visitaaponce.com

Perundingan Batas ZEE dengan Vietnam Dipertanyakan Pengamat Maritim

Perundingan Batas ZEE dengan Vietnam Dipertanyakan Pengamat Maritim
Pengamat Maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Centre (IKAL SC) Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa.(Antara)

SELAMA 10 tahun lamanya, Indonesia telah melakukan perundingan mengenai penetapan batas laut dengan negara tetangga, tak terkecuali dengan negara Vietnam.

Perundingan mengenai penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) antara Indonesia dan Vietnam pertama kali berlangsung sejak 21 Mei 2010.

Hingga kini perundingan penetapan batas ZEE Indonesia dengan Vietnam ini telah dilaksanakan belasan kali.

Baca juga : Kalangan Nelayan Tolak Pemerintah Berikan Konsesi kepada Vietnam

Tim Teknis dari Indonesia, berdasarkan hasil dari proses perundingan yang berjalan kini kabarnya telah siap mengajukan konsesi bagi Vietnam untuk "memudahkan" proses negosiasi.
Sementara itu, posisi single boundary line milik Vietnam telah ditinggalkan oleh Vietnam.

Dengan pertimbangan hal ini, Tim Teknis Indonesia akan lebih mempertimbangkan positif apabila diperlukan untuk memberi konsesi lagi kepada Vietnam.
Proses perundingan masih berlanjut hingga hari ini, pertemuan teknis yang terakhir yakni yang ke-15 mengenai penetapan batas ZEE Indonesia dan Vietnam, diketahui berlangsung pada 26-27 September 2022 di Ho Chi Minh City, Vietnam.

Dalam pertemuan tersebut, belum terjadi kesepakatan mengenai pembahasan garis ZEE final.

Baca juga : Tim DKI Dominasi Seleksi Timnas Kickboxing SEA Games 2021

Kedua negara sempat membahas mengenai usulan ‘equal’ dari Vietnam, sementara Indonesia meminta penjelasan mengenai pengertian dan maksud ‘equal’ tersebut.

Pengamat Maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Centre (IKAL SC) Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa mempertanyakan sudah sejauh mana langkah yang dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri. 

"Apakah Kemenlu melibatkan DPR RI khususnya Komisi I dan kalangan publik? Pemerintah jangan terkesan tidak transparan dalam hal konsesi perbatasan ZEE ini," kata Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa dalam keterangan tertulis, Minggu (30/10).

Baca juga : Ini 6 Perjanjian Batas Wilayah RI yang Dituntaskan Kemenlu Selama 9 Tahun Terakhir

"Saya sebagai pengamat maritim dan juga pendiri serta Pengurus dari Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Ahli Keselamatan dan Keamanan Maritim Indonesia (AKKMI) tentu saja mempertanyakan langkah itu. Selain itu, isi draft konsesi yang diajukan oleh pihak Indonesia dan pihak Vietnam juga patutnya bisa dijabarkan. Jangan sampai apa yang diajukan justru akan merugikan pihak Indonesia", ujarnya. 

Menurut Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, pemberian konsesi tersebut harus mempertimbangkan ketujuh Kebijakan Kelautan Indonesia. Kebijakan Kelautan Indonesia itu terdiri atas 7 (tujuh) pilar, yaitu: pengelolaan sumber daya kelautan dan pengembangan sumber daya manusia; pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum, dan Keselamatan di Laut; tata kelola dan kelembagaan laut; dan ekonomi dan infrastruktur kelautan dan peningkatan kesejahteraan.

Selain itu, ada pengelolaan ruang laut dan perlindungan lingkungan laut,  budaya Bahari; dan diplomasi maritim.

Baca juga : Penetapan Landas Kontinen Dinilai akan Lebih Memastikan Kedaulatan dan Keamanan Wilayah Bawah Laut Indonesia

Menurut Marcellus , juga ada hal yang harus dipertahankan seperti dari segi ekonomi dan kedaulatan negara.

Dari segi kedaulatan perlu ditegaskan terkait penetapan batas wilayah negara. Dari segi ekonomi, Indonesia memiliki kekayaan perikanan laut berlimpah.

Oleh sebab itu pula kedaulatan pangan menjadi tujuan yang harus selalu disuarakan oleh Pemerintah Indonesia dalam upaya menjaga keamanan pangan untuk masyarakat. 

Baca juga : RI dan Vietnam Perkuat Kerja Sama Perdagangan, Bidik Target US$15 triliun

"Patut diingat Indonesia adalah salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia juga memiliki potensi kekayaan yang berasal dari sumber daya alam kemaritiman yang sangat besar yang belum dikelola secara maksimal sampai dengan saat ini," katanya..

"Saya berharap pemerintah tidak tergesa-gesa dalam mengajukan konsesi perbatasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dengan Vietnam," ucap Marcellus .

"Karena kita sama memahami bahwa jika membahas mengenai ZEE itu, maka memang kita membahas mengenai laut internasional. Dimana disana hak kita hanya bisa melakukan kegiatan eksplorasi, eksploitasi dan konservasi," tuturnya.

"Hanya tiga hal itu saja kalau kita bicara ZEE. Di ZEE kita bicara zona maritim. Kewenangan kita untuk melakukan penangkapan Kapal Ikan Berbendera Asing di wilayah ZEE itu jika kapal tersebut sudah/sedang melakukan kegiatan mengambil ikan yang ada di sana," kata Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa.

Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa menegaskan pula, konsesi juga harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea).
Seperti telah diatur di dalam UNCLOS, yakni kedaulatan suatu negara atau wilayah laut tertentu diukur berdasarkan jarak dari titik pangkal pulau terluar. (RO/OL-09)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat