visitaaponce.com

Gaji Karyawan Kena Potong Iuran Tapera, Ekonom Jangan Dipukul Rata

Gaji Karyawan Kena Potong Iuran Tapera, Ekonom: Jangan Dipukul Rata
Ilustrasi.(ANTARA/TEGUH PRIHATNA)

DIREKTUR eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal mendesak kepada pemerintah untuk tidak mewajibkan semua pegawai swasta membayar iuran simpanan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Dia berpendapat tiap-tiap pekerja atau buruh memiliki kebutuhan dasar (basic needs) yang beragam. Tidak semua karyawan membutuhkan membeli rumah dengan skema pembiayaan yang dicicil dengan jangka panjang.

"Jangan pukul rata peserta iuran Tapera ini. Basic needs tiap pekerja beda-beda. Tidak semua ingin menyicil rumah dengan cara seperti itu (lewat Tapera)," ungkap Faisal kepada Media Indonesia, Selasa (28/5).

Baca juga : Manajemen dan Tata Kelola Tapera Harus Dipastikan Baik

Rumah memang kebutuhan esensial bagi masyarakat, namun untuk membeli atau membangun rumah tentu melihat kemampuan finansial seseorang. Faisal menilai pemerintah tidak bisa memaksakan gaji pekerja swasta untuk dipotong demi pembiayaan perumahan lewat Tapera.

Adapun ketentuan pemotongan iuran Tapera berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat yang diteken Presiden Joko Widodo pada 20 Mei 2024. 

Dalam beleid tersebut diterangkan besaran simpanan peserta Tapera ditetapkan sebesar 3% dari gaji atau upah untuk peserta pekerja. Besaran itu dibayarkan 0,5% oleh pemberi kerja dan 2,5% ditanggung pekerja.

Baca juga : Ekspansi Strategis 'Si Raja' KPR dalam Menghadapi Tantangan Transformasi Keuangan

"Terlebih bagi mereka yang memiliki penghasilan kecil atau di bawah upah minimum regional (UMR), potongan gaji 2,5% tentu akan semakin membebankan mereka," ucapnya.

Selain adanya rencana potongan gaji untuk simpanan Tapera, beban finansial pekerja semakin berat dengan adanya wacana pemerintah menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% di 2025.

"Wacana ini semua secara akumulatif akan menambah beban masyarakat, terutama dari sisi konsumsi," pungkas Faisal. (Z-6)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Budi Ernanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat