visitaaponce.com

Kebijakan Larangan Ekspor Bauksit Dipandang Langkah Tergesa-gesa

Kebijakan Larangan Ekspor Bauksit Dipandang Langkah Tergesa-gesa
Aktivitas alat berat di area pertambangan bauksit di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.(MI/Usman Iskandar)

PEMERINTAH akan memberlakukan larangan ekspor bauksit mulai 10 Juni 2023. Ekspor diizinkan dengan cara bauksit telah melalui proses pengolahan dan pemurnian atau smelter di dalam negeri.

Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memandang kebijakan ini tergesa-gesa. Alasannya, Indonesia belum memiliki rantai pasok dari hulu ke hilir yang memadai.

Tujuan dari kebijakan pemerintah adalah untuk mendorong industri pengolahan dan pemurnian bauksit di dalam negeri. Pemerintah juga ingin meningkatkan nilai tambah karena bauksit ini semula diekspor secara mentah.

Baca juga: Alasan Setop Ekspor Bauksit Mentah, Untuk dapat Nilai Tambah 194 Kali

Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad, data volume dan nilai ekspor bauksit mengalami tren peningkatan dalam 6 tahun terakhir. Indonesia menduduki peringkat kelima sebagai negara dengan produksi bauksit terbesar di dunia, yaitu sekitar 17,84 juta ton, meskipun relatif turun tetapi memberikan nilai yang cukup besar US$623 juta.

"Situasi ini ketika ketika dilarang, kami menduga, pertama, mungkin dari para pelaku industri akan mempercepat mempersiapkan pembangunan smelter yang masih kurang," kata Ahmad dalam diskusi publik INDEF "Larangan Ekspor Bauksit dan Dampaknya", Rabu (30/5).

Ini menjadi indikator potensi bauksit sangat besar dalam pasar internasional. Oleh karena itu kebijakan larangan ekspor bauksit menjadi salah satu instrumen pemerintah untuk mendorong kenaikan nilai tambah dalam negeri.

Baca juga: Menteri ESDM Ungkap Ada 7 Proyek Smelter Bauksit Masih Mangkrak

"Akan tetapi perlu ditinjau kesiapan industri dalam negeri dalam merespon kebijakan ini, mengingat ketersediaan dan fasilitas pengolahan serta pemurnian bauksit di Indonesia itu masih minim," kata Ahmad.

Di samping itu, penyerapan bauksit di dalam negeri hanya sekitar 40% dari total produksi. Sementara sisanya akan terdampak oleh larangan ekspor. Kebijakan ini juga dapat berpengaruh pada kelangkaan dan kenaikan harga karena Indonesia merupakan salah satu negara produsen bauksit terbesar di dunia.

Meski demikian, tentu implikasinya ekspor akan menurun, bisa hampir separuhnya atau hampir semua terdistorsi penurunan dari ekspor bauksit.

"Saya kira peluang untuk terjadinya kenaikan harga bauksit juga akan terjadi, meski juga akan terjadi penyesuaian oleh produksi dari negara-negara lain. Situasinya rencana untuk membangun industri bauksit dari ore menjadi metallurgical grade bauksit, kemudian diolah menjadi alumina dan aluminium, apakah sesuai rencana atau tidak," kata Ahmad.

Maka perlu ada fase persiapan, tinggal landas, maupun tahap hilirisasi.

Minimnya Smelter

Kepala pusat industri, perdagangan, dan investasi Indef, Andry Satrio Nugroho melihat semangat dari hilirisasi oleh pemerintah tentu penting bagi proses pengembangan industri dan peningkatan nilai tambah di dalam negeri. Namun, perlu dilihat juga kesiapan komoditas alam yang Indonesia miliki saat ini untuk masuk ke dalam proses hilirisasi.

Sebab fasilitas smelter bauksit yang eksisting atau telah ada tidak terlalu banyak. Kementerian ESDM menemukan saat ini terdapat 4 smelter eksisting untuk bauksit, dan 7 dari 8 smelter yang akan dibangun masih berupa tanah lapang.

"Ini menjadi pertanyaan apakah hilirisasi bauksit sudah siap atau belum," kata Andry.

Pemerintah mengklaim terdapat nilai tambah bijih bauksit hingga US$1,9 miliar, dengan manfaat US$1,5 miliar dan lapangan kerja untuk 7.627 orang. Proyeksi bisa meningkatkan nilai tambah ekspor ini melihat dari kesuksesan dari kebijakan larangan ekspor nikel mentah.

"Namun di sektor bauksit, kami melihat masih belum ada kesiapan untuk industri untuk mengolah bauksit sampai kepada level seperti alumina. Ini menjadi salah satu pertanyaan apakah ini terjadi karena minimnya perencanaan, yang diindikasikan ketika dilaksanakan malah bisa menurunkan kinerja ekonomi," kata Andry.

Sampai sekarang, kata Andry, belum terlihat rencana tahapan konkret pemerintah untuk hilirisasi bauksit selain mengubah bauksit menjadi alumina dan diekspor sebagai barang setengah jadi atau perantara, sampai ke level siapa yang akan mengkonsumsi hasil produk aluminium.

Dengan serangkaian ketidaksiapan hilirisasi, Indef melihat sebaiknya larangan ekspor bauksit ini bisa diberikan relaksasi/ diundur hingga tahun depan seperti pada beberapa pelarangan ekspor komoditas lain.

(Z-9)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat