visitaaponce.com

Guru Besar IPB Penanganan Karhutla masih bersifat Politis

Guru Besar IPB: Penanganan Karhutla masih bersifat Politis
Guru Besar Perlindungan Hutan Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) University Bambang Hero Saharjo.(MI)

GURU Besar Perlindungan Hutan Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) University Bambang Hero Saharjo menyatakan sebagian besar kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terjadi akibat perbuatan manusia. Karena itu, seharusnya bisa dikendalikan.

"Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia karena perbuatan manusia 99,9% oleh karenanya dapat dikendalikan," tegasnya dalam webinar Connecting Science and Fire Management, Rabu (14/10)

Peraih Anugerah John Maddox Prize 2019 yang  sudah 20 tahun menangani ratusan kasus karhutla di Indonesia menyebutkan upaya pengendalian karhutla saat ini masih cenderung berbasis politis dan bukan ilmiah. Tak heran penyelesaian karhutla masih sesaat dan belum menjadi upaya yang sistematis atau mengakar.

"Pengendalian kebakaran hutan dan lahan menjadi tidak fokus dan tepat sasaran, karena tidak sedikit stakeholder yang menganggap bahwa kegiatan pengendalian kebakaran belum merupakan prioritas utama untuk ditangani," sergah peraih gelar doktor di Laboratorium Tropical Forest Resources and Environment, Division of Forest and Biomaterial Science Kyoto University (1999) itu.

Ilmuwan spesialis forensik itu menyontohkan, meningkatnya jumlah lahan gambut yang terbakar memberi kontribusi besar pada luasan karhutla. Ini, sebut Bambang Hero, seharusnya menjadi perhatian semua orang untuk mencegahnya, bukan hanya urusan pemerintah pusat.

Bambang mengingatkan, upaya pencegahan karhutla bisa meminimalisir risiko kerugian yang harus ditanggung negara. Pada 2019 misalnya, upaya pemerintah dalam menangani karhutla ini menelan biaya yang cukup banyak bahkan lebih dari separuh Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yaitu lebih dari Rp3,8 Triliun.

"Biaya untuk mengendalikan kebakaran sangat besar bahkan hampir lebih dari separuh DIPA dana siap pakai Rp7,8 triliun, yang digunakan Rp3,8 triliun. Pertanyaan mau berapa triliun lagi kita habiskan untuk mengendalikan kebakaran?" kata Bambang.

Sementara itu, imbuhnya, kebakaran hutan dan lahan juga telah menghasilkan emisi gas rumah kaca yang cukup banyak, hal ini tentu perlu diperhatikan mengingat Indonesia telah berjanji kepada dunia internasional untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebanyak 29% pada tahun 2030 dengan atas kemampuan sendiri dan 41% bila dibantu pihak luar negeri.

Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Basar Manullang menyampaikan, sampai September 2020, luas kebakaran hutan dan lahan di Indonesia mencapai 206.753 hektare. Angka itu turun signifikan hingga 75,95% dibanding periode sama di 2019.

Angka ini, lanjut Basar, jelas berkurang jika dibandingkan dengan karhutla pada 2015 yang mencapai 2.611.411 hektare. Meski diakuinya, angka luas karhutla seringkali naik dan turun setiap tahunnya. (H-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat