visitaaponce.com

Fenomena Meningkatnya Kredit Macet di Fintech Perlu Diwaspadai

Fenomena Meningkatnya Kredit Macet di Fintech Perlu Diwaspadai
Ilustrasi(Dok. Ist )

DIREKTUR Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono melihat fenomena meningkatnya kredit macet di fintech baik kredit konsumtif maupun kredit produktif, harus diwaspadai.

Hal ini dapat dilihat sebagai sinyal melemahnya usaha mikro dan ekonomi rakyat. Sebagian besar nasabah fintech atau pinjaman online (pinjol) adalah masyarakat kelas bawah, termasuk usaha mikro.

"Ketika usaha mikro terpuruk, maka kemampuan mereka mengembalikan utang melemah, bahkan mengalami gagal bayar," kata Yusuf, Senin (22/5).

Baca juga: Pinjol Ilegal Marak, Literasi Keuangan Masyarakat Perlu Diperkuat

Ia menuturkan melemahnya ekonomi rakyat akan diikuti dengan pelemahan daya beli. Inflasi Ramadan - Lebaran tahun ini yang jauh lebih rendah dibandingkan tahun lalu, harus dipandang sebagai indikasi pelemahan daya beli rakyat, alih-alih keberhasilan pengendalian inflasi.

"Faktor terpenting dari kenaikan kredit macet di fintech menurut saya adalah suku bunga yang tinggi. Suku bunga di fintech ada di kisaran 0,5%per hari, atau sekitar 15% per bulan. Suku bunga ini sangat tinggi bila dibandingkan misalnya suku bunga KUR saat ini yang hanya di kisaran 7% per tahun," kata Yusuf.

Baca juga: Bareskrim Periksa Saksi Kasus Kredit Macet Bos Gudang Garam Susilo Wonowidjojo

Yusuf menerangkan suku bunga tinggi di fintech dan pinjol ini cenderung semakin tinggi ketika suku bunga Bank Indonesia (BI) meningkat. Suku bunga BI kini di 5,75%, naik 225 basis poin sejak Agustus 2022. Dengan batas atas suku bunga maksimum 0,8% per hari, suku bunga yang dikenakan fintech atau pinjol dapat mencapai 24% per bulan. Tingkat bunga itu dinilianya sangat mencekik.

Suku bunga tinggi akan selalu memperburuk resiko gagal bayar (default risk), melalui 3 jalur. Pertama, suku bunga tinggi membuat beban bunga dan pengembalian utang menjadi lebih berat bagi peminjam.

Kedua, suku bunga tinggi telah menarik semakin banyak high-risk borrowers. Ketiga, suku bunga tinggi memaksa borrowers terlibat dalam aktivitas yang lebih beresiko demi memenuhi pembayaran utang.

Menurutnya, solusi mendasar yang harus dilakukan OJK sebagai regulator untuk menekan kredit macet di fintech adalah menekan batas atas suku bunga di fintech.

"Dengan suku bunga yang sangat tinggi, akan selalu ada nasabah mikro yang terjerat kredit macet di fintech, terlebih di masa resesi. Suku bunga KUR dapat menjadi referensi ideal untuk suku bunga yang sepantasnya dikenakan pada nasabah mikro," kata Yusuf. (Try/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat