visitaaponce.com

Visi Indonesia Maju 2045 Sulit Dicapai, Apa Penyebabnya

Visi Indonesia Maju 2045 Sulit Dicapai, Apa Penyebabnya?
Visi Indonesia jadi negara maju pada 2045 mendatang sulit diwujudkan( MI/Susanto)

VISI Indonesia untuk menjadi negara maju pada 2045 bakal menantang dan sulit untuk diwujudkan. Sebab, sejumlah hal dasar yang diperlukan dalam menggapai ambisi itu relatif belum berkembang dan cenderung stagnan.

Demikian disampaikan Kepala Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Chaikal Nuryakin dalam peluncuran buku putih dari LPEM untuk Indonesia: Agenda Ekonomi dan Masyarakat 2024-2029, Jumat (27/10).

"Mungkin akan sulit mencapai visi Indonesia 2045. Kelas menengah kita akan sangat besar, yang perlu dipersiapkan adalah kelas menengah ini agar kuat dan inovatif. Research and development (R&D) agar bisa berinovasi diperlukan. Mereka ini yang harus dipersiapkan," kata dia.

Baca juga: Capai Visi 2045, Penerapan Ekonomi Berbasis Pengetahuan Makin Digencarkan

Modal manusia dan R&D dinilai menjadi poin krusial untuk menggapai visi Indonesia menjadi negara maju. Keduanya berperan penting dalam menentukan pembangunan ekonomi nasional di masa mendatang.

Meski kerap disebut tengah diupayakan, pengembangan modal manusia dan peningkatan kapasitas R&D tampak terbatas. Banyak indikator yang menunjukkan kualitas manusia Indonesia masih lemah dan dunia riset yang kurang mumpuni.

Baca juga: Digital Leadership, Diaspora Indonesia dan Visi 2045

Karenanya Chaikal menilai ada salah persepsi jika dikatakan pada 2045 Indonesia baru memiliki sumber daya manusia yang unggul. Keunggulan SDM itu menurutnya diperlukan dari sekarang untuk mengiringi mimpi besar tersebut.

" Jadi kalau dikatakan misi Indonesia memiliki SDM yang unggul pada 2045, itu kurang tepat. Karena itu dibutuhkan sejak sekarang untuk mencapai mimpi kita. Keduanya, baik SDM unggul dan R&D merupakan input untuk menjadi negara maju," tuturnya.

Dia menambahkan, manusia dan R&D dapat menjadi penopang bagi ekonomi dan kemajuan bangsa. Meski nantinya visi menjadi negara maju gagal dicapai pada 2045, setidaknya Indonesia telah memiliki modal yang kuat.

"Jadi kalaupun gagal jadi negara maju, kita punya kelas menengah yang kuat dan produktif. Ini agak pesimistis, tapi memang perlu dipersiapkan. Mungkin saja, dengan cara itu, kita bisa jadi negara maju di 20 tahun berikutnya," tambah Chaikal.

Selain lemahnya SDM dan kapasitas R&D, LPEM UI juga mendapati beberapa indikator ekonomi dalam negeri relatif stagnan. Hal itu menurut Chaikal akan menjadi tantangan tersendiri dalam merealisasikan ambisi 2045.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia, misalnya, relatif stagnan di angka 5% setiap triwulan ataupun tahunan. Padahal pemerintah sendiri menyebutkan untuk mencapai visi Indonesia Maju 2045 dibutuhkan setidaknya angka pertumbuhan di kisaran 6-7% setiap tahunnya.

Kemudian pertumbuhan kredit perbankan nasional yang tidak pernah mampu menembus angka 15%. Padahal itu merupakan salah satu faktor yang dapat menggeliatkan perekonomian dalam negeri.

Berikutnya, rasio pajak yang tak pernah bisa melampaui 11% , bahkan saat ini angkanya hanya bertengger di 9,9% selama satu dekade terakhir. Belum lagi kontribusi sektor industri pengolahan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) cenderung memiliki tren penurunan.

Teranyar, data menunjukkan kontribusinya hanya 18% terhadap PDB. "Jadi pembangunan ekonomi Indonesia ini seperti membentur atap kaca dimanapun," tutur Chaikal.

Di kesempatan yang sama, peneliti utama Smeru Institute Asep Suryahadi menambahkan, selain modal manusia dan kapasitas R&D, kunci penting untuk menggapai visi Indonesia Maju 2024 lainnya ialah mengenai kelembagaan institusi yang kuat dan tata kelola yang baik.

Menurutnya, hal itu berperan penting dalam mengawal pembangunan menggapai ambisi 2045. Perbaikan diperlukan karena saat ini institusi dan tata kelola di Indonesia masih cukup lemah.

"Institusi dan tata kelola, persoalan paling besar adalah korupsi dan penanganannya. Jadi setelah 25 reformasi, kita tidak melihat korupsi menyurut, tapi malah besar. Negara berpendapatan tinggi itu tidak ada yang ranking korupsinya tinggi. Ini salah satu PR utama yang harus diatasi. Kalau tidak, ya mimpi itu akan tetap jadi mimpi, tidak bisa diwujudkan," tuturnya.

Lemahnya institusi dan tata kelola itu sedianya terlihat dari manajemen R&D di Tanah Air. Banyak periset dalam negeri tak bisa berkembang karena iklim regulasi tak mendukung. Mata anggaran penelitian diberlakukan sama dengan mata anggaran institusi negara lainnya.

Dengan kata lain, bila penelitian gagal, maka akan dianggap sebagai perbuatan yang merugikan negara. Padahal sifat dasar penelitian memang sedianya merupakan eksperimen yang memiliki tingkat kegagalan cukup tinggi.

Hal itu menjadi salah satu sebab R&D di Tanah Air tampak berjalan di tempat. "Padahal riset itu memang sifatnya coba-coba, ada kemungkinan tidak berhasil cukup tinggi. Ini persoalan, akhirnya peneliti jadi takut untuk melakukan hal yang out of the box, karena ancamannya adalah penjara," kata Asep. (Z-10)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat