgage Ecosystem atau ekosistem digital di sektor properti. Inovasi BTN membangun dan mewujudkan Digital Mortgage Ecosystem merupakan bentuk komitmen yang rencananya diluncurkan pada Februari ini. 

BTN Digital Mortgage Ecosystem menyediakan layanan digital yang memenuhi empat aspek yakni living, renting, buying, dan selling. Setelah matang di aspek buying dengan produk KPR, Bank BTN mematangkan aspek di sektor selling atau jual lewat aplikasi digital rumahmurahbtn.co.id untuk rumah lelang atau bekas. Di aspek renting atau sewa baru ini BTN meluncurkan KPR Rent to Own (KPR RTO) yang memberikan kesempatan penyewa rumah untuk membeli rumah yang mereka sewa lewat skema KPR RTO.

Pada aspek living, BTN fokus mengembangkan beragam fitur di tiga aplikasi andalannya yaitu BTN Properti, BTN Properti for Developer, dan BTN Smart Residence. Pada aplikasi BTN Properti, BTN menghadirkan layanan professional listing di mana nasabah dapat mengakses layanan perbaikan, perawatan, serta renovasi hunian dari berbagai penawaran jasa yang ada.

Sementara pada aplikasi SMART Residence, terdapat fitur home service dimana nasabah dapat melakukan pemesanan jasa kebersihan hingga perbaikan elektronik. Sebagai informasi, SMART Residence adalah aplikasi untuk mempermudah hubungan antara penghuni dan pengelola dalam proses pembayaran tagihan, iuran, dan pertukaran informasi sampai dengan keluhan atau pengaduan.

Beragam upaya untuk mewujudkan pengurangan angka backlog sektor perumahan sebetulnya sudah dilakukan oleh para stakeholder terkait. Bahkan saat ini ekosistem pembiayaan perumahan sedang dibentuk demi membuka jalan bagi terciptanya sebuah rencana kerja bersama pengembangan sektor pembiayaan perumahan yang harmonis, efisien dan efektif. Dengan upaya ini diharapkan cita-cita zero backlog perumahan pada 2045 bisa terwujud. (R-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Budi Ernanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat