visitaaponce.com

Ekspor Batu Bara RI ke Tiongkok Melempem

Ekspor Batu Bara RI ke Tiongkok Melempem
Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan.(Dok. Antara/Nova Wahyudi)

KETUA Umum Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara (Aspebindo) Anggawira mengungkapkan saat ini permintaan batu bara dari Indonesia ke Tiongkok melandai alias tidak mengalami lonjakan signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Tiongkok disebut melakukan kontrol atas penggunaan batu bara dengan tidak melakukan pembelian secara besar-besaran, karena memiliki persediaan batu bara yang mencukupi di wilayah pesisir.

"Tiongkok mempunyai strategi inventory yang mana punya fungsi kontrol soal ketersediaan batu bara. Saya lihat saat ini permintaan (ekspor batu bara) landai saja dan fluktuasi (permintaan) batu bara tidak seheboh tahun sebelumnya," ujar Anggawira di Jakarta, Selasa malam (24/4).

Baca juga : Tiongkok Masih Menjadi Negara Tujuan Utama Ekspor Batu Bara KPC

Ia menuturkan kondisi saat ini berbeda saat Tiongkok meningkatkan impor batu bara menyusul adanya krisis energi di 2021. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor batu bara Indonesia sempat melonjak hingga 168,39% pada September 2021 dibandingkan Agustus 2021. Tujuan utama ekspor komoditas tersebut ke Tiongkok dan India.

Namun, pada kuartal I 2024, BPS mencatat nilai ekspor nonmigas Indonesia ke Tiongkok anjlok 16,24% dibandingkan Januari-Maret 2023. Batu bara menjadi salah satu komoditas yang mendorong adanya penurunan ekspor nonmigas tersebut.

"Tiongkok sempat kebobolan soal (impor) batu bara. Tapi, dengan adanya strategi inventory itu mereka bisa tarik ulur soal (pembelian) batu bara," terang Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) itu.

Baca juga : Tiongkok dan India Timbun Stok, Permintaan Batu Bara akan Melambat

Peningkatan Nilai Tambah Batu Bara

Anggawira kemudian mendorong pemerintah untuk mengoptimalkan ketersediaan komoditas batu bara. Bukan hanya untuk keperluan pembangkit listrik, tapi memperhatikan ketersediaan substitusi batu bara guna meningkatkan nilai tambah komoditas tersebut. Salah satunya menjalankan proyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) yang fungsinya menjadi pengganti elpiji.

"Pemerintah harus mendorong pemanfaatan batu bara, bukan hanya sebagai bahan bakar pembangkit tapi ada proses-proses lain seperti gasifikasi. Hal ini agar beban subsidi elpiji kita tidak semakin tinggi," jelas Anggawira.

Sebelumnya, pelaksana tugas (Plt) Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan beberapa komoditas yang berkontribusi pada penurunan kinerja ekspor nonmigas Indonesia ke Tiongkok pada kuartal I 2024. Di antaranya bahan bakar mineral terutama batu bara (HS27), minyak dan lemak hewan nabati utamanya crude palm oil (CPO) (HS15), dan besi baja (HS72).

Baca juga : ESDM: Suntikan Dana Transisi Energi Masih Tersendat-sendat

"Jika dibandingkan triwulan pertama 2024 dengan triwulan keempat 2023, nilai ekspor nonmigas Indonesia ke Tiongkok itu turun 21,20%," kata Amalia dalam konferensi pers di Kantor BPS, Jakarta, dikutip Rabu (24/4).

Mengutip data BPS, secara keseluruhan nilai ekspor batu bara Indonesia pada Maret 2024 tercatat sebesar US$2,56 miliar atau setara Rp41,34 triliun (kurs Rp16.152). Angka itu anjlok 1,13% dibandingkan Februari 2024 yang mencapai US$2,59 miliar atau setara Rp41,8 triliun dan menurun 28,49% secara year on year (yoy) dibandingkan Maret 2023.

(Z-9)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat