visitaaponce.com

Proyek KCJB Dinilai Beresiko Terhadap APBN

Proyek KCJB Dinilai Beresiko Terhadap APBN
Warga berfoto di depan kereta cepat setibanya di Stasiun Kereta Cepat Halim, Jakarta(Antara)

PEMERINTAH disebut tunduk dengan entitas bisnis asing. Kedaulatan negara dinilai telah diintervensi melalui skema-skema berisiko dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Hal tersebut bakal menjadi warisan beban yang harus ditanggung oleh pemerintahan di masa mendatang.

Demikian benang merah pernyataan dari Associate Professor Nanyang Technological University Singapura Sulfikar Amir saat ditanya mengenai inkonsistensi pemerintah dalam proyek sepur kilat.

“Bisa dibayangkan, ada satu negara memberikan utang dan meminta negara yang diberikan utang memberikan jaminan dari anggarannya. Kita bicara kedaulatan negara dalam mengelola pembiayaan dan belanja. Artinya ada pendiktean di sana. Dan secara politis itu sangat berisiko,” ujarnya, Rabu (20/9).

Baca juga : Penjaminan APBN di KCJB Rusak Reputasi Indonesia

KCJB dianggap sebagai proyek gagal sejak dini. Sulfikar menilai sedari dicanangkan, proyek tersebut kerap bermasalah. Pengerjaan molor, pelelangan yang tidak transparan, pembengkakan biaya, hingga inkonsistensi dari pemerintah yang kerap menyebut APBN tak akan tersentuh, namun berakhir menjadi bantalan, alias penjaminan agar kereta cepat bisa tetap melaju.

Baca juga : Jawa Barat Bersolek Jelang Pengoperasian Kereta Cepat 1 Oktober

Karena kadung digarap hingga selesai. Proyek berbiaya mahal itu tak mungkin dihentikan. Sulfikar menilai dalam kondisi itu pemerintah akan mengambil langkah apa pun agar proyek tersebut dapat terus berjalan dan beroperasional.

“Proyek ini sudah mencapai satu titik yang sudah tidak bisa dibatalkan, karena terlalu besar biaya yang harus keluar kalau dibatalkan, ini too big to fail. Jadi, ketika satu proyek sudah sampai titik itu, pemerintah akan melakukan apa saja, asal proyek ini paling tidak bisa jalan,” terangnya.

KCJB juga disebut akan meninggalkan banyak persoalan di kemudian hari. Sebab, konsensi proyek tersebut diberikan kepada entitas bisnis yang 60% dikuasai oleh asing. Belum lagi, masa konsensi itu berlaku selama 60 tahun. Selama itu pula Indonesia harus membayar utang beserta bunganya kepada entitas asing tersebut.

“Jadi kita ini sudah didikte, mereka minta dan kita menurut. Jadi ini masalah kedaulatan. Ini adalah bentuk intervensi secara tidak langsung,” kata Sulfikar.

Karenanya, dia mendorong pemerintahan berikutnya harus melakukan audit secara objektif dan independen untuk proyek KCJB. Itu bertujuan untuk mengetahui siapa yang paling bertanggungjawab atas karut-marutnya proyek tersebut. Di saat yang sama, bila memungkinkan, penjaminan APBN dibatalkan dan dicari skema yang lebih minim risiko.

Peninggalan masalah dari pembangunan infrastruktur tak semata KCJB. Sulfikar menilai akan ada segudang permasalahan dari proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang kerap ditonjolkan sebagai warisan pemerintahan Joko Widodo.

Biaya yang cukup besar menjadi salah satu soal yang perlu dikhawatirkan. Apalagi anggaran negara terbatas. Dana investor yang dijanjikan bakal membanjiri IKN tak kunjung datang. Alih-alih meraup pendanaan, sejauh ini, Indonesia hanya menampung minat dan ketertarikan dari pemodal untuk terlibat dalam pembangunan IKN.

“Investor asing yang diharapkan terlibat sampai sekarang itu tidak ada, hanya letter of intent, MoU, niat saja. Tapi tidak ada yang benar-benar bawa dollar, euro ke sana. PR dan masalahnya akan banyak sekali dari IKN untuk pemerintahan ke depan,” pungkas Sulfikar. (Z-8)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat