visitaaponce.com

Dokter Pasien Positif, Suspek dan Probable Covid-19 Harus Diperlakukan Sama

Dokter: Pasien Positif, Suspek dan Probable Covid-19 Harus Diperlakukan Sama
Ilustrasi(Istimewa)

DOKTER spesialis paru RS Universitas Indonesia, Raden Rara Diah Handayani menjelaskan penanganan orang yang termasuk kategori suspek dan probable sebaiknya melakukan metode perawatannya sama dengan orang yang terkonfirmasi covid-19. Hal ini guna mencegah penularan yang lebih luas akibat varian Delta.

"Konsekuensi pasien suspek adalah metode perawatannya sama dengan pasien covid," ucap Diah dalam webinar D'RoSSI Open Lecture: Bersikap Tenang di Puncak Pandemi, Jumat (16/7).

Sebenarnya, apa bedanya pasien suspek dan probable? 

Ia menjelaskan, kasus suspek bisa dikenali dari gejala seperti kelelahan, nyeri tenggorokan, dan sebagainya, sampai terjadi penurunan kesadaran yang mendadak. 

Kemudian orang dengan gejala ISPA berat yakni awalnya hanya batuk-batuk kemudian dalam beberapa hari terjadi sesak nafas maka itu terjadi infeksi yang sangat akut sehingga dikategorikan termasuk dalam suspek berat dengan atau tanpa pemeriksaan.

Untuk kasus probable, salah satu kriterianya adalah memiliki gejala sama dengan pasien suspek ditambah memiliki kontak erat dengan pasien covid. Misalnya, dalam satu rumah ada orang yang terkonfirmasi positif dan orang lainnya melakukan kontak dan muncul gejala suspek sehingga statusnya menjadi probable.

"Selain itu, orang mengalami gejala hilangnya indra penciuman(anosmia) atau hilangnya indra perasa (ageusia) maka orang tersebut masuk kategori probable. Orang dewasa yang meninggal karena kontak erat dengan pasien probable atau terkonfirmasi maka hasil PCR negatif pun maka termasuk probable," jelasnya.

Jika ada pasien yang datang dalam keadaan mengalami sesak nafas berat maka dikatakan itu probable, sehingga konsekuensinya masuk kategori covid tanpa harus dilakukan PCR/antigen.

Untuk mereka itu, kata dokter Rara,  tata laksana yang sama harus diterapkan mulai dari suspek, probable, hingga terkonfirmasi dalam arti terapinya sama, perlakuan sama isolasi di mandiri atau di rumah sakit juga sama. "Jadi kita bukan men-covid-kan ini lah yang kita jadikan patokan," ujarnya. (H-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat