visitaaponce.com

Kontribusi PDB Maritim Indonesia Baru 7, Ekonomi Biru Perlu Dieksplorasi

Kontribusi PDB Maritim Indonesia Baru 7%, Ekonomi Biru Perlu Dieksplorasi
Menteri Bappenas Suharso Manoarfa.(MI/Ihfa Firdausya)

EKONOMI berbasis perairan atau ekonomi biru (blue economy) di Indonesia masih perlu dieksplorasi. Saat ini, kontribusi produk domestik bruto (PDB) maritim Indonesia berada di kisaran 7% yang mana itu dinilai masih relatif kecil. Padahal, Indonesia memiliki luas laut terbesar di ASEAN.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa menyebut perjalanan Indonesia untuk memiliki ekonomi biru yang kuat masih terjal.

“Kontribusi PDB maritim kita relatif masih kecil yakni 7%. Padahal kita punya potensi yang begitu besar,” kata Suharso dalam acara puncak Indonesia Development Forum 2023 dengan tema Advancing Blue Economy Innovation and Collaboration di Batam, Kepulauan Riau, Senin (18/12).

Baca Juga: Menko Airlangga Dorong Engineering ASEAN Untuk Terus Kembangkan Green dan Blue Economy

Suharso menyampaikan, proyeksi nilai tambah ekonomi biru akan mencapai US$30 triliun pada 2030. Hal itu mengingat strategisnya posisi wilayah perairan Indonesia yang menjadi penghubung lalu lintas perairan internasional.

Apabila potensi-potensi ini dioptimalkan, katanya, ekonomi biru dapat meningkatkan efektivitas dengan memberikan perlindungan habitat dan biodiversitas, 20% penurunan gas rumah kaca, menciptakan sekitar 12 juta lapangan kerja pada 2030 mendatang, serta keuntungan investasi laut berkelanjutan yang mencapai US$15,5 triliun.

Baca Juga: Bahas Pencapaian, Bappenas Gelar SDGs Annual Conference 2023

Namun, sejumlah tantangan masih menghantui. Misalnya, fakta yang menunjukkan penduduk di wilayah pesisir cenderung lebih miskin. Tantangan selanjutnya, aspek sosial lingkungan pesisir dan laut sering terdampak negatif dari sampah plastik yang mencapai 12,8 juta ton per tahun. Belum lagi perubahan iklim yang mengancam biota laut.

Untuk mengatasi tantangan implementasi ekonomi biru di berbagai aspek, Kementerian PPN/Bappenas menyusun Indonesia Blue Economy Roadmap Edisi II untuk pengembangan ekonomi biru yang berkelanjutan dan inklusif, melalui empat pilar utama.
Pertama, mengamankan laut yang sehat, tangguh, dan produktif. Kedua, meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan secara lingkungan. Ketiga, meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, dan kemakmuran bersama. Terakhir, menciptakan lingkungan yang mendukung secara keseluruhan.

Sasaran roadmap
Terdapat sejumlah sasaran dalam Roadmap Ekonomi Biru Indonesia. Pertama, kawasan konservasi perairan diproyeksikan meningkat menjadi 30% menjadi 97,5 hektare. Kemudian, kontribusi PDB kemaritiman bisa dua kali lipat dari sekarang menjadi 15%. Lalu penyerapan tenaga kerja di sektor ekonomi biru bisa mencapai 12%.

Suharso mencontohkan bahwa Indonesia bisa belajar dari sejumlah negara yang maju di sektor ekonomi biru. Norwegia, misalnya, memperoleh kontribusi GDP yang besar dari sektor kelautannya, yakni 20,6% dari total PDB Norwegia dikontribusikan oleh industri kelautan dan menyerap 11% dari total tenaga kerja.

Beberapa kebijakan utama Norwegia antara lain peningkatan rantai pasok industri kelautan, pengembangan keterampilan tenaga kerja, pengurangan polusi laut, pengembangan riset dan teknologi untuk memanfaatkan sumber daya maritim, dan penguatan kerja sama internasional untuk mempromosikan ekonomi biru yang berkelanjutan.

Indonesia juga bisa belajar dari Korea Selatan. Negeri Gingseng ini, kata Suharso, juga mengembangkan ekonomi biru berbasis ilmu pengetahuan, teknologi, dan riset. Menurutnya, Korea Selatan bisa dijadikan acuan dalam kebijakan penggunaan teknologi pelayaran, hingga digitalisasi logistik maritim.

Sejauh ini, kata Suharso, Indonesia telah mengembangkan sistem aqua culture yang lebih efisien dan ramah lingkungan dengan pembudidayaan ikan, rumput laut, kerang, timun laut, dan sebagainya, juga mengembangkan pariwisata bahari. “Kita memiliki budaya dan tradisi bahari. Kita juga punya praktik-praktik baik dalam hal pembuatan bioplastik dari sisik dan kulit ikan, termasuk bagaimana kita mengolah ikan,” ujarnya.

Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti menyebut 2023 menjadi tahun penting bagi ekonomi biru Indonesia. Selain berhasil meluncurkan roadmap, pada Keketuaan ASEAN, Indonesia berhasil mengusung ASEAN Blue Economy Framework dan sudah diadopsi di tingkat leader pada September lalu.

“Indonesia memang menjadi pionir untuk mengusung tema ekonomi biru di kawasan ASEAN. Mengapa Indonesia melakukan inisiatif awal karena kita adalah negara ASEAN dengan jumlah laut terbesar. Di ASEAN pun 65% dari kawasan adalah laut. Di ASEAN ini yang kita dorong adalah bagaimana nanti ekonomi biru menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru ASEAN,” katanya.

Di Indonesia, lanjutnya, ekonomi biru menjadi satu hal yang penting untuk didorong karena pada 2045 Indonesia membutuhkan sumber pertumbuhan ekonomi baru. Salah satunya dari ekonomi biru.

Menurut Amalia, pengembangan ekonomi biru perlu inovasi dan kolaborasi agar berjalan optimal. “Contoh dari Norwegia, Korea Selatan, mereka bisa berdaya saing dan mengembangkan potensi ekonomi biru karena riset dan inovasi,” katanya.

Tahun depan, Indonesia bekerja sama dengan Korea Selatan akan mendirikan Blue Economy Innovation Center di Kepulauan Riau. Wilayah tersebut akan didorong untuk menjadi hub ekonomi biru bagian barat Indonesia. Sementara di bagian timur adalah Maluku.

Di tempat yang sama, Menteri PPN/Kepala Bappenas periode 2016-2019 Bambang Brodjonegoro berpandangan Indonesia belum memiliki mindset yang kuat mengenai bagaimana memanfaatkan blue economy. “Dalam pengertian, tetap saja mainstream dari pembangunan ekonomi kita itu sejujurnya masih di darat, sehingga ketika bicara sumber-sumber pertumbuhan, kita belum melihat yang di laut,” ungkapnya.

Kalaupun ada kegiatan yang sudah terkait dengan laut seperti pariwisata dan perikanan, kata Bambang, orientasinya tetap dibawa ke darat. Ia menyebut kurangnya perhatian sustainability dari daerah lautnya sendiri, misalnya kurang menjaga coral reef, kurang menjaga hutan mangrove, dan cenderung melakukan overfishing.

Oleh karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan inklusif terjadi salah satunya dari blue economy, katanya, mau tidak mau unsur sustainability itu harus dimasukkan. “Nantinya akan menguntungkan masyarakat sendiri terutama masyarakat yang tinggal di daerah pantai,” tegasnya. (Ifa/S-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat