visitaaponce.com

Muktamar NU Bahas Tiga Masalah Fikih Terkini

Muktamar NU Bahas Tiga Masalah Fikih Terkini
Ilustrasi permasalahan tanah.(MI/Agung W.)

KOMISI Bahtsul Masail Maudhu'iyah akan membahas tiga masalah dalam gelaran Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) mendatang. Ketiga itu ialah pandangan fikih terhadap orang dalam gangguan jiwa (ODGJ), kedaulatan rakyat atas tanah, dan badan hukum.

"Setelah rapat lintas komisi dengan steering committee (SC), kami menyepakati ada tiga masail fiqhiyah maudhu'iyah (masalah fikih tematik) yang akan diangkat dalam Muktamar NU. Dari pagi kami sudah membahas dan disepakati ada tiga masalah," kata Ketua Komisi Bahtsul Masail Maudhu'iyah KH Abdul Moqsith Ghazali dalam keterangannya secara daring.

Dia menjelaskan pembahasan ODGJ tidak datang secara tiba-tiba. Sebab di dalam Munas NU 2017 di Nusa Tenggara Barat juga sudah dibicarakan mengenai pandangan fikih Islam terhadap kaum difabel atau disabilitas.

"Ini penting dibahas karena ODGJ dari segi kuantitas cukup banyak. Ada yang memperkirakan jumlahnya sampai lima juta orang di Indonesia. Belum ditambah dengan orang yang disebut dengan difabel," jelasnya, Jumat (3/12).

Pembahasan kedua yang akan dibahas yakni kedaulatan rakyat atas tanah. Komisi Bahtsul Masail Maudhu'iyah Muktamar NU akan membahas mengenai pandangan Islam tentang tanah dan konsep kepemilikannya.

"Kita tahu hak warga negara terhadap tanah itu bagian dari washilah (jembatan) untuk terciptanya hak asasi manusia. Tanah itu bukan hanya berfungsi secara ekonomi, tempat kita mencari nafkah, tetapi dia juga berfungsi secara sosial," terangnya.

Bahkan dalam pandangan Islam, sambung dia, tanah berfungsi sebagai tempat untuk beribadah. Moqsith menjelaskan bahwa di kitab fikih disebutkan ju’ilat liyal ardhu masjidan yang berarti Allah menciptakan tanah untuk tempat bersujud.

"Tetapi ada banyak warga negara yang tidak punya tanah sekalipun 1x2 meter persegi. Kita penting untuk berbicara ini, di saat ada warga negara lain atau individu lain di satu negara yang memiliki jutaan hektare tanah," katanya.

Masalah ketiga yang akan dibahas yaitu badan hukum. Dalam fikih Islam yang disebut sebagai subjek hukum ialah individu, bukan badan hukum. "Individu yang salat, individu yang berpuasa, berzakat, berhaji. Di dalam masyarakat modern sekarang ada yang disebut organisasi dan badan hukum atau perusahaan," terangnya.

Komisi tersebut akan membahas soal badan hukum yang masuk kategori subjek hukum atau tidak. Misalnya, jika badan hukum atau organisasi memiliki kekayaan yang sudah sampai satu nisab atau sampai satu tahun, dikenakan kewajiban untuk mengeluarkan zakat atau tidak.

"Selama ini zakat dikeluarkan oleh individu-individu. Sekarang badan hukum itu wajib tidak mengeluarkan zakat? Kalau badan hukum tidak wajib berpuasa Ramadan, tidak wajib haji, tidak wajib salat, itu semua kita tahu. Ini karena kewajiban itu semua berbasis individual,” terangnya.

Baca juga: Panitia Lokal: Muktamar NU ke-34 Resmi Dimajukan, akan Dibuka Presiden

Di dalam komisi itu juga akan dibahas perbedaan dan persamaan antara badan hukum (asy-syakhshiyyah ath-thabi’iyah) dengan manusia alamiah (asy-syakhshiyyah ath-thabi’iyah). "Perbedaan dan persamaan badan hukum dengan manusia secara umum nanti akan kami bahas. Bisakah badan hukum menjadi subjek hukum ma'ali dalam pandangan fikih?" tukasnya. (OL-14)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat