visitaaponce.com

Penutupan BPR, dari Masalah Fraud hingga Konsolidasi untuk Penuhi UU P2SK

Penutupan BPR, dari Masalah Fraud hingga Konsolidasi untuk Penuhi UU P2SK
Ilustrasi OJK(Dok.MI)

SEJAK awal tahun 2024, sejumlah Bank Perekonomian Rakyat (BPR) ditutup. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menjelaskan berdasarkan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), BPR diberikan mandat baru yakni untuk tidak menjadi terlalu berbeda pelayanan keuangannya layaknya bank umum.

Untuk itu pondasi BPR perlu diperkuat, antara lain dengan permodalan yang cukup, dan aturan kepemilikan. Berdasarkan UU P2SK, BPR memungkinkan untuk listing (melantai di pasar modal) bila memenuhi persyaratan, dan diperbolehkan untuk ikut serta di dalam sistem pembayaran.

OJK butuh upaya ekstra untuk mempersiapkan para BPR agar siap memegang mandat tersebut dengan sebaik-baiknya. Dalam hal berkesempatan BPR masuk pasar modal, OJK menaruh perhatian pada masalah perlindungan investor.

Baca juga : OJK Cabut Izin Usaha BPR Bank Pasar Bhakti Sidoarjo

"Sehingga BPR perlu diperkuat dalam semua aspek, permodalan, SDM, IT, dan lain sebagainya. Maka OJK banyak mengeluarkan aturan soal BPR/BPRS, dan masih banyak aturan terkait yang akan diterbitkan," kata Dian, pada konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK, di Jakarta, Selasa (20/2).

Mengenai BPR yang ditutup, Dian menjelaskan alasannya bukan semata-mata ingin mengurangi jumlah BPR, meski memang OJK punya target untuk mengurangi jumlah BPR karena dianggap kepemilikan banyak BPR oleh satu orang tidak bisa lagi dilakukan.

Sehingga OJK akan menggunakan Single Presence Policy (SPP) atau pemilikan tunggal bank, dimana satu orang hanya boleh memiliki satu BPR.

Baca juga : LPS Siapkan Pembayaran Simpanan Nasabah PT BPR Pasar Bhakti Sidoarjo

Sehingga bila saat ini satu pemilik BPR memiliki banyak bank, harus digabung menjadi satu dan sisanya menjadi cabangnya.

"Ini dalam konteks konsolidasi kalau kepemilikan sama," kata Dian.

Alasan kedua, syarat modal BPR sampai akhir 2024 harus memenuhi ketentuan modal minimum Rp6 miliar. Sehingga OJK mendorong BPR kecil untuk melakukan merger.

Baca juga : Kementerian Koperasi dan UKM Siap Berikan Pendanaan Syariah ke UMKM Hingga Rp10 M

Persoalan BPR yang tidak bersifat struktural, OJK akan mengupayakan konsolidasi dan penyehatan bagi BPR yang menghadapi persoalan kegiatan usaha.

Namun apabila masalah BPR/BPRS sudah mendasar seperti terkait masalah penipuan dan fraud, OJK dengan tegas harus akhiri. Supaya tidak mengganggu integritas dan kepercayaan dari masyarakat terhadap industri BPR.

Meski secara umum, kinerja BPR terus tumbuh dan bisa memberikan layanan kepada UMKM dan masyarakat kecil lainnya di berbagai daerah.

Baca juga : OJK Cabut Izin PT BPR Usaha Madani Karya Mulia

Tentu BPR juga menghadapi tantangan salah satunya karena covid-19 dan lainnya, Tapi secara keseluruhan mereka sehat.

"Apabila ada BPR yang ditutup, katakanlah tahun ini lima BPR, itu karena persoalan-persoalan mendasar tadi. OJK sudah sepakat akan menyelesaikan. Artinya semua BPR bermasalah akan secepat mungkin dibereskan, mungkin akan meningkat BPR yang ditutup kalau sudah tidak bisa diselamatkan,"

Upaya tersebut, kata Dian, untuk kepentingan jangka panjang. Sehingga BPR betul-betul merupakan lembaga yang bisa dipercaya, menjadi andalan masyarakat kecil di berbagai daerah di Indonesia. Sehingga nasabah percaya bila berurusan dengan BPR itu dan tidak takut uangnya digelapkan.

Baca juga : OJK Terbitkan Dua Aturan Penguatan BPR dan BPRS

"Itu alasan pokoknya. Upaya ke arah penyehatan BPR dilakukan secara sistematik boleh OJK, dari perubahan aturan, sistem pengawasan, sistem pelaporan, serta asistensi teknis pengembangan SDM," kata Dian. (Try/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat