visitaaponce.com

Jika Tidak Dimanfaatkan, Bonus Demografi Bisa Jadi Beban Pembangunan

Jika Tidak Dimanfaatkan, Bonus Demografi Bisa Jadi Beban Pembangunan
Ilustrasi(Istimewa )

KEPALA Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan peluang meningkatnya pendapatan per kapita penduduk paling besar didapatkan pada saat era bonus demografi.

"Kunci penentu kesuksesan pemanfaatan era bonus demografi adalah seperti apa kualitas sdm generasi muda, jika remaja ini lulus sekolah kemudian nikah usia dini sehingga keluarganya banyak juga ditemukan kematian ibu dan bayi," kata Hasto dalam sambutannya di agenda pencanangan kegiatan pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi bersama Mitra Kerja Tahun 2021, Senin (27/9)

Menurutnya jarak melahirkan terlalu dekat dan jumlah anak terlalu banyak juga berpengaruh pada kesiapan Indonesia emas pada tahun 2045. Sebab, kualitas SDM yang unggul semakin berat dengan kondisi demikian.

"Bonus demografi bisa menjadi beban pembangunan, bukan menjadi modal pembangunan. Bisa menjadi musibah tidak menjadi berkah," sebutnya.

Dengan Perpres Nomor 72 Tahun 2021, Presiden mengeluarkan perintah kepada BKKBN untuk menjadi ketua tim percepatan pelaksanaan penurunan stunting. Apalagi angka stunting masih tinggi berkisar 27,67% menunjukkan generasi Indonesia sepertinya belum berkualitas dengan baik.

"Stunting punya 3 konsekuensi, yakni postur tubuh tidak memenuhi syarat untuk bersaing apalagi ingin menjadi atlet yang hebat, ciri pertama adalah pendek, semua stunting pendek tetapi orang pendek belum tentu stunting. Kedua orang ini intelektual tidak bisa mencapai optimal, orang stunting pada hari tua di usia 45 tahun ke atas mudah sakit-sakitan," tuturnya.

Dia memastikan jika anak dalam kondisi stunting maka saat masa kecil tidak mampu bersaing dan masa tuanya akan cepat tidak produktif karena tidak sehat. "Makanya mencegah stunting itu sangat penting, untuk SDM kita (Indonesia) unggul," lanjutnya.

Hasto menambahkan karena stunting menjadi sangat penting, beberapa hal yang yang sudah dilakukan BKKBN diantaranya menyelesaikan Pendataan Keluarga Tahun 2021 (PK21), sehingga dari PK didapatkan data keluarga yang beresiko stunting. Begitu juga data Pasangan Usia Subur (PUS) yang menjadi bagian yang harus mendapatkan pembinaan.

“Ada hal-hal yang perlu kita tekankan bahwa didalam Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI), kita ingin sekali menajamkan intervensi dari hulu dengan prioritas mencegah lahirnya anak stunting," paparnya.

Pihaknya sudah sepakat bahwa faktor sensitif menjadi bagian perhatian yang penting, namun demikian dirinya juga berharap bahwa faktor spesifik yang merupakan proses dari mulai sebelum nikah, rencana hamil, setelah hamil, setelah melahirkan harus dikawal bersama-sama. Oleh karenanya, keluarga-keluarga yang punya potensi melahirkan anak stunting, semua harus diketahui oleh Kepala Desa, PKK, dan bidan setempat.

“Sehingga pendataannya harus bagus, surveillance nya harus bagus, siapa-siapa orangnya yang menjadi sasaran. Itulah pentingnya, maka kemudian kita itu betul-betul harus melototkan mata kita kepada siapa yang mau nikah sejak 3 bulan atau 6 bulan menurut para ahli sebelum nikah sudah diberi nama sebagai peri konsepsi artinya menjelang terjadinya pertemuan antara sel telur dan sperma," terangnya.

Dia juga meminta Ahli gizi memperlihatkan juga keterangannya, meskipun rumah yang dimiliki sudah bagus, MCK sudah bagus hingga airnya cukup, tetapi apabila yang bersangkutan anemia, maka tetap anaknya beresiko stunting.

"Seribu Hari Pertama Kehidupan (HPK) harus benar-benar diperhatikan dan harapannya bayi masuk usia 2 tahun bebas dari stunting, sehingga nanti prospek untuk menjadi SDM yang unggul itu lebih besar," pungkasnya. (H-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat