visitaaponce.com

IHSG Masih Lanjutkan Pelemahan, Dampak Krisis Keuangan Amerika

IHSG Masih Lanjutkan Pelemahan, Dampak Krisis Keuangan Amerika
Ilustrasi(Antara)

INDEKS Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan terpantau melanjutkan koreksinya dari perdagangan kemarin yang ditutup melemah -52 poin atau -0,76% ke level 6.863 di tengah gonjang-ganjing krisis keuangan di Amerika Serikat.

Pantauan pada perdagangan sesi 1 Rabu (3/3), IHSG merosot sebesar 77,03 poin (-1,12%) di level 6786,27. Menurut NH Korindo Sekuritas Indonesia (NHKSI) Research, investor menantikan hasil rapat suku bunga bank sentral AS the Federal Reserve (The Fed) yang akan tersedia Kamis (4/5) dini hari.

Head of Research NH Korindo Sekuritas Indonesia Liza Camelia Suryanata mengatakan kekhawatiran para investor terkait krisis perbankan yang tengah melanda AS lebih besar daripada kenyataan bahwa tingkat inflasi Indonesia untuk April yang berhasil kembali melandai ke posisi 4,33% (yoy) dibandingkan 4,97% (yoy) di Maret, meski di tengah perayaan musiman Ramadan.

Baca juga : Menteri Keuangan Peringati AS Tidak Bisa Bayar Utang

"Menimbang sentimen yang tengah bergulir di market, kami memperkirakan IHSG masih akan mengalami sesi konsolidasi lanjutan Saran wait & see sambil menunggu keputusan suku bunga The Fed yang akan diumumkan dalam kurang dari 24 jam ini tampaknya paling bijak untuk diterapkan," kata Liza, Rabu (3/5).

Ketiga indeks utama AS turun lebih dari 1% pada hari Selasa malam (2/5) karena saham bank regional anjlok karena kekhawatiran baru atas sistem keuangan, menyusul berita mengenai pembelian JPMorgan atas aset First Republic Bank.

Baca juga : AS Terancam Krisis Uang Tunai

Investor juga menerka-nerka seberapa besar Federal Reserve segera akan menaikkan suku bunga pada keputusan rapat dewan gubernur Bank Sentral AS (FOMC Meeting) pada Kamis dini hari waktu Indonesia.

The Fed diprediksi akan menaikkan Fed Fund Rate sebesar 25 bps. Para pelaku pasar gelisah menunggu sinyal apakah ini akan merupakan kenaikan terakhir dari bank sentral atau ada masih ada rencana kenaikan selanjutnya menilai tingkat Inflasi mereka masih jauh dari target 2%.

Saham-saham energi juga tidak banyak membantu sentimen pasar secara potensi gagal bayar utang pemerintah AS menghantui animo pasar.

Menteri Keuangan Janet Yellen mengatakan bahwa pemerintah AS bisa tidak beroperasi pada tanggal 1 Juni apabila penambahan batas atas utang (debt ceiling) tidak segera disetujui oleh parlemen. Sektor energi S&P500 anjlok 4,3%, sementara sektor finansial juga harus tergerus 2,3%. Volatility Index ditutup pada level tertinggi 1 minggu.

Inflasi jadi tantangan

Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rully Arya Wisnubroto melihat ketidakpastian masih akan menjadi tantangan utama dalam menghadapi inflasi.

"Inflasi IHK terus menunjukkan tren penurunan dan kami cukup yakin akan kembali ke kisaran target di bawah 4% YoY, dalam beberapa bulan ke depan. Namun demikian, ketidakpastian kondisi cuaca masih menjadi salah satu tantangan utama dalam menghadapi inflasi," kata Rully.

Tahun ini diprediksi akan terjadi perubahan iklim, dimana La Nina diperkirakan akan berakhir dan akan beralih ke El Nino yang kemungkinan akan terjadi pada bulan Agustus.

"Oleh karena itu, kami memandang bahwa pemerintah perlu mengantisipasi sejak dini, dengan mempertimbangkan semua kebijakan yang harus diambil untuk memastikan produksi dan distribusi pangan yang memadai," kata Rully.

Dari sisi moneter, seiring dengan meredanya tekanan inflasi domestik, kejelasan terminal rate The Fed akan memainkan peran penting dalam tingkat suku bunga Bank Indonesia ke depan.

"Kami menilai BI ingin melakukan pelonggaran moneter untuk mendorong perekonomian domestik. Kami memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga kebijakan 25 bps pada pertemuan minggu ini untuk terakhir kalinya dalam siklus pengetatan moneter saat ini," kata Rully.

Sebelumnya dalam 3 hari pasca lebaran, aktivitas transaksi bursa menunjukan pergerakan IHSG cukup atraktif, kembali ke level 6,900 dan rata-rata nilai transkasi harian di level Rp 13,3 triliun atau naik cukup signifikan dibandingkan dengan rata-rata nilai transaksi secara tahunan pada periode sebelumnya di kisaran Rp 10 triliun. Aktivitas investor asing juga mencatat net buy selama 3 hari tersebut dengan total Rp 2,8 triliun

Beberapa faktor yang menjadi pendorong adalah salah satunya adalah periode penyampaian Laporan Keuangan emiten Kuartal 1 tahun 2023. Data terkumpul sementara dari 144 perusahaan tercatat terlihat menunjukkan hasil yang positif.

"Jika dibandingkan dengan kuartal 1 tahun 2022, Revenue dan net income masing-masing naik sebesar 10,87% dan 4,12%. Selain itu beberapa perusahaan juga tengah memasuki periode pembagian dividen," kata Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Irvan Susandy.

Mengenai normalisasi jam perdagangan, dia berharap hal ini akan mendorong aktivitas transaksi. Meski masih terlalu awal untuk melihat pengaruhnya.

"Ke depan tentu kita berharap hal tersebut terus berlanjut mengingat IHSG berada dalam periode sideways (koreksi) yang cukup panjang dalam beberapa bulan terakhir," kata Irvan. (Z-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat