visitaaponce.com

Tren Pelemahan Perdagangan Indonesia Diprediksi akan Berlanjut

Tren Pelemahan Perdagangan Indonesia Diprediksi akan Berlanjut
Ilustrasi: aktivitas perdagangan(MI/Usman Iskandar )

TREN pelemahan perdagangan diprediksi masih akan terus berlanjut hingga beberapa waktu mendatang. Itu karena Indonesia masih banyak menggantungkan kinerja ekspor pada komoditas sumber daya alam yang tengah mengalami penurunan harga.

"Selama ini kenaikan nilai ekspor sebenarnya lebih disumbangkan oleh kenaikan harga. Jadi pelemahan permintaan dan harga akan menurunkan nilai ekspor Indonesia," ujar Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri saat dihubungi, Rabu (15/11).

Dia memperkirakan pelemahan aktivitas dagang juga akan tetap disebabkan oleh turunnya permintaan barang manufaktur secara umum. Hal itu bakal memengaruhi kinerja ekspor Indonesia ke depan.

Baca juga: DPR Menyetujui Penyertaan Modal Bank Indonesia Rp40 Miliar

Menurut Yose, kinerja ekspor Indonesia masih akan bertahan relatif baik jika perekonomian Amerika Serikat membaik secara pasti. Pasalnya, Negeri Paman Sam merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia.

Jika ekonomi AS membaik dan bertahan di situasi itu, diharapkan ada peningkatan permintaan. Dengan kata lain, imbuh Yose, ekspor Indonesia ke depan juga akan bergantung pada keberlanjutan pemulihan ekonomi di AS.

Baca juga: Pengamat: Turunnya Cadev untuk Rupiah yang Lebih Stabil

Kemudian, jika pemulihan AS berlanjut, maka kinerja ekspor Indonesia juga ditentukan dari penguatan yang termanifestasi ke dalam belanja konsumen. 

"Mengingat selama pandemi, masyarakat dan dunia usaha cenderung lebih efisien dan hemat. Tentu ini juga bergantung apakah Indonesia akan bisa memanfaatkan peluang yang ada," kata Yose.

Diketahui, neraca dagang bulan Oktober 2023 tercatat surplus US$3,48 miliar, sedikit meningkat dari US$3,42 miliar pada bulan sebelumnya. Kinerja ekspor dan impor tercatat terus mengalami kontraksi, dipengaruhi oleh penurunan harga komoditas.

 

Risiko Inflasi Global

Ekonom dari Bank Permata Josua Pardede menilai risiko inflasi global yang terus berlanjut telah menyebabkan perlambatan ekonomi global dan berkontribusi pada penurunan aktivitas perdagangan global. Baltic Dry Index mengalami penurunan yang signifikan dari pertengahan hingga akhir Oktober 2023.

"Hampir semua komoditas, terutama batu bara dan minyak, mengalami penurunan harga. Harga energi global melemah karena kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi AS dan Tiongkok melebihi dampak konflik geopolitik di Timur Tengah," terang Josua.

Kinerja ekspor Indonesia bulan Oktober 2023 mengalami kontraksi sebesar -10,43% secara tahunan (year on year/yoy). Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur di Tiongkok--negara tujuan utama ekspor Indonesia mengindikasikan kontraksi dengan indeks 49,5. Sementara PMI Manufaktur AS tetap stabil di level 50.

Sedangkan, kinerja impor tercatat tumbuh -2,42% (yoy). PMI Manufaktur Indonesia turun menjadi 51,5, mengindikasikan ekspansi aktivitas pabrik selama 26 bulan berturut-turut namun dengan laju yang paling lambat sejak Februari 2023. 

"Ini mencerminkan pertumbuhan pesanan baru yang lebih lemah dan penurunan penjualan," kata Josua.

Sejalan dengan pelemahan kinerja ekspor yang dipengaruhi oleh penurunan harga komoditas akibat melemahnya permintaan global, diperkirakan akan diimbangi oleh kinerja impor yang relatif lebih kuat.

"Hal tersebut merupakan dampak dari ketahanan ekonomi domestik yang masih terjaga, didorong oleh permintaan yang kuat di tengah inflasi yang terkendali dan kelanjutan Proyek Strategis Nasional. Transaksi berjalan pada tahun 2023 diperkirakan akan mengalami defisit sekitar -0,28% dari PDB," pungkas Josua. (Mir/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat