visitaaponce.com

LPS Agar Ekonomi Tidak Resesi, Konsumsi Harus Didorong

LPS : Agar Ekonomi Tidak  Resesi, Konsumsi Harus Didorong
Pedagang toko pakaian menunggu pembeli di Pasar Petisah, Medan. Agar tidak resesi, konsumsi perlu terus didorong.(Antara)

Grup Riset Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyampaikan bahwa pelemahan ekonomi global tidak perlu terlalu dikhawatirkan dampaknya ke Indonesia, meski harus diwaspadai.

Sebab dari GDP total, sumber pertumbuhan terbesar pertumbuhan ekonomi Indonesia digerakkan dari konsumsi domestik (60,99%), dimana konsumsi domestik swasta 53,84% dan konsumsi pemerintah 7,16%.

"Artinya kalau Indonesia tidak mau resesi, harus didorong konsumsinya. Bagi mereka yang berada di bawah garis kemiskinan, pemerintah turun menggunakan dana APBN," kata Direktur Grup Riset LPS Herman Saheruddin, dalam workshop LPS bersama Media, Rabu malam, (8/11).

Di sisi lain masyarakat juga perlu menabung atau  menyimpan uang di bank agar ekonomi bergerak. Dengan menempatkan uang di perbankan, bank bisa menyalurkan kredit, pengusaha bisa mendapatkan kredit untuk ekspansi, dan mempekerjakan tenaga kerja lebih banyak.

"Sehingga menyimpan uang di bank akan menggerakkan perekonomian," kata Herman.

Maka dia tekankan harus hati-hati dalam mengintepretasikan pertumbuhan simpanan. Ketika pertumbuhan simpanan yang terlalu tinggi, bisa diartikan bahwa ekonomi tidak bergerak. Sebagai contoh saat pandemi Covid-19, pertumbuhan simpanan terlalu tinggi justru berbahaya bagi ekonomi karena konsumsi turun dan akhirnya PDB juga anjlok.

"Walaupun saat Covid-19 itu, pertumbuhan simpanan yang biasanya single digit menjadi double digit. Itu yang disebut paradox saving. Simpanan kalau tinggi banget tidak bagus bagi perekonomian, tetapi kalau tumbuh negatif itu artinya memakan tabungan dan perlu sokongan. Sehingga yang bagus itu yang seimbang," kata Herman.

Motor pertumbuhan Indonesia lainnya berasal dari pembentukan modal tetap bruto/ gross fixed capital formation atau disebut juga investasi dengan porsi 29,68%.

"Sehingga keberlangsungan usaha di Indonesia juga penting. Oleh karena itu terkadang menjadi perdebatan bagi pembuat kebijakan kalau mau mendorong perekonomian dari sisi usaha, pakah lebih baik mengurangi pajak atau memberi insentif, karena efek keduanya kurang lebih sama," kata Herman.

Diproyeksikan Tumbuh 5,06%

LPS juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada keseluruhan tahun 2023 masih sangat memungkinkan untuk tumbuh di kisaran 5%-5,2%. LPS memasang baseline di sekitar 5,06%-5,1%.

“Kalau kita mau secara persis di sekitar 5,06%. Tapi rentang 5%-5,2% masih memungkinkan. Ini tergantung bagaimana kita kuartal IV 2023 untuk mendorong ekonomi,” kata Herman.

Pada kuartal IV 2023, beberapa program pemerintah yang akan berjalan yaitu mengucurkan dana bantuan langsung tunai El Nino senilai total Rp7,52 triliun, dan penerapan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditanggung pemerintah (PPN DTP) 100% untuk rumah seharga sampai Rp5 miliar, hingga Juni 2024.

Pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV 2023 diproyeksikan akan sedikit lebih baik, dengan optimisme tertinggi mencapai 5,3%. Dengan adanya pesta demokrasi Pemilu, akan membantu perekonomian ke depan.

“5,3% masih mungkin. Tetapi kisarannya 5%-5,3%. Baseline kami untuk kuartal IV 2023 ada di 5,18%. Ini pandangan secara ekonom.” kata Herman.

Sebelum-sebelumnya pada kuartal III 2023, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa dikatakan tinggi dibandingkan dengan kuartal yang lain. Hal tersebut karena perayaan HKBN Idulfitri berada pada periode tersebut. Namun tahun ini, Lebaran bergeser ke kuartal II 2023. Pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2023 ditopang oleh konsumsi rumah tangga.

“Jadi anggapan ekonomi pada kuartal III 2023 itu selalu lebih tinggi, mungkin sudah mulai harus dinormalisir, karena yang namanya lebaran akan bergeser terus, termasuk pemberian gaji ke-13 untuk PNS yang biasanya mengikuti. Sehingga wajar ekonomi di kuartal III melemah karena pendorongnya bergeser di kuartal II,” kata Herman.

Perekonomian global telah memberi beberapa tantangan yang tidak bisa dibantah, terutama perlambatan ekonomi di global, peningkatan tensi geopolitik di Timur Tengah, dan tingkat suku bunga global yang masih tinggi berlangsung lebih lama.

Dampak perlambatan ekonomi global ke Indonesia bisa dilihat dari aktivitas ekspor impor. Apabila pertumbuhan ekonomi melambat bagian negara mitra dagang Indonesia, permintaan barang dari Indonesia ke negara tujuan juga turun.

Tiga besar negara mitra dagang Indonesia untuk tujuan ekspor Nonmigas yaitu ke Tiongkok US$1,84 miliar, Amerika US$1,5 miliar dan India US$1,35 miliar. Pada September 2023, Tiongkok merupakan negara tujuan ekspor Indonesia yang memiliki peranan terbesar dengan nilai total US$5,17 miliar (26,72%).

PMI Tiongkok periode Oktober 2023 kembali jatuh ke zona kontraksi 49,5. Sedangkan PMI Amerika masih 50,5 dan India 55,5. Artinya industri di sana masih ekpansif dan permintaan barang dari Indonesia masih besar.

Sementara itu, ekspor ke kawasan ASEAN dan Uni Eropa pada September 2023 kontribusinya masing-masing 18,02% dan 6,88%. Pertumbuhan ekspor Indonesia dari data BPS per September 2023 tercatat sebesar US$20,76 miliar, kontraksi 16,17%. Perlambatan ekspor ini, kata Herman, bukan karena volume permintaan ekspor sedemikian turun melainkan karena harga komoditas yang jatuh/ ternomalisasi.

“Namun ke Tiongkok, Indonesia masih lebih besar impor dari Tiongkok daripada ekspor ke sana yaitu US$4,95 miliar. Jadi kalau Tiongkok sedang melemah net ekonominya, tidak pengaruh ke Indonesia. Lain cerita kalau harga barang Tiongkok naik karena inflasi, itu akan masalah bagi Indonesia karena banyak impor dari sana. Jadi sebenarnya perlambatan Tiongkok tidak terlalu berpengaruh untuk Indonesia,” kata Herman.

Sedangkan dengan mitra dagang Amerika, Indonesia masih surplus dimana ekspor US$1,5 miliar, dan impor US$0,8 miliar. Jadi kalau permintaan Amerika melemah, akan berdampak pada volume permintaan ekspor ke sana yang juga melemah.

“Namun daripada defisit ini, yang lebih menyebabkan perlambatan ekspor yaitu penurunan harga komoditas baru bara dan sawit. Pada batu bara, harganya kontraksi hingga -65,03%, nilai ekspornya -43,14%, dan volumenya ekspornya -1,24%. Pada minyak sawit, harganya kontraksi hingga -16,86%, nilai ekspornya -19,29%, dan volumenya ekspornya melambat menjadi 26,87% dari sebelumnya 774,07%,” tandsnya.  (Try/E-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Raja Suhud

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat